Sabtu, 10 November 2012

widgeo.net

LAPORAN BACA BUKU MINGGUAN
Paul Rabinow & William M.Sullivan (Ed.), Interpretive Social Science: A Reader, (Berkeley, California, 1979), Bab 2

Refleksi
Berbeda dengan kaum strukturalis yang memandang bahwa bahasa tidak menunjuk kepada suatu dunia di luar bahasa itu sendiri (bahasa membentuk dunianya sendiri), Ricoeur justru mengkritisi pemikiran kaum strukturalis tersebut sebagai suatu pandangan yang berat sebelah terhadap bahasa. Berdasarkan pemikiran inilah kemudian Ricoeur mengembangkan metode hermeneutikanya tentang teks. Menurut Ricoeur, teks sebagai suatu diskursus yang tidak dapat begitu saja diasalkan kepada diskursus lisan, memiliki ciri-ciri khusus. Bagi Ricoeur, sebuah teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarangnya. Teks juga tidak bergantung pada suatu historis karya atau buku di mana teks tersebut tercantum dan pada pembaca-pembaca pertama. Kalau hermeneutika diterapkan pada teks, maka sifat hermeneutika itu sendiri akan berubah. Oleh karena itu hermeneutika tidak mencari makna tersembunyi dibalik teks, melainkan mengarahkan perhatiannya kepada makna objektif dari teks tersebut terlepas dari maksud subjektif pengarangnya ataupun orang lain.
Menafsirkan teks menurut Ricoeur bukanlah mengadakan suatu relasi intersubjektif antara subjektivitas pengarang dan subjektivitas pembaca, melainkan hubungan antara dua diskursus yakni teks dan penafsiran. Penafsiran dianggap mencapai tujuannya bilamana dunia teks dan dunia penafsir telah berbaur menjadi satu. Bagi Ricoeur setiap penafsiran adalah juga usaha untuk membongkar (dekonstruksi) makna-makna yang masih terselubung. Kata-kata adalah simbol juga karena menggambarkan makna lain yang sifatnya tidak langsung, tidak begitu penting, serta figuratif (berupa kiasan) dan hanya dimengerti melalui simbol-simbol tersebut. Jadi simbol-simbol dan penafsiran merupakan konsep-konsep yang memiliki pluralitas makna yang terkandung di dalam simbol-simbol atau kata-kata sebagai ungkapan yang berupa bahasa.
Menafsirkan bagi Ricoeur juga berarti memahami diri sendiri (self-reflection). Sesuatu yang membawa refleksi ke penafsiran (interpretation) ini disebut sebagai jalan yang panjang karena pemahaman mengandaikan penjelasan melalui mediasi yang panjang juga. Jarak jalan yang panjang tadi mendapat mediasi dari tanda, simbol dan teks. Mediasi melalui tanda menunjukan bahwa kondisi awali dari semua pengalaman manusia adalah bahasa. Mediasi melalui simbol berarti semua ungkapan yang bermakna ganda, yang dikaitkan dengan penamaan unsur-unsur alam (seperti api, air angin dan sebagainya), penamaan dimensi (seperti tinggi, dalam dan sebagainya) dan penamanaan aspek-aspeknya (seperti terang, gelap dan sebagainya). Sementara itu, mediasi melalui tanda dan simbol diperluas dan dimodifikasi oleh mediasi melalui teks. Namun demikian, perluasan ini mencabut teks dari hubungan intersubjektif; yakni bahwa maksud/tujuan pengarang tidak lagi tampil seperti yang dikehendaki pada kondisi awali, kondisi saat di mana wacana itu dihasilkan. Oleh karena itu maksud/tujuan tersebut harus dibangun kembali (rekonstruksi) bersama dengan makna teks itu sendiri.
Pemikiran Ricoeur ini sangat membantu saya dalam melihat teks itu berdiri sendiri dan berbeda dengan penafisir. Penafsir berfungsi untuk menjelaskan hal-hal yang belum terungkap dari teks untuk dijelaskan ulang kepada pembaca dan pendengar saat ini. Penafsiran seperti ini sangat cocok digunakan dalam menafsirkan Kitab Suci. Penafsir harus memandang teks berdiri sendiri dan tugas penafsir adalah membahasakan hal-hal yang belum terungkap dalam teks untuk diketahui bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar