BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Kamis, 08 November 2012
LAPORAN BACA BUKU MINGGUAN
1.Paul Rabinow & William M.Sullivan
(Ed.), Interpretive Social Science: A
Reader, (Berkeley, California, 1979), Introduction
2.Thomas S.Kuhn, The Structure ofScientific
Revolutions, (Chicago, 1970), Bab 1-2
3.Thomas S.Kuhn, The Structure ofScientific
Revolutions, (Chicago, 1970), Bab 3-5
Ulasan Rabinow dan Sullivan berfokus pada pemikiran Thomas S.Kuhn. Buku
yang mereka edit merupakan kumpulan bahasan tentang kritik-kritik yang melawan
positivisme, strukturalis dan neo-Marxisme. Dalam bagian pendahuluan ini mereka
mengetengahkan pembahasan mengenai dekonstruksi, dan rekonstruksi.
Dekonstruksi adalah suatu
konsep yang amat sulit dipahami. Sedemikian sulitnya
sehingga pencetus istilah Jacques Derrida pun tak ingin mendifinisikannya. Dia
tegar untuk tidak mengambil sikap (dalam kaitan membuat kesimpulan) dan hal
tersebut kurang berkenan di dalam hati rekan-rekannya yang sudah gandrung
dengan kepastian sikap. Tapi mungkin itu hakikat dekonstruksi yang bila kita
pastikan, dia akan binasa. Bila para pakar yang berada dalam dunia budaya
kritik di Barat saja sulit memahaminya, apakah kita yang berada dalam kondisi
budaya lain yang tak selalu berbudaya berpikir seperti mereka justru mudah
memahami konsep tersebut? Rabinow mengulas dekonstruksi
ini dalam penafsiran krisis ilmu pengetahuan sosial dan hal-hal positif dari
dekonstruksi ini bagi ilmu pengetahuan. Dengan membahas pemikiran ini
timbul pertanyaan dalam benak saya, apakah pemikiran dekonstruksi ini
bermanfaat dalam menggali teologi yang menjawab permasalahan hidup masa kini?
Mampukah para teolog pribumi mendekonstruksi Alkitab untuk menjawab kebutuhan
warga jemaat saat ini?
Pertanyaan yang dibangun Kuhn dalam bukunya adalah
bagaimana menciptakan dan apakah yang menjadi sumbangan paradigma dalam
kebutuhan ilmu pengetahuan. Agar paradigma itu dapat di terima oleh semua
elemen dan melakukan pekerjaan itu lebih efektif harus ada semacam debat
(sharing) dan juga memperjelas kepada para ilmuwan yang lain.Paradigma baru akan menyiratkan hal yang baru
pula.
Paradigma adalah model atau pola yang di terima yang bisa digunakan untuk mendifinisikan paradigma. Dalam penerapan, paradigma
berfungsi memperbolehkan replikasi contoh yang masing-masing pada prinsipnya
dapat di ganti. Disisi lain, sebuah sains paradigma menjadi objek replikasi.
Ada
tiga fokus yang normal bagi penyelidikan faktual, ketiganya itu tidak selamanya
jelas.Yang pertama adalah
kelas fakta-fakta yang telah diperlihatkan oleh paradigma yang akan menyingkap
sifat sesuatu.Paradigma ini sangat bermanfaat untuk menetapkan
kecermatan yang lebih tinggi maupuan dalam situasi yang variatif. Kelas kedua,
biasa tetapi lebih kecil dari penetapan-penetapan fakta walaupun cenderung
tampak kepentingan yang hakiki namun dapat di bandingkan secara langsung dengan
paradigma. Dan kelas ketiga, adalah menyerap seluruh kegiatan pengumpulan data
sains yang normal. Kelas ini meliputi empiris yang dilaksanakan untuk
mengartikulasikan teori paradigma untuk memecah- menyelesaikan ambiguitas yang masih belum terselesaikan. Upaya-upaya
mengartikulasikan paradigma bagaimanapun tidak dibatasi dengan determinasi
konstanta universal.
Dengan membaca tulisan Kuhn ini, maka timbul
pertanyaan, apakah masih akan ada muncul suatu revolus ilmu pada dekade yang
akan datang? Atau apakah ini yang dinamakan sebuah empirisme? Di mana peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan sangat penting sekali walaupun akhirnya akan mengecilkan peranan akal. Pertanyaan-pertanyaan
semakin banyak muncul di benak saya karena memang setelah membaca buku-buku
filsafat ini, maka semakin muncul kegairahan banyak bertanya tentang sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar