LAPORAN BUKU
THE ORIGINAL JESUS
The Life and Vision of a Revolutionary
by
TOM WRIGHT
(Oxford: Lion Publishing, 1996) 34-55
PENDAHULUAN
Untuk melihat lebih dalam tentang pemikiran Tom Wright, kali ini kita akan melihat uraiannya tentang “Dua Sisi Cerita” dan “Khotbah di Bukit”. Wright ingin membuktikan kepada kita bahwa penelitian Yesus sejarah melalui perumpamaan dan pengajaranNya sungguh menggembirakan.
DUA SISI CERITA
Dua sisi cerita ini digali dari perumpamaan Yesus tentang “Anak yang hilang”(Luk.15:1-2, 11-32). Pada umumnya kita menggambarkan bahwa cerita anak yang hilang ini adalah bahan cerita untuk anak-anak: illustrasi-illustrasi kecil. Tapi Wright mengatakan ide-idenya nyata, kendati pun cerita ini abstrak.
Menurut orang, cerita Yesus ini, hanya merupakan ‘cerita-cerita duniawi dengan pengertian sorgawi’. Tetapi itu omong kosong! Cerita-ceritaNya jauh lebih kuat dari hal duniawi itu. Cerita-cerita Yesus menciptakan dunia-dunia. Menceritakan cerita dengan cara yang berbeda akan mengubah dunia. Dan itulah maksud dan tujuan Yesus.
Wright mengatakan, manusia pada masa Yesus mengetahui bahwa cerita-cerita merupakan sebuah usaha; atau cara untuk mendapatkan pengertian yang nyata. Tetapi untuk mengerti cerita Yesus yang nyata saat ini bukan selalu mudah. Manusia dalam zaman Yesus akan mengetahui apa yang Yesus bicarakan; tetapi bagi kita, hal ini adalah upaya membuat sejarah kembali dengan pemikiran terdalam dari pendengar asli.
Sebuah berita revolusioner
Wright menceritakan bahwa Yesus membawa berita yang revolusioner di mana seseorang bisa menanggalkan segala harkat dan martabatnya demi orang yang berdosa yang kembali dari jalannya yang salah. Wright menelusuri keadaan orang desa pada abad pertama di Palestina bahwa setiap orang mengenal siapa seseorang dan siapa dia. Setiap orang mengenal siapa yang lebih senior. Kemasyarakatan ini memberikan sebuah nilai tinggi pada umur dan hikmat. Mereka menghormati para tua-tua dengan bertindak bermartabat tinggi. Yesus menceritakan cerita tentang seorang tokoh senior, figur yang dihormati yang melemparkan martabatnya dari jendela dan berlari di jalan.
Kemudian berita revolusioner yang lain adalah adanya kejutan. Ceritanya sangat dikenal, tetapi biasanya kita tidak menghargainya. Seharusnya disebut cerita Ayah yang Berlari, tetapi hal ini lebih terkenal sebagai cerita Anak yang Hilang.
Seorang ayah yang memiliki dua anak. Anak yang bungsu meminta kepada ayahnya harta warisan bagiannya. Cerita ini mengejutkan bagi umat yang pertama mendengar. Di dalam kemasyarakatan kita, anak-anak sering meminta ayahnya untuk memberi dengan banyak. Bahkan dengan nada yang mengancam ‘Aku ingin Anda meninggal’. Hal ini membuat ketakutan pada ayah.
Dan ayah tentu setuju pada permintaan itu. Dan memberikan tanah milik bagian anaknya. Anak bungsu menjual harta warisannya dan pergi meninggalkan keluarganya. Dia menghabiskan uangnya, dia pun melarat; akhirnya dia memberi makan babi-babi. Tetapi jauh dalam pikirannya mengatakan pada dirinya bahwa lebih baik kembali ke rumah ayahnya.
Inilah kejutan berikutnya. Pada umumnya seseorang yang merasa malu dan berdosa tidak akan mau kembali ke rumah. Dia telah membuat marah ayahnya; dia merasa malu pada seluruh keluarga. Tetapi dia pulang ke rumah dan mujizat pun terjadi. Ayahnya yang sudah tua itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Tidak hanya itu; dia membuat pesta bagi seluruh desa itu. ‘Inilah anakku yang telah mati, dan hidup kembali.’
Namun anak sulung sangat marah kepada ayahnya di depan para tamu-tamunya. Tetapi sang ayah secara dewasa memberikan penjelasan bagi anak sulung. Ayahnya ingin agar anak sulungnya mengerti hal yang membahagiakan dia. Lagi-lagi ayahnya merendahkan martabatnya sendiri. “Adikmu ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Kejutan terakhir di dalam cerita ini adalah akhir cerita ini begitu cepat. Seperti ketika kita menonton film, pada akhir ceritanya saat kita ingin mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya, Yesus membiarkan ceritanya gantung mengawang di udara.
Apa yang dia dapatkan?
Dari cerita tersebut, Wright memaparkan akibat yang Yesus terima dari masyarakat dan dari golongan agama. Jadi apakah makna semuanya itu? Apakah sesungguhnya kenyataan dibalik cerita ini? Inilah cerita umum tentang kasih Allah bagi kita, anak-anak yang boros. Inilah salah satu sisi menurut Wright. Cerita ini bagaikan bangsa Israel yang pergi ke pembuangan, dan kemudian kembali lagi! Cerita ini menceritakan tentang Kerajaan Allah, tentang pembebasan bangsa Israel.
Tetapi mengapa Yesus menceritakannya dengan jalan ini, dengan karakter ini? Inti cerita ini adalah alasan berpesta. Yesus dikritisi secara luar biasa oleh wali-wali keturunan tradisi-tradisi, sebab Yesus merayakan Kerajaan Allah, bukan dengan orang benar dan golongan keagamaan, melainkan dengan orang-orang hina, orang tak beragama, dan orang pinggiran.
Kendati pun Yesus menerima kritikan tersebut, Yesus tetap menjelaskan mengapa Yesus bertindak di dalam cara yang memalukan. Yesus membawa Kerajaan Allah; Dia membawa pembebasan yang nyata, kembali dari pembuangan, sehingga tentulah ada sebuah pesta. Lebih dalam Yesus menjawab: inilah anakKu, inilah saudaramu, telah mati dan hidup kembali – Israel hidup kembali. Gambaran lain Wright hubungkan dengan penglihatan nabi Yehezkiel tentang tulang-tulang kering di sebuah lembah, semuanya menjadi hidup (Yehz. 37:1-6, 11-14). Hal ini merupakan sebuah kebangkitan bagi bangsa Israel.
Sisi yang kedua menurut Wright adalah tentang anak sulung dalam cerita ini. Anak sulung ini adalah orang yang tidak ingin mendengar versi Yesus tentang cerita Kerajaan Allah. Mereka ingin menjaga versi Kerajaan Allah mereka secara utuh. Mereka ingin memegang erat-erat martabat kepribadian atau bangsa atau budaya mereka daripada mengejar nabi aneh yang merayakan Kerajaan Allah dengan umat yang salah. Maka Yesus menyebut mereka dengan umat yang tidak menginginkan Israel kembali dari pembuangan. Di dalam kitab Yahudi mereka adalah orang-orang Samaria.
Yesus menceritakan seluruh kebaikan orang-orang dalam cerita-cerita ini. Setiap orang sama seperti sebuah dinamit yang siap meledak setiap saat. Dia pergi ke sana ke mari merencanakan bahan peledak di dalam hati dan pikiran umat. Kerajaan Allah, pemerintahan Allah yang baru sedang berlangsung untuk merubah segala sesuatunya; seluruh dunia akan berbalik. Dengan demikian siapakah yang mempersiapkan hidup dengan cerita ini? Inilah pertanyaan yang bergema dari cerita ini sejak saat itu hingga hari ini.
Dari cerita ini dapat kita lihat bahwa tak ada mediasi antara anak yang hilang dengan ayahnya sendiri. Pada hal dalam tradisi Israel dosa umat manusia selalu dipulihkan melalui institusi Bait Allah yang dipimpin oleh imam. Yesus mengajarkan sebuah kerahiman Allah yang bukan berasal dari institusi Bait Allah.
KHOTBAH DI BUKIT
Dalam bagian ini, Wright menguraikan pengajaran Yesus di bukit yang dikenal dengan “Khotbah di Bukit” (Mat.4:23,25; 5:1-16, 38-45). Pada zaman Yesus, pegunungan-pegunungan di atas Laut Galilea digunakan untuk revolusi-revolusi kudus. Orang Romawi membawa kerajaan Allah ke dalamnya – dengan paksaan jika perlu. Mengapa Yesus pergi ke sana untuk mengajar pengikutnya? Dan apakah isi khotbah yang membuat mereka tersungkur di hadapan Yesus? Orang-orang berpikir bahwa Khotbah di Bukit merupakan pusat Kekristenan. Tetapi apakah yang diberitakannya?
Bukit merupakan sebuah simbol bangkitnya seorang pemimpin baru. Para nabi kalau naik gunung, hal itu menggambarkan akan ada seorang pemipin baru. Misalnya Musa yang naik gunung Sinai. Musa menjadi pemimpin bagi bangsa Israel. Jika Yesus disebut naik ke bukit, hal itu berarti Yesus akan menjadi pemimpin baru bagi bangsa Israel. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bukit merupakan simbol bagi pengangkatan Yesus sebagai pemimpin baru bagi bangsa Israel.
Menurut sebagian orang, bahwa Khotbah di Bukit secara sederhana terdiri dari kata-kata Yesus kepada umat untuk berbuat baik kepada orang lain. Gambaran umum yang terkenal dari khotbah ini adalah kelemah-lembutan, kehidupan keagamaan yang romantis, terhindar dari dunia. Pendapat lain mengatakan, dengan Khotbah di Bukit ini, kita akan berpikir bahwa Yesus hanya berbicara tentang bagaimana manusia ke sorga setelah mati.
Sebuah manifesto bagi perubahan
Apakah yang diberitakan khobah di bukit itu? Menurut Wright, ketika Yesus pertama memberikan apa yang sekarang kita sebut Khotbah di Bukit, Dia sedang menaiki sesuatu yang akan menunjukkan pada kita lebih seperti sebuah kenyataan politik. Dia bagaikan seseorang yang sedang menghidupkan dukungan bagi sebuah gerakan baru, seorang penyebab besar. Dia disebut para pendengarNya, secara sederhana, sebuah jalan menjadi Israel, sebuah jalan menjadi umat Allah di dunia ini.
Untuk dapat menggumuli apa artinya ini, menurut Wright, kita butuh kembali ke dalam tradisi tertua Israel. Mengapa ada ‘umat pilihan’ di dalam tempat pertama? Menurut Alkitab, Allah Pencipta memilih Abraham dan keluarganya, nenek moyang Israel dan pemecah persoalan seluruh dunia. Israel disebut menjadi umat pilihan dengan tujuan: umat yang kepadanya Allah akan menjadikan dunia baik. Israel disebut menjadi terang dunia dan garam dunia.
Orang Israel pada waktu itu bertanya, apakah orang miskin bisa menjadi terang dunia? Akan datangkah Kerajaan Allah itu? Yesus menjawab dengan tegas tidak. Yesus memanggil dan menegur para orang sezamanNya menjadi umat Allah di dalam jalan yang radikal. Yesus dengan bijaksana mengumumkan berkat Allah – tetapi dia memberkati orang-orang yang berdosa: orang miskin, orang yang berdukacita, lembut, lapar, miskin hati, yang dianiaya, pembawa damai. Ketika revolusi yang nyata tiba, dia nampaknya berkata orang-orang revolusioner tidak akan diterima. (bnd. Luk.1:53)
Membuat dunia menjadi jungkir balik
Yesus telah memutar segala sesuatunya terbalik. Dia menuntut bahwa kepatuhan yang nampak dari luar tidaklah cukup. Allah menginginkan sebuah perubahan segalanya – termasuk hati umat. Jika seseorang menampar pipi kananmu, mereka akan memukul dengan belakang tangan – sebagai hal yang memalukan. Tetapi Yesus memutar balikkan dengan berkata: “Jika mereka memukul engkau kembali berilah juga kepadanya pipi kirimu” (Mat.5:39). Artinya, jika mereka menampar pipi kiri itu berarti kita mereka anggap setara dengan mereka. Yesus mau mengajarkan bahwa yang hina bisa menjadi orang yang setara dan dihormati.
Seluruh khotbah berbicara tentang resiko besar iman: yang merubah dunia, hingga sekarang. Jika kita mau percaya bahwa Allah adalah Allah, maka kita membiarkan kebangsaan dan prioritas pribadi kita berubah. Maka Yesus menekankan khotbahNya dengan sebuah peringatan. Jangan sangka bahwa hal ini sebuah pilihan di antara yang lain. Hanya inilah jalan pergi, jalan Israel yang benar yang menuju umat Allah (bnd. Mat.7:15-20).
Revolusioner yang nyata
Beberapa para pendengarnya mengikutiNya; dan dari sana mereka disebut dua belas orang dan membawa mereka ke bukit kembali untuk mengutus mereka untuk tugas yang mulia (Mrk.3:13-19). Dengan demikian, ketika Yesus memilih kedua belas muridNya dan memberikan tugas mulia di sana, hal itu harus dilihat bahwa begitu banyak pendiri gerakan revolusioner.
Pesan ini datang dari bukit Galilea kepada pintu kota kudus, Yerusalem itu sendiri, 70 mil ke selatan. Hal yang utama di Yerusalem adalah bait Allah, sering menunjukkan sebagai ‘rumah’ yang sederhana, yang dibangun di atas batu Bukit Sion dan orang Yahudi melihatnya sebagai simbol keamanan mereka.
Pada akhir Khotbah di Bukit, Yesus menunjuk tantangan hikmat pada seluruh orang yang berpihak kepada bait Allah. Seseorang berkata, siapa yang mendengar suaraku dan mereka lakukan – mereka akan menjadi orang yang sungguh-sungguh bijaksana, orang yang membangun rumahnya di atas batu. Dengan kata lain, adalah gerakan bait Allah yang benar. Allah bekerja di dalam Yesus, hal yang nyata pada bait Allah yang menjadi hal yang berguna bagi semua orang. Inilah dinamit keagamaan dan politik.
Pemimpin Israel pada zaman Yesus menolak teguranNya, tidak mendengar peringatanNya dan terus mengejar mimpi revolusi militer mereka, menjaga terang bagi mereka sendiri dan memastikan bahwa hanya merekalah terang dunia. Banyak orang Yahudi tahbisan mengikuti pemimpin mereka kepada kehancuran. Dan rumah Allah dihancurkan oleh Romawi hanya empat puluh tahun setelah Yesus mengingatkan mereka tentang hal itu.
TANGGAPAN ATAS LAPORAN
Tom Wright dalam pembukaannya mengatakan bahwa bukunya ini dibagi dalam dua bagian yaitu: Pertama, sebagian isi buku ini bersumber dari versi yang ditunjukkan dalam TV. Dalam bagian ini kita menemukan kisah-kisah tentang Yesus dulu dan sekarang. Kedua, sebagian lagi ditambahkan supaya orang yang terkecoh oleh bagian pertama dapat melihat bagaimana mereka mungkin mengikuti isu-isu yang berkembang dan mulai menemukan banyak dari dalamnya. Dalam bagian ini Wright menawarkan pemikiran yang lebih luas dengan membaca Injil dengan kedua mata yang terbuka.
Dua bagian yang sedang kita bicarakan tadi merupakan cerita dan pengajaran yang didengar dan diceritakan dulu dan hendak dimengerti juga oleh pendengarnya pada zaman sekarang. Wright mencoba mengerti seluruh cerita perumpamaan dan pengajaran Yesus dari pemahaman masyarakat pada zaman Yesus dan memahaminya pada saat sekarang ini. Bahkan Wright berpendapat bahwa dengan menceritakan cerita perumpamaan dan pengajaran Yesus dengan cara yang berbeda akan mengubah dunia saat ini. Dalam bagian dua bukunya ini nanti (Membaca Injil dengan kedua mata terbuka), Wright akan lebih menjelaskan lebih dalam bahwa cerita-cerita bukanlah hanya bahan cerita anak-anak, pengikat yang indah di sekitar sisi pemikiran serius yang abstrak. Melainkan cerita-cerita itu merupakan dinamit dan eksplosif yang melakukan segala sesuatu; yang merubah segala sesuatu dan membuat segala sesuatu.
Wright menceritakan juga bahwa Yesus membawa berita yang revolusioner di mana seseorang bisa menanggalkan segala harkat dan martabatnya demi orang yang berdosa yang kembali dari jalannya yang salah. Kemudian berita revolusioner yang lain adalah adanya sebuah kejutan di dalam gerakan Yesus. Jelaslah bahwa bagi Wright cerita Anak Hilang itu membawa dua sisi yakni sisi pertama, cerita ini mengisyarakan akan kebangkitan bangsa Israel dari pembuangan. Dan sisi yang kedua, cerita ini mengisyaratkan tentang orang Israel yang tidak mengakui kedatangan Mesias itu.
Pendekatan Wright ini lebih bersifat pastoral yang mencoba melihat Yesus dari sisi perumpamaan dan pengajaranNya dan diaplikasikan ke dalam dunia saat ini. Atau dapat dikatakan bahwa Wright mempolitisasi cerita Anak Hilang ini menjadi cerita kebangkitan bangsa Israel. Agar cerita ini menjadi cerita masa kini yang mampu merubah dunia maka Wright menghubungkan cerita ini dengan kebangkitan bangsa Israel. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini kurang mengacu kepada pendekatan sejarah yang objektif. Pada hal penemuan dokumen gulungan Laut Mati (1947) telah membuka peluang untuk menyelidiki Yesus sejarah itu. Penemuan ini mentah-mentah ditolak Wright. Sementara Bock, telah mencoba melakukan pendekatan penelitian sejarah tentang Yesus sejarah itu baik melalui naskah gulungan Laut Mati sejak pertengahan abad kedua puluh satu. Pendekatan yang agak berbeda sedikit dipaparkan oleh Nolan yang mengatakan bahwa tidak ada gunanya membuat Yesus relevan. Yang dapat kita lakukan ialah melihatNya dari perspektif zaman kita dengan budi yang terbuka.
Pendekatan yang hampir sama dengan Wright dilakukan oleh Boehlke . Boehlke mengatakan bahwa sejak abad pertama gereja sudah berusaha dengan giat untuk merumuskan siapa sebenarnya Yesus. Mau tidak mau munculnya Yesus dalam panggung sejarah menantang orang-orang untuk meninjau kembali pandangan mereka tentang “Allah” dan “Manusia”. Dan kenyataannya ialah bahwa kedua hal ini nampaknya baru dapat dipahami dengan lebih mendalam, jika orang-orang bersedia melibatbkan diri secara sungguh-sungguh dalam suatu petualangan yang mulia, seraya membuka hati dan pikiran kepada bimbingan Tuhan. Penelitian yang lebih dalam juga dilakukan Boehlke dengan melihat peristiwa-peristiwa yang menunjuk kepada identitas ilahi Yesus yakni peristiwa yang berkaitan dengan hukum Taurat, tatkala Ia mengklaim wewenang ilahi seperti yang dinyatakanNya dalam Khotbah di Bukit. Di situ enam kali diulangiNya formula yang sama, yang begini bunyinya, “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu…” (Mat.5:21-22a).
Pada bagian kedua bahasan ini Wright memaparkan Khotbah di Bukit sebagai sebuah gerakan revolusioner di mana Yesus yang sedang menghidupkan dukungan bagi sebuah gerakan baru. Hal bertolak belakang dengan pendapat Abineno . Abineno mengatakan bahwa semua yang Yesus – seperti yang kita baca dalam kitab-kitab Injil – tidak mengorganisir suatu gerakan yang besar. Pengikut-pengikutNya tidak banya: - dengan beberapa pengecualian – hanya terbatas pada orang-orang Galilea, orang-orang kecil. Bahkan lebih dalam Abineno mengatakan bahwa pemberitaan Yesus tidak banyak membawa hasil: tidak mengubah situasi politik dan religius yang ada pada waktu itu. PengaruhNya hanya terbatas pada daerah-daerah tertentu saja. Berbeda dengan Wright, Eckardt mengatakan bahwa cara yang paling memadai untuk mengungkapkan gagasan-gagasan pokok dari amanat dan misi Yesus sejarah adalah dengan memandangNya sebagai seorang pejuang Israel, bangsaNya.
Perjuangan Yesus mengenai Kerajaan Allah, Eckardt memberikan dua hipotesa, yakni: Pertama, Yesus berhasil dengan cakupan percaya diri, untuk memajukan kedatangan Kerajaan Allah dengan kepercayaanNya bahwa diriNya sendiri dipanggil atau ditantang untuk memikul peran sebagai Mesias. Kedua, seluruh dasar pengharapan Yesus terbukti pada akhirnya sebagai suatu khayalan saja. Kegagalan ini adalah kegagalanNya, namun bagiNya, ini juga adalah kegagalan Allah. Menurut Ioanes Rakhmat dalam beberapa catatan penerjemahan buku Eckardt, seandaninya Kerajaan Allah sudah datang sepenuh-penuhnya pada masa kehidupan dan pelayanan Yesus (tahun 30-an) sesuai dengan keyakinan dan pengharapan Yesus dari Nazaret, sehingga karenanya Ia bukanlah seorang Mesias yang gagal, maka akan muncul pertanyaan mendasar dan mengganggu, apakah itu yang pasti dikehendaki Allah? Lebih jauh dikatakan bahwa dapat dipastikan Allah tidak berpikir bahwa dunia yang didiami manusia harus diganti sama sekali dengan yang baru, yaitu Kerajaan adikodrati dari Allah. Justru karena Kerajaan Allah tidak datang dengan sepenuh-penuhnya pada tahun 30-an, maka sejarah masih berlangusung. Di dalam sejarah yang masih berlangsung inilah, usaha-usaha untuk memahami dan mengalami kehadiran tindakan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus dapat terus dilakukan.
KEPUSTAKAAN
Abineno, J.L.Ch. Yesus Dari Nazaret, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006)
Bock, Darrel L. Studying the Historical Jesus: A Guide to Sources and Methods (Michigan: Baker Academic, Grand Rapids, 2002)
Boehlke, Robert R. Siapakah Yesus Sebenarnya? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001)
Eckardt, A.Roy. Menggali Ulang Yesus Sejarah: Kristologi Masakini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996)
Nolan, Albert. Yesus Bukan Orang Kristen? Rekonstruksi singkat, akurat dan seimbang tentang hidup Yesus historis (Yogyakarta: Kanisius, 2005)
Wright, Tom. The Original Jesus: The Life and Vision of a Revolutionary (Oxford: Lion Publishing, 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar