KUASA-NYA MELINDUNGI
Yesus adalah Mesias yang menderita, sebagaimana sudah dinubuatkan oleh para nabi, terutama Yesaya (fs.53). Artinya, Yesus harus menjalani jalan penderitaan untuk mengerjakan keselamatan manusia. Dia dikhianati, ditangkap, diadili, dihukum, dan disalibkan. Tidak seperti para pahlawan yang menghabisi lawan-lawannya dengan kekuatan dan keperkasaan, Yesus malah tampil dengan kerendahan hati, siap dikurbankan sebagai tebusan. Namun bukan berarti Dia tanpa kuasa. Justru sebaliknya, Dia begitu berkuasa. Dengan penuh kuasa, Yesus melayani orang banyak dan memberi mereka kesejahteraan dan sukacita. Kekuasaan-Nya juga telah membuat kalap para pejabat agama dan politik, sehingga mereka membunuh-Nya. Namun begitu, kuasa-Nya tidak didasarkan pada paksaan atau kekerasan, melainkan kuasa untuk melayani, kuasa yang siap mengalah dan menderita demi kepentingan umat yang dilayani.
Secara kronologis, penderitaan Kristus itu dimulai dari Getsemani dan berakhir di Bukit Golgata, tempat Yesus disalibkan. Semua itu dijalani Yesus dengan kesediaan menderita tanpa perlawanan. Demikianlah, penderitaan Yesus itu telah mendatangkan keselamatan bagi umat yang berdosa, serta meninggalkan teladan bagi setiap orang percaya, terutama dalam dalam hal kesetiaan kepada Allah Bapa dan bagaimana sikap kita menghadapi penderitaan. Seperti dari peristiwa yang terjadi di Getsemani ini ada beberapa hal dari sikap Yesus yang perlu kita simak untuk diteladani, yaitu:
1. Berkumpul dan berdoa
Taman Getsemani di seberang sungai Kidron, telah menjadi tempat khusus bagi Yesus untuk berkumpul dan berdoa dengan para murid-Nya. Memang, Injil Yohanes tidak menyebut secara spesifik doa ini, tetapi Injil lain (Mat.26:36-46; Mrk.14:32-42; Luk.22:39-46)) menyebut bahwa Yesus berdoa disini. Yesus sering mengunjungi tempat ini, hingga Yudas sendiri sudah hafal betul tentang itu. Setelah seharian bekerja, Dia berkumpul di taman Getsemani. Artinya, bukan hanya pada saat mau menghadapi penderitaan saja Yesus ke tempat itu, tetapi berkumpul dan berdoa telah menjadi kebiasaan hidup-Nya. Melalui itu, Yesus membina persekutuan doa dengan para murid-Nya, sekaligus menjalin komunikasi yang aktip dengan Allah Bapa, terutama pada saat-saat menghadapi pergumulan yang amat berat. Dengan cara itulah, Yesus membangun komitmen-Nya yang sungguh untuk taat dan setia menjalankan kehendak Bapa-Nya, apa pun risikonya. Dari persekutuan yang seperti itu, timbullah keberanian, kekuatan, dan harapan
Dari sini ada pelajaran berharga untuk kita petik. Setiap kita mungkin adalah orang-orang yang sihuk bekerja, dan memiliki masalah atau pergumulan. Tetapi hendaknya diingat, bahwa kita tidak hanya disuruh Allah bekerja, tetapi juga istirahat. Ya, istirahat yang khusus. Yaitu, waktu untuk berkumpul dan berdoa bersama, terutama dengan keluarga, dan dengan saudara seiman. Bila perlu di tempat yang khusus, seperti di Gereja, atau retreat di alam terbuka yang indah. Inilah cara kita melepaskan kepenatan, menyegarkan rutinitas kegiatan yang jemu, membina hubungan dan solidaritas dengan sesama, serta membangun keakraban dengan Allah, sebagai sumber inspirasi, motivasi dan mendapatkan kekuatan yang baru. Singkatnya, Tuhan menghendaki kita untuk bersekutu, dan membangunnya terus-menerus. Terutama pada saat kita menghadapi masalah atau pergumulan. Sering terjadi, kita mengaku memiliki banyak masalah, tetapi jadinya menutup diri, menyendiri, dan sangat sedikit berdoa. Jadinya lemah, stress, bahkan ada yang nekad bunuh diri karena frustrasi. Maka model berkumpul dan berdoa yang dilakoni Yesus ini penting kita lakukan. Dengan berkumpul, ada sharing untuk saling menguatkan. Dan dengan doa lahirlah kekuatan menghadapi masalah, keberanian menghadapi ancaman, dan terbitnya harapan baru.
2. Berani menghadapi ancaman
Pada saat Yesus berkumpul dan berdoa bersama dengan para murid-Nya datanglah ancaman. Yudas, si murid pengkhianat, datang ke taman itu bersama sepasukan prajurit dan para penjaga Bait Allah hendak menangkap Yesus. Mereka adalah suruhan imam-imam kepala dan orang-orang Farisi. Kedatangan mereka yang lengkap dengan lentera, suluh dan senjata, menunjukkan bahwa di mata mereka Yesus adalah penjahat kelas kakap. Dari “rombangan tamu yang tak diundang” itu terlihatlah juga bahwa kelompok yang memusuhi Yesus adalah koalisi antara pejabat agama dan politik. Mengapa? Karena merekalah kelompok yang paling terancam oleh ajaran, kritik, dan pola kepemimpinan serta pelayanan yang Yesus jalankan. Dengan menyebut diri-Nya seorang pelayan, Yesus mengkritik para elit agama yang mengejar kehormatan dan kekayaan. Ia mengutuk para penguasa yang otoriter dan menindas rakyat miskin dan lemah. Karena itulah mereka berusaha untuk menyingkirkan dan membunuh Yesus, dengan tuduhan menodai agama dan memberontak kepada Kaisar.
Para pejabat agama Yahudi dan politik melakukan cara yang hati-hati untuk menyingkirkan Yesus. Sebab, Yesus tidak saja memiliki sekumpulan kecil pengikut yang setia, melainkan juga berpengaruh atas kumpulan banyak orang. Pengaruh-Nya atas orang banyak begitu besar, sehingga para penguasa mengkuatirkan pecahnya revolusi. Para penguasa itu tahu, jika mereka tak berhati-hati dalam memperlakukan Yesus, mereka akan menghadapi pemberontakan (bnd.Luk.22:2). Maka mereka menangkap-Nya dalam kegelapan dan tempat sepi, untuk menghindari huru-hara. Dan di sinilah peran Yudas diperlukan.
Bagi Yesus, kedatangan mereka adalah berarti penderitaan-Nya akan segera dimulai. Maka, dengan langkah maju ke depan Dia bertanya: “siapakah yang kamu cari”? Jawab mereka: “Yesus dari Nazaret”. Dan Yesus berkata: “Akulah Dia”. Sebutan “Akulah Dia” adalah perkataan yang seringkali diucapkan Yesus dalam Injil Yohanes ini. Itulah lafal dari nama Allah yang agung itu, yaitu nama yang dipakai-Nya untuk menyatakan diri kepada Musa di dalam semak-belukar yang menyala-nyala (Kel.3:14). Perkataan: “Akulah Dia”, adalah Firman yang menjadi daging. Nama itulah yang dipakai Yesus untuk memperkenalkan diri-Nya kepada perempuan di sumur (Yoh.4:26). Juga kepada murid-murid-Nya di tengah-tengah laut yang sedang bergelora (Yoh.6:20). Dan sekarang, nama diri itulah yang diucapkan Yesus kepada para penangkap-Nya. Dengan menyebut nama seperti itu, Yesus menunjukkan kuasa-Nya, yang membuat para penangkap-Nya mundur dan jatuh ke tanah. Di situlah tampak kuasa Yesus jauh melebihi kuasa duniawi dan kekuatan senjata sekali pun. Jadi yang terjadi sebetulnya adalah Yesus bukan dikalahkan tetapi mengalah; bukan ditangkap paksa, melainkan menyerahkan diri; sebagai bukti kerelaan-Nya menanunggung segala derita akibat dosa manusia.
Maju ke depan dan berkata “Akulah Dia”, menunjukkan keberanian Yesus menghadapi ancaman. Dia tidak takut pada kuasa kejahatan. Dia berani karena Dialah kebenaran. Dia berani karena kuasa-Nya mengatasi segala kuasa. Dia berani karena Dia mengetahui makna penderitaan-Nya. Sungguh, pemimpin yang berani menghadapi ancaman seperti itulah maka Yesus layak menjadi andalan dan benteng pertahanan orang percaya. Hanya dengan mengandalkan kuasa Yesus dan firman-Nya, pasukan duniawi yang berniat jahat dan penyebar ancaman, dapat dikalahkan oleh orang-orang percaya. Paulus menyebut bahwa firman Allah adalah ketopang keselamatan dan pedang Roh (Ef.6:17). Jadi perenungan kita sebenarnya adalah bukanlah seberapa besar tantangan dan ancaman yang kita hadapi, melainkan seberapa besar keyakinan kita pada kuasa Yesus dan firman-Nya.
3. Melindungi
Maju ke depan dan mengatakan “Akulah Dia” adalah juga cara Yesus melindungi murid-muridNya. Yesus akan ditangkap sebagai tawanan, tetapi bukan sebagai seorang tawanan yang tak berdaya, melainkan laksana seorang raja yang berkuasa memerintah: “jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi”. Di sinilah tampak Yesus menjadi Gembala Yang Baik, yang ketika musuh datang maka Dia berusaha untuk menyelamatkan domba-dombaNya. Yesus tampil di depan menghadapi musuh, untuk melindungi murid-murid-Nya. Sehingga genaplah firman yang menyebut: “Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorang pun kubiarkan binasa” (Yoh.17:12)..
Yesus, Sang Pemimpin yang melindungi murid-murid-Nya ini, harus menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi setiap pemimpin di dunia ini. Banyak sekali pemimpin yang ketika masalah datang berilmu selamat, atau bos yang dilindungi anak buah, atau mengorbankan bawahan asal dirinya selamat. Yesus tidak demikian. Kuasa-Nya adalah untuk melindungi sepanjang masa, termasuk bagi kita sekarang ini. Yesus tidak akan membiarkan seorang pun dari umat percaya binasa. Setiap kita berharga di mata Tuhan. Dia melindungi kita bukan dengan otot/kekerasan, melainkan dengan kuasa firman-Nya. Ingatlah firman-Nya yang menyebut: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh.16:33b). Inilah sumber keberanian dan kekuatan orang percaya dalam menghadapi segala tantangan dan perjuangan iman di dunia ini, sehingga tidak perlu takut. Tidak takut, bukan karena nekad. Tetapi tidak takut, sebab ada kuasa Tuhan yang melindungi. Maka, jadilah pengikut Kristus yang setia. Tunaikanlah tugas panggilanmu dengan baik dan tekun. Tuhan pasti menyertai. Amen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar