DENGAN PEKERJAANMU
Masmur
92:2-5, 13-16
Minggu 2 Dung Trinitatis Minggu, 14 Juni 2015
Jamita: Masmur
92:2-5, 13-16 Sibasaon: Markus 4:26-34
Pendahuluan
Kalau
Mazmur 91 adalah pernyataan iman bahwa Tuhan dapat diandalkan dalam setiap
masalah kehidupan, maka Mazmur 92 mengajak kita untuk merespons dengan
"Bersyukur"! Bersyukur adalah respons yang tepat untuk kebaikan dan
kasih setia Tuhan dalam hidup umat-Nya. Bebal dan bodohlah orang yang menolak
memercayai Tuhan, apalagi sudah mengalami kebaikan dan kesetiaan-Nya. Pantaslah
orang sedemikian disebut fasik dan dimusnahkan. Itu yang akan terjadi pada para
musuh Tuhan. Orang yang merespons kebaikan Tuhan dengan benar akan
diperkenan-Nya dan tidak terusik dengan keberadaan orang fasik.
Alasan Bersukacita
Ada banyak alasan, mengapa orang bersukacita dan
bersorak-sorai. Ada yang bersukacita karena menyambut kelahiran anak yang
ditunggu lama. Ada yang bersukacita karena mengalami kelepasan dari maut dan
pergumulan penyakit. Ada yang bersukacita karena mendapat pekerjaan atau
promosi jabatan yang diidam-idamkan. Ada yang bersukacita karena berbagai
kebutuhan dan keinginan yang terpenuhi. Tetapi Pemazmur di sini bersorak-sorai
karena Tuhan. Sebagaimana dikatakan, “Telah
Kau buat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaanMu, karena perbuatan tanganMu
aku akan bersorak-sorai” (ay.5). Di sini pemazmur menyadari bahwa Tuhanlah
yang telah berkarya dan melakukan segala kebaikan bagi umat manusia. Pekerjaan
Allah di alam semesta ini begitu dalam dan mulia, melebihi kemampuan manusia
untuk memikirkannya. Keajaiban dan mujizat Allah senantiasa tersedia bagi
setiap mereka yang percaya. Sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan seorang
perempuan yang sudah delapan belas tahun bungkuk akibat dirasuk roh, yang
disembuhkan oleh Tuhan Yesus di hari Sabat. Yesus meletakkan tangan-Nya atas
perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan
Allah (Luk. 13:13).
Apabila kita menyadari karya dan perbuatan Tuhan yang ajaib di dalam kehidupan kita, tentunya tidak ada alasan apapun bagi kita untuk tidak bersyukur atas kasih dan kemurahan itu. Tanggalkan sejenak segala beban dan pergumulan kita yang besar itu. Marilah datang kepada-Nya dengan pujian dan penyembahan. Katakan, bahwa Dia adalah Yang Terbesar dalam kehidupan kita, dan karya pertolongan-Nya kita harapkan di setiap waktu dalam kehidupan kita. Sebagaimana pemazmur, kita mau katakan kepada-Nya: “KarenaMu Aku Bersorak-sorai”.
Mengapa kita
bersukacita?
Pertama,
karena Tuhan bekerja untuk membuat kita bersukacita. Pemazmur menyatakan bahwa
Tuhanlah yang membuat kita bersukacita. Kita bersukacita karena Tangan Tuhan
bekerja mendatang sukacita sehingga bersorai-sorai. Alkitab mencatat juga bahwa
Allah turut bekerja bagi orang-orang yang mengasihi-Nya. Tuhan juga dapat
mendatangkan apa yang tidak dilihat oleh mata dan tindak didengar telingga dan
tidak timbul dalam hati manusia, itu disediakan Allah bagi orang yang
mengasihi-Nya.
Hidup
tidak luput dari bekerja. Bekerjalah bersama Allah, sebab hanya Allah saja yang
dapat membuat sukacita dalam hidup yang penuh tekanan. Hanya dekat Tuhan saja
dapat tenang, sebab daripada-Nya keselamatan.
Kedua,
karena Tuhan memelihara hidup kita. Pemazmur
memakai ilustrasi menarik untuk menggambarkan pemeliharaan Tuhan atas orang
benar (13-15). Pertama, orang benar akan
seperti pohon korma. Pohon korma yang tumbuh tinggi dan lurus mencapai
10-20 meter ini mengambarkan integritas. Hampir setiap bagian pohon tersebut
(buah, daun, dan batang) memiliki manfaat bagi manusia. Ini anak Tuhan yang
berguna dan produktif. Pohon ini ternyata memiliki kekuatan bertahan terhadap
tiupan angin keras. Ini ketangguhan terhadap serangan badai kehidupan.
Ilustrasi kedua
adalah pohon aras Libanon. Pohon
yang kuat dan besar serta tinggi ini (kira-kira 30 meter) melambangkan
ketangguhan umat Tuhan. Kedua pohon ini subur dan menampilkan kualitasnya
karena tumbuh di pelataran rumah Tuhan. Inilah umat Tuhan yang hidup
bersumberkan Tuhan. Umat Tuhan yang hidup berbuah dan segar, akan menjadi
kesaksian bahwa Tuhan dapat diandalkan dan menjadi tempat perlindungan yang
teguh (16). Hanya orang bodoh yang setelah melihat kebaikan Tuhan, terus
mengabaikannya. Kita disebut orang benar karena merespons kebaikan Tuhan dengan
menyaksikan perbuatan-Nya kepada sesama dan menyalurkan berkat-Nya kepada
mereka dengan melimpah.
Paul
Gerhardt, seorang pendeta di Jerman pada abad 17, memiliki segudang alasan
untuk tidak bersukacita. Istri dan keempat anaknya meninggal dunia. Perang 30
Tahun telah membinasakan warga dan menghancurkan Jerman. Konflik gereja dan
guncangan politik mengisi hidupnya dengan penderitaan. Namun, di tengah-tengah
penderitaan pribadinya yang hebat, ia menulis lebih dari 130 himne yang
kebanyakan diwarnai sukacita dan ketaatan kepada Yesus Kristus.
Situasi yang dialami oleh Paul Gerhardt sama seperti apa yang dialami oleh Rasul Paulus. Selama melewati masa penderitaan besar, Rasul Paulus menggambarkan pengalamannya itu seperti ”sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu” (2 Kor. 6:10). Karena kasih Allah telah dicurahkan dalam hati kita oleh Roh Kudus (Rm. 5:5), adakah situasi di mana kita tak dapat mengalami sukacita yang Dia berikan? Duka dan penderitaan adalah kenyataan hidup yang tak dapat dihindari. Namun, Roh Kudus adalah sumber sukacita kita, ”memberi kita harta tak ternilai harganya yang didamba manusia, dan yang Allah beri”. Segala kesulitan yang ada di dunia ini, seharusnya tidak dapat membuat kita pesimis menjalani hidup ini. Sukacita yang Tuhan berikan kepada kita jauh melebihi segala penderitaan yang ada di dunia ini. Tetaplah bersukacita menjalani hidup ini, sebab Tuhan sudah memberikan sukacita yang sejati kepada kita.
Apa yang harus
kita lakukan?
Berbuahlah hingga
hari tuamu.
Tenaga manusia memang akan menurun. Kemampuan secara
umum akan menurun. Kita memang tidak bisa melawan hukum alam mengenai kondisi
fisik manusia sejalan dengan usia. Namun itu bukan berarti kita harus pula
berhenti berbuah. Bagaimana bisa? “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan
sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau
menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.”
(Yesaya 46:4). Kekuatan kita terbatas dan akan menurun, tetapi kekuatan
Tuhan tidak akan pernah berkurang.
Dan Tuhan menyatakan siap menggendong dan memikul
serta menyelamatkan kita sampai seluruh rambut kita putih sekalipun. Ini janji
Tuhan. Artinya jelas, Tuhan tetap memiliki rencana bahkan ketika kita sudah tua
dan lemah, Tuhan tetap mau pakai kita tanpa melihat umur dan kemampuan kita.
Dalam Alkitab kita bisa melihat banyak contoh mengenai
orang yang dipakai hingga tua, malah ada pula yang dipakai justru setelah tua. Abraham misalnya. Ia menerima semua
janji Tuhan di usia senja, dimana bagi dunia ia mungkin tidak lagi berarti
apa-apa. Tapi Alkitab mencatat dengan jelas: “Adapun Abraham telah tua dan
lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal.” (Kej. 24:1). Dan
pada kondisi Abraham yang telah tua inilah ia menerima janji akan keturunan.
Kapan ia menuai janji itu? Beberapa puluh tahun kemudian, di usia yang sudah
sangat lanjut. Nuh juga dipakai pada usia lanjutnya. Dia bahkan harus bekerja
keras membangun bahtera.
Mengeluhkah Nuh?
Sama sekali tidak. Ia setia dan terus melakukan tepat seperti apa yang
diperintahkan Allah kepadanya. Membangun kapal besar, mengumpulkan seluruh
hewan sepasang-sepasang. Itu sama sekali tidak gampang, apalagi harus dilakukan
ketika secara fisik kondisi tubuh sudah sangat menurun. Kita yang muda saja
rasanya tidak sanggup, tapi Nuh bisa. Dan itu karena Allah yang setia tetap
berada besertanya, menggendongnya dan memikulnya, sehingga ia sanggup melakukan
hal yang bagi dunia akan terlihat sangat mustahil. Kaleb pun sama.
Lihat apa katanya ketika ia hendak menuai janji Tuhan.
“Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang
dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan
TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang
gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada
waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti
kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan
untuk keluar masuk.” (Yos. 14:10-11).
Bagaimana orang berusia 85 tahun masih sanggup berkata
seperti itu, siap untuk berperang? Dari ketiga tokoh ini kita bisa melihat
betapa luar biasanya ketika kita menjadi orang benar yang tertanam di pelataran
Allah. Tidak ada kata layu, tidak ada kata habis, malah semakin gemuk dan segar
menghasilkan buah-buah yang matang.
Mengapa
Tuhan harus memakai orang-orang tua? Bukankah lebih gampang memakai anak-anak
muda yang jumlahnya pun tidak sedikit? Siapapun kita, berapapun umur kita,
Tuhan rindu untuk memakai kita. Ini bukan soal usia, bukan soal tenaga, tetapi
soal ketaatan. Apakah kita tunduk dan mengijinkan Tuhan untuk memakai kita atau
kita terus mencari dalih untuk menghindar dari panggilan Tuhan kepada kita.
Kuasa Tuhan akan tampak secara nyata di mata dunia ketika orang-orang yang bagi
dunia dianggap sudah habis ternyata masih mampu berbuah subur, tetap segar dan
bersemangat berbuat yang terbaik dalam hidupnya
Selamat
beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!
Yogyakarta,
Mei 2015
Pdt.Tuty Zastini Hutabarat,S.Th.
Yogyakarta
HP. 0823 0005 7116
|
BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Rabu, 17 Juni 2015
Jamita Minggu, 14 Juni 2015: Masmur 92:2-5, 13-16
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar