Sabtu, 10 November 2012

widgeo.net

LAPORAN BACA BUKU MINGGUAN
                                            I.Bambang Sugiharto, Postmodernisme Tantangan bagi Filsafat, (Kanisius, 2008), Bab 1

Refleksi
Ketika kita membaca bab I buku Bambang ini, maka akan kita melihat ulasannya tentang dua topic, yakni: (a) peristilahan, dan (b) Postmodernisme dalam konteks filsafat. Pengertian istilah postmodernisme menurutnya masih dalam perbincangan yang hangat. Belum ada kesepakatan bersama tentang pemakaian istilah itu sendiri bahkan akhirnya mengakibatkan pengaburan maknanya. Hal itu terlihat dari pemakaian kata akhiran “isme” dan awalan “post”. Dengan akhiran “isme” ini akan memberi kesan seolah ia adalah system pemikiran tunggal tertentu, padahal pemikiran postmodernisme itu sendiri memiliki banyak pemikiran yang saling bertabrakan. Demikian juga dengan pemakaian awalan “post” menimbulkan banyak perdebatan. Seolah-olah makna “post” itu berarti pemutusan hubungan pemikiran total dari segala pola kemodernan. Saya sendiri sebenarnya tidak begitu menyetujui pemakaian awalan “post” karena antara “modern” dengan [post]modernism itu memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lain. Artinya tidak serta merta putus hubungannya secara total. Saya lebih cenderung memakai istilah “Neo-modernisme” artinya masa “modern yang baru”. Dengan istilah ini akan terlihat ada hubungan yang erat antara masa “modern” dengan masa “neo-modernisme”.
Postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman modern. Zaman modern dicirikan dengan pengutamaan rasio, objektivitas, totalitas, strukturalisasi/ sistematisasi, universalisasi tunggal dan kemajuan saints. Postmodern memiliki ide cita-cita, ingin meningkatkan kondisi sosial, budaya dan  kesadaran akan semua realitas serta perkembangan dalam berbagai bidang. Postmodern mengkritik modernisme yang dianggap telah menyebabkan sentralisasi dan universalisasi ide di berbagai bidang ilmu dan teknologi, dengan pengaruhnya yang mencengkram  kokoh dalam bentuknya globalisasi dunia. Prinsip  postmodernisme adalah meleburnya batas wilayah dan pembedaan antar budaya tinggi dengan budaya rendah, antara penampilan dan kenyataan, antara simbol dan realitas, antara universal dan peripheral dan segala oposisi biner lainnya yang selama ini dijunjung tinggi oleh teori sosial dan filsafat konvensional. Jadi postmodern secara umum adalah proses dediferensiasi dan munculnya peleburan di segala bidang. Postmodernisme merupakan intensifikasi (perluasan konsep)  yang dinamis, yang merupakan upaya  terus menerus untuk mencari kebaruan, eksperimentasi dan revolusi kehidupan, yang menentang dan tidak percaya pada segala bentuk narasi besar (meta naratif), dan penolakannya terhadap filsafat metafisis, filsafat sejarah, dan segala bentuk pemikiran totalitas, dan lain-lain. Postmodern dalam bidang filsafat diartikan juga segala bentuk refleksi kritis atas paradigma modern dan atas metafisika pada umumnya dan berusaha untuk menemukan bentuknya yang kontemporer.
Melihat perdebatan ini timbul pertanyaan bagi kita, apakah akhirnya kedua gerakan ini harus didiskreditkan? Lalu segala hal menjadi soal penafsiran belaka? Pada titik inilah terbuka jalan. Bambang melihat bahwa ada dua jalur dalam menghadapi ketegangan ini, yakni: pertama, jalan ke arah pluralisme ekstrim, yang membawa pada relativisme dan nihilisme. Kedua, jalan ke arah pentingnya Hermeneutika yang membawa segala persoalan pada wilayah dialog. Menurut saya, kedua jalan ini merupakan pilihan yang tepat dalam menenggarai pimikiran yang saling bertolak belakang itu yang walaupun harus ada yang dikorbankan. Dan jika tawaran pemikiran ini pun tidak bisa diterima kedua kubu yang berseberangan ini, masih adakah jalan lain untuk mempertemukan mereka? Semoga ada!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar