Rabu, 01 April 2009

Bacaan Alkitab Minggu 10 April 2009

ANAK ALLAH YANG MENDERITA

Merasa ditinggalkan teman atau sahabat adalah keadaan yang sangat menyakitkan. Teman dimaksud bisa ‘sahabat-sahabat, teman sekerja, teman satu kumpulan, atau pacar bagi para remaja’. Orang yang merasa ditinggalkan, dalam ungkapan Batak disebut ‘songon tandiang na hapuloan’ (seperti pohon pakis yang dibiarkan tumbuh hanya satu batang). Orang seperti itu biasanya diliputi rasa cemas, takut, ragu, bimbang dan kesepian, karena bila terjadi suatu masalah tidak ada yang datang menolong atau menyapa.
Lebih sakit dari perasaan seperti yang disebut di atas perasaan pemazmur yaitu Daud, sebab dia merasa ditinggalkan Tuhan. Tidak diketahui secara pasti kapan Daud merasakan perasaan seperti ini.
Mazmur (dari bahasa Arab), ‘mizmor’ (dari bahasa Ibrani) adalah “nyanyian yang keluar dari hati yang terdalam sesuai dengan pengalaman”. Nyanyian tersebut bisa berisi ungkapan pengakuan iman kepada Tuhan (Mzm.23), bisa berisi doa atau permohonan (Mzm. 28), bisa berisi pengakuan dosa (Mzm.51), bisa berisi keluhan atau seruan kepada Tuhan sebagaimana nas ini. Beraneka ragam isi atau tema sebuah mazmur. Yang pasti, mazmur adalah ungkapan perasaan atau refleksi berdasarkan pengalaman. Daud mengalami penderitaan dan dalam penderitaan itu dia merasa ditinggalkan oleh Tuhan.
Daud merasa ditinggalkan oleh Tuhan, sehingga dia berseru kepada-Nya dengan mengatakan: ‘Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? (ay.2). Selain merasa ditinggalkan oleh Tuhan, Daud merasa dirinya sangat hina. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak lebih dari seekor ‘ulat’ dan bukan manusia. Kata ‘ulat’, dalam terjemahan bahasa Inggris disebut ‘worm’ (cacing). Baik ulat maupun cacing sama-sama dibenci oleh manusia dan selalu diusahakan untuk menjauhinya. Daud menyamakan dirinya sepert cacing di mata manusia. Dia dijauhi, dipinggirkan bahkan direncanakan untuk dibunuh.
Kapankah pengalaman seperti ini dialami oleh Daud? Jawaban untuk itu sulit dipastikan. Yang pasti, Daud pernah mengalami perasaan ‘ditinggalkan oleh Tuhan”.
Mazmur Daud ini digunakan oleh Yesus ketika Dia di kayu salib. Dikatakan dalam Matius 27:46 “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”. Yesus menyerukan kata-kata itu menunjukkan bahwa Dia merasa sedih. Yesus ditinggalkan Allah. Bukankah orang berdosa yang pernah ditinggalkan oleh Allah? Apakah Yesus berdosa? Yesus tidak berdosa.
Saudara-saudara! Seruan Yesus ini adalah bukti bahwa Dia masuk ke dalam pengalaman orang berdosa. Dia mau mengalami pengalaman orang yang ditinggalkan Allah kareana dosa walaupun Dia tidak melakukan dosa. Dia mengalami bagaimana sedihnya ditinggalkan Allah. Dari salib itu dia berseru, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani? Rasul Paulus berkata: Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Kor. 5 : 21). Dan nabi Yesaya sudah mengatakan sebelumnya bahwa : “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh (Yes. 53:3 –5).
Mazmur 22 dan Yesaya 53 nampaknya menjadi nubuatan tentang Yesus yang menderita di kayu salib. Mazmur 22:2 jelas diucapkan Yesus di Kayu Salib (Mat.27:46, Mark.15:34).
Allah Yang Kudus. Pengalaman yang penuh derita karena merasa ‘ditinggalkan’ oleh Allah, tidak membuat iman pemazmur mundur dari Allah. Pemazmur mengucapkan iman percayanya bahwa Allah adalah Yang Kudus. Kata ‘kudus’ yang menjadi keberadaan Allah menunjukkan ‘keterpisahan Allah dari seluruh ciptaan-Nya’, dimana keberadaan Allah tidak dapat dijelaskan dengan pikiran, dengan akal budi manusia. Hukum atau aksioma yang dikenal manusia tidak berlaku bagi Allah Yang Kudus. Misalnya, orang Batak berkata: na sinuan ingkon tubu, na niumpat ingkon malos (yang ditanam pasti tumbuh dan yang dicabut pasti layu), tidak berlaku bagi Allah Yang Kudus, sebab Dia dapat mengubah segala sesuatu. Dalam pengalaman rohani Ayub dia berkata: “Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela perilakuku di hadapan-Nya (Ayb. 13:15).
Pemazmur menjadi kuat menghadapi masalahnya karena dia mempercayakan dirinya kepada Allah Yang Kudus itu. Dalam pengalaman rohani pemazmur dia membuat perbandingan pengalamannya dengan pengalaman nenek-moyangnya bersama Allah Yang Kudus. Pemazmur berseru-seru tetapi Allah Yang Kudus tidak menjawab, padahal nenek-moyangnya berseru mereka tidak mendapat malua (baca: mereka mendapat jawaban yang positif dari Allah Yang Kudus.
Yesus disalibkan adalah bukti kemahakuasaan Allah Yang Kudus. Sungguh tidak dapat kita selami rancangan Allah bila kita kaitkan dengan Yesus yang disalibkan. Seturut dengan itu Rasul Paulus mengatakan: “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (Rm.11:33-36). Demikian juga Yesaya mengungkapkan Firman Allah yang mengatakan: “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN (Yes.55:8); Allah Yang Kudus tidak membutuhkan penasehat: “Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat (Yes. 4:13). Rasul Paulus mengungkapkan imannya tentang Allah yang Kudus dengan mengatakan: “namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup (1 Kor. 8:6).
Makna Kematian Yesus bagi kita. Yesus yang mati di Kayu Salib merasakan sepenuhnya bagaimana sakitnya disiksa (Batak: dipasiak-siak) sebelum Dia menghembuskan nafas-Nya yang terakhir. Rasa sakit yang luar biasa itu membuat Dia berseru kepada Allah dengan mengatakan: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Penderitaan dan kematian itu memberi makna bagi kita: Pertama: Menyatakan kepada kita bahwa Dia sungguh-sungguh mengasihi kita. Dia mati untuk kita. Ajaran ini mendasari nasehat-nasehat Rasul Paulus, perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
• Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah (Rm.5:6). Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (Rm.5:8).
• Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (Efs.5:2).
• Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia (1 Tes.5:10).

Tidak hanya Rasul Paulus, Rasul Yohanes juga mendasari ajaran ini dalam nasihatnya: “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita” (1 Yoh.3:16)). Kedua: Dengan menyadari bahwa Allah sungguh-sungguh mengasihi kita, maka kita akan mampu menghadapi segala tantangan hidup. Seperti seorang anak yang mengetahui bahwa orangtuanya sayang kepadanya, dia akan kuat dan bersemangat menghadapi kesulitan hidup. Ketiga: Kita akan menjadi manusia pengasih dan rela berkorban untuk menolong orang lain. Yesus menjadi teladan bagi kita dalam hal mengasihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar