Rabu, 07 Mei 2008

Draft Penjelasan Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA

PENJELASAN

ATAS

TATA GEREJA DAN TATA LAKSANA

GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA

I. UMUM

Perintah agung dari Yesus Kristus Sang Kepala Gereja yang memerintahkan: “……....... ...................pergilah jadikanlah seluruh bangsa muridku.................…(Mat.28:19-20), para missionaris yang kebanyakan berasal dari berbagai Negara di Eropa, telah menetapkan Luat Angkola Mandailing sebagai lokasi pusat persemaian Firman Tuhan.

Para pendeta perintis, antara lain Pdt. Verhuven di Pakantan (1834), Pdt. Van Asselt di Parau Sorat (1857), Pdt. Dammerbur di Hutaimbaru (1858), Pdt. Vandalen di Simapilapil (1858), Pdt. Betz di Bungabondar (1858), Pdt. Koster di Pargarutan (1858), Pdt. Heine, Pdt. Klammer, Pdt. IL. Nommensen, dan masih banyak yang lainnya, telah mampu dan berhasil merubah hidup dan kehidupan masyarakat dari belum mengenal, menjadi mengenal Kristus, Sang Juru Selamat.

Untuk mempercepat gerak langkah, para Missionaris yang berlatar belakang aliran yang berbeda, sepakat untuk membagi daerah persemaian di Tapanuli (termasuk Angkola dan Mandailing), sehingga upaya penaburan benih dapat dilakukan secara konsentrasi. Pertemuan koordinasi ini dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 1861, di Parau Sorat antara Pdt. Heine, Pdt. Klammer, Pdt. Beth dan Pdt. Van Asselt sendiri sebagai tuan rumah.

Berbagai rintangan yang berasal dari alam, maupun sosial-budaya yang ada pada masyarakat dengan susah payah mampu di atasi dan akhirnya membuahkan Baptisan terhadap putera daerah, antara lain: Jakobus Tampubolon, Simon Siregar (Parausorat, 2 April 1961), Helong (Samuel) Siregar (Bungabondar, 1862), Thomas, Piliphus, Johannes (Sipirok, 25 Desember 1864), dan Raja Pangulu beserta keluarganya (Pakantan, 1871).

Selanjutnya tahun 1883 Putera daerah yang pertama–tama masuk sekolah pendeta, yaitu: Johannes Siregar, Markus Siregar dan Petrus Nasution, selain sebagai hasil persemaian, juga sebagai calon tenaga pengganti Missionaris pada masa mendatang. Secara bertahap dan perlahan peran Missionaris diganti oleh Putera daerah, pengorganisasian pun semakin mandiri dalam wadah organisasi HKBP.

Kondisi geografis pada Pegunungan Bukit Barisan menghasilkan kondisi sosio– ekonomis yang kurang mendukung, menyebabkan semai–semai yang telah ditabur oleh para perintis terutama di Tapanuli bagian Selatan, tumbuhnya kurang baik, kurang berkembang karena kurang sering mendapatkan siraman rohani. Kondisi ini telah menggerakkan hati Putera–puteri di Bona Bulu (Angkola) untuk menghimpun potensi yang ada dalam suatu organisasi yaitu Badan Gereja Huria Angkola.

Gerakan yang telah diawali 26 Oktober 1940 (rapat pertama untuk mempersiapkan langkah–langkah kemandirian Huria Angkola bertempat di Bungabondar) merupakan cermin yang menunjukan kesadaran maupun kebesaran jiwa untuk mengabdikan diri dalam merawat dan menumbuhkembangkan semai yang telah mulai layu. Suatu keinginan yang mendasar dari diri para Putera-Puteri Angkola agar secara aktif berperan positif dalam pelayanan Gerejawi dalam suatu organisasi.

Gelora jiwa kemandirian terus berkobar, hingga tanggal 24 Maret 1968 berdiri Hasadaon Kristen Angkola (HKA) di Medan, Hasadaan Kristen Tapanuli Selatan (HKTS) di Jakarta 1969, yang selanjutnya di ikuti ikrar “Pangituai ni Parlagutan–Parlagutan se Tapanuli Selatan” pada tanggal 21 Maret 1972 di Sipirok. Untuk lebih memantapkan persiapan kemandirian/panjaeon, maka dibentuklah Badan Persiapan Panjaeon HKBPA (BPP-HKBPA) yang secara terarah dan terkoordinir melakukan pendekatan ke dalam (Kepada Warga Tapanuli Selatan) dan keluar (kepada HKBP). Hasilnya adalah persetujuan prinsip oleh Rapot Parhalado Pusat (HKBP) tanggal 5 Mei 1974 di Pematang Siantar.

Pernyataan berdirinya HKBPA dicetuskan di Padangsidimpuan pada tanggal 12 Maret 1975. Naskah Panjaeon HKBPA ditandatangani oleh Ephorus dan Sekretaris Jenderal HKBP, Ephorus dan Sekretaris Jenderal HKBPA dan anggota BPP – HKBPA di Bungabondar pada tanggal 26 Oktober 1975. Serta merta atas dorongan hati yang murni, Gereja Mannonite Mandailing memilih untuk menggabung diri dalam organisasi HKBPA yang sedang berjuang untuk kemandiriannya, peristiwa ini terjadi pada 27 Maret 1976. Perjuangan Panjeon tiba pada puncaknya setelah Synode Godang HKBP di Pematang Siantar tanggal 1 – 6 Agustus 1976.

Kemandirian, kemudian disempurnakan dengan merubah nama HKBPA menjadi Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) pada Synode Am ke VIII di Padangsidimpuan tanggal 1 Juli 1988. Suatu gereja yang berdaulat penuh kedalam dan keluar, berdasarkan Firman Allah yang di saksikan dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Menjalin kerjasama yang positif dalam pekabaran Injil bersama organisasi seiman di dalam dan di luar negeri, untuk memajukan kesejahteraan umum, serta ikut berpartisipasi aktif dalam Pembangunan Nasional di segala bidang.

Untuk menata kehidupan dan untuk melaksanakan tugas panggilan GKPA diperlukan aturan yang diwujudkan dalam bentuk Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA, sebagai sarana organisasional yang penting dan mendasar, yang dalam penyusunannya memperhatikan azas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila.

Tidak ada satu pun tata gereja dan tata laksana gereja di dunia ini yang sempurna, tidak juga Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA ini, kiranya Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA ini dapat menjadi sempurna apabila sebagai Parlagutan, Resort, Distrik, Pucuk Pimpinan, Majelis, Biro dan Lembaga, serta Synode Am melaksanakan Tata Gereja dan Tata Laksana ini berdasarkan KASIH sebagaimana dimaksud dalam I Korintus 13: 1-13.

II. Pasal Demi Pasal

TATA GEREJA

Pasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2

Yang dimaksud dengan Kotamadya adalah Kota.

Pasal 3

Yang dimaksud dalam pasal ini ialah bahwa gereja GKPA mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan, Juruselamat dan Kepala Gereja yang disaksikan Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) sebagai sumber kehidupan dan kebenaran.

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

Sebagai suatu organisasi yang berada pada dan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, maka baik organisasi GKPA, maupun para anggotanya, mempunyai kewajiban untuk mentaati peraturan perundang–undangan yang di tetapkan oleh Negara. Pancasila merupakan azas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi warga GKPA. Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja juga menyaksikan kehidupan orang Kristen sebagai warga masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kewajiban di dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Mat. 22 : 21; Mark. 12 : 17).

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Konfesi ini dijelaskan dalam dokumen Konfesi GKPA

Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11

Huruf a cukup jelas

Huruf b juga menggunakan Almanak dan Agenda GKPA

Huruf c cukup jelas

Huruf d juga menggunakan Almanak dan Agenda GKPA

Pasal 12

Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14

burtir (1) cukup jelas.

burtir (2) yang dimaksud dengan Agenda adalah Agenda GKPA

Pasal 15

burtir (1) cukup jelas.

burtir (2) cukup jelas.

burtir (3) yang dimaksud dengan Agenda adalah Agenda GKPA

Pasal 16

Burtir (1) yang dimaksud dengan Agenda adalah Agenda GKPA

burtir (2) yang dimaksud dengan penelitian dapat dilihat dalam Ruhut Parmahanion/Pamincangon (RPP) GKPA.

Pasal 17

Lihat bagan Strukrur Organisasi GKPA (terlampir)

Huruf a cukup jelas.

Huruf b cukup jelas.

Huruf c cukup jelas.

Huruf d cukup jelas.

Huruf e cukup jelas.

Huruf f cukup jelas.

Huruf g cukup jelas.

huruf h: yang dimaksud dengan Ketua Synode Am adalah Pimpinan Persidangan Synode Am.

Pasal 18

Cukup Jelas

Pasal 19

Yang dimaksud dengan menggumuli dan mempertahankan kemurnian ajaran/Theologi Gereja adalah termasuk memilih calon Pucuk Pimpinan dan Praeses, Anggota Majelis Pusat GKPA dari kalangan Pendeta GKPA.

Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Harta benda GKPA adalah milik Allah. GKPA, yakni Parlagutan, Resort, Distrik, Kantor Pusat, Badan-badan, Lembaga-lembaga, Yayasan dan Unit usaha GKPA dalam hal ini dipercaya oleh Allah untuk mengelolanya. Hanya dalam hal itulah GKPA dapat disebut sebagai pemilik. Dan penggunaannya dimanfaatkan semaksimalnya untuk kepentingan GKPA secara keseluruhan.

Pasal 23

Cukup Jelas

Pasal 24

Yang dimaksud dengan kerjasama adalah hanya berkaitan dengan bidang ajaran, teologia dan pelayanan.

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Cukup Jelas

Pasal 27

Cukup Jelas

Pasal 28

Cukup Jelas

TATA LAKSANA

Pasal 1

Parlagutan sebagai persekutuan anggota jemaat GKPA di satu tempat tertentu dipimpin oleh Guru Parlagutan sebagaimana dimaksud dalam Tata Gereja Pasal 17 huruf a. Guru Parlagutan sebagai pimpinan Parlagutan bertanggung jawab kepada Pendeta Resort.

Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup Jelas

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

Cukup Jelas

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Cukup Jelas

Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11

Cukup Jelas

Pasal 12

Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14

Cukup Jelas

Pasal 15

Ayat (1) sampai dengan Ayat (8)

Cukup Jelas

Ayat (9)

Pendeta yang diserahi tugas Penggembalaan dan pelayanan di satu Parlagutan, sebagai Guru Parlagutan mempunyai tugas di bidang Theologia sebagai berikut:

a. Memberitakan Firman Allah dan melaksanakan Pekabaran Injil.

b. Melaksanakan penggembalaan, Diakonia dan Pelayanan Sosial dan Penguburan orang yang meninggal.

c. Melaksanakan pengajaran, pendidikan dan pembinaan iman Kristiani bagi remaja yang mengaku percaya (Sidi).

d. Melaksanakan pengajaran dan pendidikan iman Kristiani bagi orang dewasa yang akan menerima Baptisan Kudus.

e. Melayani Sakramen, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.

f. Melaksanakan pemberkatan anak Pelajar Sidi, Pernikahan dan Pengukuhan Sintua.

g. Membina anggota parlagutan menjadi manusia yang bertanggung jawab secara rohani.

h. Menciptakan dan memupuk kerukunan dan persatuan dalam Kristus ditengah-tengah Parlagutan.

i. Membimbing anggota Parlagutan menjadi anggota masyarakat yang baik serta bertanggung jawab kepada Tuhan.

j. Menjaga kemurnian ajaran-ajaran Gereja

Pasal 16

Cukup Jelas

Pasal 17

Cukup Jelas

Pasal 18

Cukup Jelas

Pasal 19

Ayat (1) sampai dengan Ayat (7)

Cukup Jelas

Ayat (8) huruf a.1. sampai dengan a.4.

Cukup Jelas

Ayat (8) huruf a.5.

Yang dimaksud dengan “setelah berkoordinasi”, ialah agar Guru Parlagutan yang Pendeta memberitahukan rencana pelaksanaan Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus kepada Pendeta Resort.

Ayat (8) huruf b. dan c.

Cukup Jelas

Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup Jelas

Pasal 23

Ayat (1) dan Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Pelaksana Harian adalah pimpinan harian Majelis Parlagutan.

Ayat (4) sampai dengan Ayat (12)

Cukup Jelas

Pasal 24

Cukup Jelas

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Cukup Jelas

Pasal 27

Ayat (1) dan Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Calon yang diajukan oleh Rapat Majelis Pendeta satu calon hanya untuk calon Ephorus atau hanya untuk calon Sekretaris Jenderal, sehinga calon tidak dapat sekaligus menjadi calon Ephorus dan calon Sekretaris Jenderal.

Ayat (4) sampai dengan Ayat (7)

Cukup Jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Huruf a.

Yang dimaksud dengan: ”Pendeta GKPA yang telah melayani aktif sekurang– kurangnya 15 tahun dalam lingkungan GKPA” ialah Pendeta calon Ephorus tersebut sudah bekerja pada GKPA sekurang-kurangnya 15 tahun, penugasan pada badan–badan di luar GKPA hanya alternatif lain bila di antara Pendeta GKPA calon Ephorus tidak ada yang dapat memenuhi syarat sekurang– kurangnya 15 tahun melayani aktif dalam lingkungan GKPA.

Huruf b. Sampai dengan huruf d.

Cukup Jelas

Ayat (2) sampai dengan Ayat (5) cukup Jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Huruf a.

Yang dimaksud dengan: ”Pendeta GKPA yang telah melayani aktif sekurang– kurangnya 15 tahun dalam lingkungan GKPA” ialah Pendeta calon Sekretaris Jenderal tersebut sudah bekerja pada GKPA sekurang-kurangnya 15 tahun, penugasan pada badan–badan di luar GKPA hanya alternatif lain bila di antara Pendeta GKPA calon Sekretaris Jenderal tidak ada yang dapat memenuhi syarat sekurang– kurangnya 15 tahun melayani aktif dalam lingkungan GKPA.

Huruf b. Sampai dengan huruf d.

Cukup Jelas

Ayat (2) dan Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Sedapat-dapatnya yang dipilih adalah Pendeta Distrik yang wilayahnya sama dengan tempat kedudukan Kantor Pusat GKPA.

Pasal 30

Cukup Jelas

Pasal 31

Cukup Jelas

Pasal 32

Cukup Jelas

Pasal 33

Cukup Jelas

Pasal 34

Cukup Jelas

Pasal 35

Cukup Jelas

Pasal 36

Cukup Jelas

Pasal 37

Cukup Jelas

Pasal 38

Cukup Jelas

Pasal 39

Cukup Jelas

Pasal 40

Ayat (1) dan Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Rapat Majelis Parlagutan yang dipimpin oleh Guru Parlagutan yang tidak berstatus Pendeta yang dipimpin oleh Pendeta Resort.

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 41

Cukup Jelas

Pasal 42

Cukup Jelas

Pasal 43

Cukup Jelas

Pasal 44

Cukup Jelas

Pasal 45

Cukup Jelas

Pasal 46

Cukup Jelas

Pasal 47

Cukup Jelas

Pasal 48

Cukup Jelas

Pasal 49

Cukup Jelas

Pasal 50

Cukup Jelas

Pasal 51

Cukup Jelas

Pasal 52

Cukup Jelas

Pasal 53

Cukup Jelas

Pasal 54

Cukup Jelas

Pasal 55

Cukup Jelas

Pasal 56

Cukup Jelas

Pasal 57

Cukup Jelas

Pasal 58

Cukup Jelas

Pasal 59

Cukup Jelas

Pasal 60

Cukup Jelas

Pasal 61

Cukup Jelas

Pasal 62

Cukup Jelas

Pasal 63

Cukup Jelas

Pasal 64

Cukup Jelas

Pasal 65

Cukup Jelas

Pasal 66

Cukup Jelas

Pasal 67

Cukup Jelas

Pasal 68

Cukup Jelas

Pasal 69

Cukup Jelas

Pasal 70

Cukup Jelas

Pasal 71

Cukup Jelas

Pasal 72

Cukup Jelas

Pasal 73

Cukup Jelas

Pasal 74

Cukup Jelas

Catatan:

Bab II ps.3 Agar direveisi pada amandemen berikutnya.

1 komentar:

  1. Kalau kita simak Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja GKPA saat ini, banyak hal yang perlu disimak kembali untuk ke depan dalam menyesuaikan perkembangan Zaman terhadap Keutuhan GKPA secara Gereja apabila kita simak pasal demi pasal. Yang paling menarik dalam Tata gereja dan Tata Laksana GKPA masih banyaknya kalimat atau Kata-kata yang masih harus diberi pengertiannya/artinya baik secara teori maupun secara depenisi. sehingga memudahkan jemaat untuk mengerti akan aturan-aturan yang berlaku di GKPA. Begitu juga aturan-aturan yang jelas mengatur suatu permasalahan, misalkan saja Penggunaan Bahasa dalam Tata Ibadah, penggunaan Lagu Pujian dalam Ibadah, bahkan Bahasa Persatuan yang digunakan yang seharusnya melekat unsur Angkola secara keseluruhan/Tapanuli Selatan. Contoh kalau kita simak "Hata Haporseaon/Janji Iman" diantara GKPA sendiri sering terjadi perbedaan-perbedaan kata antara satu Gereja GKPA dengan Gereja GKPA lainnya. Misalkan, Kalimat : Au porsaya di Debata ama na mar KUASO.....dst " sementara kalau di GKPA Lainnya mengatakan " Au Porsaya di Debata Ama Na GUMOGO... dst, yang seharusnya Doa ini bisa juga menunjukkan kesatuan bahasa yang sama. Begitu juga penggunaan Lagu-lagu belum diatur secara jelas di Tata Gereja dan Tata Laksana, dan masih banyak isi Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA yang perlu di perbaiki/cermati pasal demi pasal untuk mengantisipasi masa yang akan datang. Bahkan yang paling perlu diantisipasi adalah bagaimana seharusnya Perilaku seorang pelayaan gereja, jemaat termasuk pendeta dan juga Istri/Suami.
    Agak lain rasanya bila Seorang Jemaat diangkat sebagai pelayan Gereja namun Istri dan Anaknya jarang bergereja di Gereja GKPA. Kalau karena pekerjaan atau karena kondisi yang tidak memungkinkan mungkin bisa kita maklumi, tapi kalau sampai suami-istri beda tempat bergereja, mungkin perlu diatur dalam Tata Laksana atau Tata Gereja GKPA. Secara aturan memang bisa diartikan bahwa sepanjang tidak ada yang mengatur atau tidak mempermasalahkan suatu tindakan/perilaku, maka boleh-boleh saja dalam suatu kegiatan walaupun tindakan itu kurang pas dengan pelayanan di Gereja.
    Namun hal-hal seperti ini alangkah baiknya diantisipasi dikemudian hari dalam tatalaksana atau tata gereja GKPA agar tidak terjadi hal-hal yang sifatnya kurang baik.

    Unntuk sinode kalau bisa Penggunaan Kata-kata dalam Pasal, yang membuat Isi Pasal tersebut menjadi berada di posisi ABU-ABU (jelas dan tidak jelas) seperti kata-kata : "akan diatur dengan ketentuan lainnya", atau kata-kata "Lainnya" sebaiknya diminimalkan seminimal mungkin, agar Jemaat yang membacanya tidak ragu mengatakan yang benar dan yang salah.

    Dan satu lagi amang Usul: Kalau ada Lagi Mars GKPA ada Lagu Hyme GKPA, maka alangkah baiknya kalau Disinode diputuskan akan perlunya
    "LAGU PERSATUAN GKPA". Sehingga dengan menyanyikan Lagu Persatuan GKPA tersebut menambah Kesatuan, iman dan keyakinan jemaat serta kecintaan Jemaat terhadap GKPA secara Keseluruhan.
    Saya pernah dengar suatu lagu yang menceritakan Perkembangan GKPA mulai dari awal Pembentukan HKBPA, Urutan Berdirinya Gereja-gereja GKPA / perkembangan Penambahan Gereja GKPA dan perihal lainnya tentang cerita GKPA sampai tahun 1984, saat Martumba di Haunatas, Kec. Marancar. Lagu itu mungkin masih bisa dihafal beberapa Orang Tua/Lanjut Usia di Lingkungan Jemaat GKPA. Agak sulit mencari Teks dan lagu tersebut, namun teks dan lirik lagu tersebut bisa menjadi masukan untuk Lagu Persatuan GKPA. Karena menurut cerita bahwa LAGU tersebut dibuat untuk menandakan rasa syukur akan berdirinya HKBPA yang saat in menjadi GKPA, para Orang Tua/yang sudah lanjut Usia di Haunatas, Marancar atau di Desa lainya masih ingat kata-kata lagu tersebut yang benar-benar menceritakan sejarah GKPA termasuk urutan Gereja-gereja GKPA.

    Maaf amang... ini hanya usulan saja haha.a.ha ha.a.ha..Mudah-mudahan melalui Sinode nanti bisa berjalan lancar dan menghasilkan Suatu Hasil Sinode yang baik untuk GKPA secara khusus dan di Luar GKPA secara umum.Syaloom.. Horas..

    BalasHapus