Kamis, 31 Maret 2011

RUMAH SAKIT KUSTA RMG DIBARERANG SITUMBA-SIPIROK

widgeo.net
RUMAH SAKIT KUSTA RMG DIBARERANG SITUMBA-SIPIROK
Oleh: Kamaruli Pohan Siahaan.
 



Pendahuluan.
Sejarah Kekristenan di Angkola Dolok Sipirok khususnya bahkan di Tanah Batak umumnya nama tempat seperti: Sipirok, Baringin, Bungabondar dan Parausorat adalah nama-nama tempat yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Hal ini disebabkan dari keempat tempat tersebutlah dimulai diterimanya Ilmu pengetahuan dari para Zendeling Eropah oleh bangsa Batak. Dari keempat tempat tersebut dicetak para cendekiawan orang Batak yang kemudian hari dapat menggeser keberadaan pegawai guvernement baik sebagai pegawai negeri, hakim, jaksa, polisi dan lain-lainnya yang selama ini didominasi saudara-saudara kita yang berasal dari Minangkabau. Salah satu tempat yang tidak kalah pentingnya dan dikenal untuk seluruh Tanah Batak adalah Barerang atau Belerang diatas Situmba-Sipirok.

I.    BARERANG SALAH SATU KAWAH DOLOK SIBUALBUALI.
Salah satu gunung tertinggi di Angkola Dolok Sipirok adalah Dolok (gunung) Sibualbuali ± 1920 m yang membujur dari utara ke selatan pegunungan Bukit Barisan. Gunung ini adalah gunung berapi yang masih aktif yang selalu mengeluarkan uap panas dan air panas. Ada 2 kawah dolok Sibualbuali yang keduanya dari dahulu sampai sekarang masih aktif.
1.    Kawah yang biasa disebut Haritte.
Kawah ini berada pada sedikit dibawah puncak Dolok Sibualbuali di hulu atau diatas kampung Hutaraja yang dikelilingi oleh hutan rintis (cagar alam) dimana kawah ini selalu aktip mengeluarkan uap panas dan air panas kawahnya sangat terjal dan dalam tidak bisa dikunjungi orang. Pada saat hujan deras dia akan mengirimkan lahar dingin (tundila) yang mengalir:
a.    Kearah utara yaitu Aek (sungai) Mandurana yang menyuburkan sawah Sababolak layaknya delta (lembah) Sungai Nil di Mesir. Diantara Sibadoar dan Hasang setelah bergabung dengan beberapa sungai kecil menjadi Aek Siguti bergabung lagi dengan Aek Arse, Aek Silo, Aek Siala, Aek Marlehuan, Aek Simadoras dan Aek Namampar dan juga Aek Sarulla di Pahae.
Setelah bergabung dengan sungai-sungai dari daerah utara yaitu Aek Situmandi atau Sigeaon dia berputar arah mengelilingi gunung Sibualbuali menjadi sungai Batangtoru yang bermuara disebelah Barat Sumatera di Lautan Hindia.
b.    Kearah Barat yaitu Aek Sirabun (Aek Nabara) yang menyuburkan sawah di Aek Nabara dan Marancar dan kemudan bergabung dengan Aek Batang Toru. Air panas dari Haritte ini sekarang sudah dialirkan ke hotel Tor Sibohi Nauli diatas kampung Hutaraja.
2.    Barerang atau Belerang.
Kawahnya dua (2) hektar landai dan rata-rata serta bebas untuk dikunjungi. Barerang ini adalah kawah kedua Dolok Sibualbuali luas sejauh 7 km dari Sipirok kearah Padang Sidempuan berada diatas Situmba. Kawah ini mengeluarkan belerang terus menerus dimana disebelah hilirnya dibuat kolam tempat berendam untuk berobat penyakit kulit. Air pembuangannya dialirkan oleh Aek Horsik dan Jambatan na ginjang bergabung dengan Aek Bariba yaitu sungai pembuangan atau limpahan dari danau Marsabut diatas Bungabondar menuju sebelah Timur sampai ke Padang Bolak kemudian bergabung dengan sungai-sungai lain menjadi Aek Barumum dan bermuara di Selat Malaka di sebelah Timur Sumatera. Tempat keluarnya air panas dan uap belerang yang baunya sangat menyengat. Uap belerang yang keluar dari perut bumi itu berwarna kuning susu dan kalau uap itu keluar mengenai batu maka uap itu akan meninggalkan bekas bekuan yang makin lama makin besar.
Bekuan itu berwarna kuning dan bagi mereka yang pada tahun 1950-1960 duduk dibangku Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar sekarang maka bekuan ini sama dengan obat kuning yang biasa dipakai untuk mengobati luka yang diperoleh dari Rumah Sakit. Dan air yang berwarna kuning yang dkeluarkan oleh perut gunung tadi sangat panas tetapi dihilir nanti dia sudah menjadi suam-suam kuku. Maklum saja di Luat Sipirok tempat Barerang yang ada diatas Situmba tersebut hawanya saat itu sangat dingin dimana setiap pagi selalu diselimuti oleh kabut tebal dan baru pada jam 09.00 matahari mulai dapat menembus tebalnya kabut. Hal itu pada umumnya sama dengan daerah-daerah lainnya di pedalaman Tanah Batak Tapanuli Utara. Dibagian hilir (yang menghadap bagian Timur itu ada tempat yang rata dan disinilah dibuat kolam permandian seluas kolam renang di Jakarta) dengan dalam satu meter sedang dipinggir dalamnya setengah meter dan pada saat-saat tertentu kesinilah Pendeta I.L. Nomensen pada tahun 1864 mengajak Jamalayu halak Parausorat i untuk  berendam bersama sama orang lain yang sama-sama mengidap penyakit kusta baik pagi maupun sore hari.
Air belerang yang berwarna kuning susu tersebut sangat baik dan mujarab untuk pengobatan penyakit kusta atau huliton. Dan saat-saat senggang sehabis makan siang Pendeta I.L.Nomensen mengabarkan Injil pada orang-orang yang ada disana. Biasanya mereka dua kali berendam dikolam tersebut yaitu pagi hari mulai jam 09.00 sampai dengan jam 11.00 dan jam 15.00 sampai dengan 17.00. Ada dua kelompok orang-orang ini yaitu kalau mereka penduduk setempat maka mereka pulang pergi dan mereka tinggal pada gubuk di kebun dipinggir kampung model Jamalayu halak Parausorat I dimana untuk kebutuhan sehari-hari mereka memenuhinya sendiri. Tetapi bagi orang jauh maka mereka membuat gubuk-gubuk sederhana dengan atap lalang (ri) yang banyak tumbuh disana dengan atap sampai ke tanah sekaligus menjadi dinding untuk menahan angin dan dingin dengan lantai ± 10 cm dari tanah yang dibuat dari bambu yang disusun untuk menghindari air hujan dan  gubuk atau sopo itu dibuat sebesar 3x3 meter dan sekaligus sebagai tempat tidur dan dapur baik untuk memasak maupun untuk pemanas ruangan pada malam hari yang dihuni 2 atau 3 orang. Biaya mereka biasanya diantar oleh keluarganya sekali seminggu atau sekali sebulan.

II. BERDIRINYA RUMAH SAKIT KUSTA BARERANG-SITUMBA
Melihat mujarabnya air Barerang tersebut dan makin banyaknya para penderita kusta yang berobat disana maka pada saat Pendeta Ludwig Hanstein pindahan dari Sipahutar (beliaulah pendeta pertama di Sipahutar). Pendeta Ludwig Hanstein pada tahun 1886 menggantikan Pendeta Heinbrough yang kembali ke Jerman karena sakit. Pendeta Ludwig Hanstein mengusulkan kepada RMG agar para penderita kusta dikoordinir dengan membangun penampungan disana dan usul tersebut disetujui oleh pimpinan RMG. Pada tahun 1889 telah berdiri 3 buah bangunan besar untuk penampungan para penderita kusta yang bersedia mengikuti peraturan Asrama yaitu pada pagi hari kebaktian pagi, makan dan mandi (berendam).
Setelah makan siang dan mengerjakan atau menyiangi tanaman sayuran yang ada dikebun untuk kebutuhan mereka dan sore hari mandi (berendam) dan malam hari makan dan kebaktian malam baru tidur. Bagi mereka yang tidak mau masuk dalam pondok penampungan diizinkan untuk tetap tinggal dipondok-pondok tidak jauh dari pondok penampungan tersebut. Jumlah penderita yang masuk bertambah banyak walaupun juga ada beberapa orang yang sudah keluar karena sudah sembuh. Melihat hal itu mereka yang datang bukan saja dari daerah sekitar juga dari daerah sekitar juga dari Pahae, Tanah Batak Utara, Angkola dan Mandailing.
Salah satu yang menjadi daya tarik Barerang ini adalah bagi mereka yang tekun berobat dan berendam secara teratur dan mengikut aturan yang ada pada umumnya antara 6 bulan sampai satu tahun mereka sudah sembuh dan bisa meninggalkan tempat itu dengan catatan bahwa penyakitnya belum begitu parah. Bagi mereka yang tidak mengikuti aturan yang ada atau penyakitnya sudah parah atau menahun maka sangat sulit untuk dia bisa sembuh secepatnya tetapi memerlukan waktu tahunan.
Ada dua macam penderita yang berobat ke Barerang ini sebagai berikut:
1.    Mereka yang tinggal dipemondokan yang disediakan oleh Zending Barmen. Disana ada  tiga (3) pemondokan besar dan mereka tanpa melihat asal usul dan keyakinan yang dianut setiap pagi harus mengikuti kebaktian singkat, sarapan pagi dan mandi (lebih tepatnya berendam) di air panas belerang tersebut selama dua jam. Selesai mandi dan istirahat mereka mengolah tanah yang ada dengan berkebun menanam sayur-sayuran dan umbi-umbian untuk kepentingan mereka. Siang mereka makan dan istirahat kemudian bekerja lagi dan nanti jam 16.00 mereka berendam lagi sampai jam 18.00. pada jam 19.00 mereka makan malam dan kebaktian malam baru tidur. Biaya mereka sumbernya ada beberapa macam yaitu:
a.    Atas biaya Zending Barmen yang khusus disediakan untuk itu walaupun kondisinya angat terbatas perlu kita ketahui bahwa saat itu pelaksanaan Zending sangat gencar dilaksanakan ke Tanah Batak Utara dan Padang Bolak Harangan.
b.    Dari keluarga penderita penyakit kusta itu sendiri yang selalu mengirim beras untuk perbelanjaan keluarganya. Itupun jumlahnya terbatas.
c.    Dari hasil kebun olahan mereka sendiri dan hasilnya untuk mereka makan bersama.
d.    Dari jemaat gereja sekitar yang memberikan ucapan terima kasih melalui gereja untuk Barerang kalau untuk gereja HKBP ada ucapan terima kasih dari para jemaat untuk Hepata (perawatan orang tuna netra dan untuk Hutasalem untuk perawatan orang berpenyakit kusta. Pada umumnya mereka yang berada dalam pemondokan tersebut keadaannya lebih tertib.
2.    Mereka yang tinggal diluar pemondokan tetapi tetap berada disekitar tempat itu dengan mendirikan pondok-pondok darurat. Mereka ini pada umumnya orang yang tidak setuju dengan aturan yang dilaksanakan oleh Zending Barmen dan ingin lebih bebas tidak terikat dengan aturan-aturan yang ada.
a)    Mereka keluar masuk kompleks perawatan Barerang ini bebas kapan saja mereka mau.
b)   Biaya atas tanggungan keluarga atau tanggungan sendiri. Bilamana keluarga tidak mengirim beras maka mereka akan pergi menggelandang meminta sumbangan kepada orang-orang:
-      Di kampung sekitar.
-      Di pasar Situmba dimana pekannya diadakan setiap hari Sabtu.
-      Di pasar Poken Salasa dekat Baringin dimana pekannya diadakan setiap hari Selasa.
-      Ke pasar Sipirok dimana pasar atau poken atau pasarnya dilaksanakan hari Senin (pasar kecil) dan hari Kamis (pasar besar atau godang).
-      Mereka juga pada saat panen meminta padi ke sawah penduduk atau ke Losung Aek (kincir air) saat penduduk menumbuk padi.
Kondisi ini tentunya sangat mengganggu penduduk dimana karena terpaksa atau karena takut ketularan mereka memberi. Hal ini membuat penduduk mengadu kepada Kepala Kuria Baringin yang membawahi tempat tersebut Kepala Kuria Baringin saat itu adalah Willem Ja Muda Siregar Alumni Angkatan I Sekolah Tinggi Topas Parausorat 1868-1870. Setamat dari Sekolah Tinggi Topas tersebut dia ditempatkan sebagai guru zending di Baringin dengan harapan dia akan menarik saudara-saudaranya menjadi Kristen. Mula-mula dia memenuhi harapan tersebut tetapi kemudian dia meninggalkan Jesus dan masuk Islam atas bujukan dari saudara-saudaranya.
Sesudah orangtua nya meninggal maka dia diangkat jadi raja Baringin dengan gelar Raja Pamusuk dan kemudian tahun 1890 beliau diangkat jadi Kepala Kuria Baringin dengan gelar Patuan Sorikmuda yang kemudian sangat membenci orang-orang Kristen. Pengaduan masyarakat akan orang-orang berpenyakit kusta yang berkeliaran tersebut langsung ditindak lanjuti. Setiap orang yang berpenyakit kusta  yang berkeliaran diancam akan dipasung di Haritte agar jadi santapan harimau (babiat balemun) perintah raja dengan tegas. Demikianlah maklumat Kepala Kuria Baringin membuat orang-orang tersebut menjadi merinding.
Hasilnya sebagian mereka masuk ke Rumah Sakit Kusta Barerang, Situmba dan sebagian lagi pergi ke daerah lain yang diluar daerah Kekuasaan Kepala Kuria Baringin. Baru kemudian sesudah tanggal 12 April 1905 Patuan Sorik Muda diganti oleh Mangaraja Israel dari Bunga Bondar Seorang Kristen dan raja huta Baringin diangkat guru Alexander Siregar juga seorang Kristen, maka Rumah Sakit Barerang mendapat dukungan penuh lagi dari Kepala Kuria Baringin.
Mereka berusaha agar semua penderita kusta yang berkeliaran dengan bekerja sama dengan Zending Barmen dikumpulkan di Barerang. Melihat hal ini Zending Barmen menetapkan agar mereka yang berobat di Barerang diminta untuk berada dalam pondokan yang sudah disediakan. Dan disekitar komplek itu dipagari dengan pagar bambu untuk mencegah mereka yang yang tidak mau tertib tinggal didalam komplek. Bagi mereka yang mengikuti aturan dipemondokan tersebut maka hasilnya banyak yang sudah sembuh dan kembali kekampungnya masing-masing. Tetapi mengingat saat itu penyakit kusta banyak berjangkit di Tanah Batak maka yang masuk tempat perawatan di Barerang tersebut pun selalu banyak yang datang dari segala arah mata angin untuk mencari tempat yang aman dan terlindung. Seperti telah sama-sama kita ketahui bahwa sama saja seperti orang Israel zaman dahulu berpendapat bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan dan penderitanya harus disingkirkan dari masyarakat sehari-hari.
Demikian juga orang Batak saat itu selalu menyingkirkan orang-orang tersebut keluar kampung dan nanti kalau sudah mati baru diurus sebagaimana mestinya dan malahan dikubur saja langsung tanpa upacara-upacara atau ritual yang ada dan semua perlengkapan yang ada dan di pergunakan saat hidupnya digubuk atau sopo diluar kampung tersebut, dibakar habis agar tidak meninggalkan penyakit yang bisa menular kepada orang lain. Malahan disuatu tempat ada seorang penderita penyakit kusta yang sudah disingkirkan keluarga dan tinggal disuatu sopo atau gubuk didekat satu kampung, selalu berkeliaran meminta-minta sumbangan baik kerumah-rumah maupun ke pasar-pasar walaupun orang-orang kampung sudah melarang dan memarahinya tetapi dia tidak mendengarkannya. Pada suatu hari tengah malam saat dia sedang tidur nyenyak digubuknya berselimut tikar karena hawa yang dingin, maka orang kampung menyiram minyak tanah dan membakarnya hidup-hidup tanpa ada kesempatan untuk keluar gubuknya.
Pada saat abu gubuknya habis maka diapun sudah menjadi arang tanpa ada orang yang bisa dipersalahkan, demikian cerita orang-orang tua perihal orang yang menderita kusta saat itu di Tanah Batak Utara.

A.   PELARIAN DARI HUTA SALEM KE BARERANG
Mengingat keampuhan dan kemanjuran pengobatan di Rumah sakit kusta yang didirikan dan diawasi Missi atau Zending Barmen ini banyak penderita kusta yang datang dari Tanah Batak Utara yang datang ke Barerang ini. Bahkan menurut Immanuel, surat kuliling siganop bulan Rongkoman Rhein Mission Press di Siantar Narumonda Toba (bukan Pematang Siantar Simalungun) tahun 1904 dikatakan bahwa ada sekelompok penderita kusta yang melarikan diri ke Barerang dari penampungan Huta Salem dengan harapan mereka bisa sembuh. Bisa kita bayangkan lama mereka diperjalanan dan sulitnya perjalanan yang harus ditempuh. Mereka makan hanya kalau ada pemberian orang-orang dan kalau tidak maka mereka makan apa saja yang bisa dimakan diperjalanan. Pada saat itu jalan masih sangat susah melalui jalan setapak dan menyeberangi sungai-sungai yang deras dan hutan-hutan yang lebat. Akhirnya mereka sampai di Barerang Situmba. Tetapi ditolak disana karena mereka tidak membawa surat keterang dan ternyata mereka melarikan diri dari huta Salem seperti berikut:
Disini kami kutip Boa-Boa (pemberitahuan) tersebut sesuai dengan aslinya.
”Dohot do nasailaon didok halak: Torop do halak nahuliton lintun sian huta Salem ala hurang angka naringkot to daging i, gabe lintun ala ni i. Jadi dipupusi halak na jumpangsa asa adong panganonna dohot parulosonna. Ai indang tutu na lintun sian huta Salem, Alai anggo di ari 7 september 1903 lintun do lima halak goarna Job Napitupulu, Bawang Simanjuntak, Manase Simanjuntak, Rahat Pasaribu, A. Ni Pangaul Sihombing. Alana na naeng tu Dolok Sibualbuali (maksudnya ke Barerang, penulis) mangalului hamalumon ni sahitna nian. Alai ndang dijangkor dongan pangaramoti na di Barerang i, ala sian halintunon langka nasida, manang didia nasida, urupi hamu ma nasida asa unang mate so mangan jala unang manangkoi dohot mamupusi. Pos ma rohamu ndang hahuaonna hamu pasingot hamu nasida marhite hata ni Debata. Molo unduk jala disolsoli salana diida dohot dibege hata ni dongan atik jaloon do nasida tu huta Salem. Torop ni nahuliton i ditaon 1903 = 82 halak, namate 5 halak (guru J.S)”.

B.   KUNJUNGAN PESERTA RAPAT PENDETA MISSION KE BARERANG.
Pada tanggal 19 - 21 Agustus 1903 diadakan rapat Pendeta Mission Batak di huta Padang Matinggi dilingkungan Ressort Sipirok. Rapat tersebut dihadiri oleh Ephorus Mission Batak untuk daerah Angkola dan sebagian Pahae. Pendeta Philips Christian Schutz dari Bunga Bondar, Pendeta Metzler, Pendeta Shotker dari Sipirok, Pendeta Irle dari Sipiongot dan Pendeta Eggingk dari Pargarutan. Bermacam-macam yang terjadi pada orang-orang Batak dibahas pada rapat itu. Memang sungguh besar berkat yang diberikan oleh Tuhan Jesus kepada orang Batak. Setiap tahun selalu bertambah jumlah orang Kristen yang berasal dari mereka yang masih Sipelebegu (animisme) maupun dari yang sudah beragama Islam. Jumlah orang-orang yang Kristen sekarang jauh lebih besar pertambahannya dari tahun lalu. Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan disini, hal-hal yang dikemukakan dalam rapat tersebut untuk kita maknai dan doakan perihal:
1.    Harta Warisan
Didaerah Toba (Tanah Batak Utara) kaum perempuan ikut menerima warisan dari orangtuanya sedang di Angkola  (Tanah Batak Selatan) anak perempuan tidak berhak menerima harta warisan. Mudah-mudahan sedemikian berkembangnya Kekristenan di daerah Angkola ini karena dengan  berkembangnya Kekristenan disuatu daerah maka bertambah tinggi lah penghormatan yang diberikan kepada kaum perempuan dan mereka ikut mewarisi peninggalan orang tuanya.

2.    Surat Pembahasan perihal bangsa Batak
Surat pembahasan perihal bangsa Batak oleh pendeta Willie Sinaga yang mengemukakan bahwa dengan masuknya agama Islam ketanah Batak ada indikasi akan membawa atau menjadikan mereka menjadi orang Jawa dan orang Melayu dan menghilangkan ke Batak annya. Perihal ini pendeta Willie Sinaga dengan panjang lebar membahasnya dimana sebelumnya beliau telah mendiskusikannya dengan orang-orang Islam yang menjadi pemuka agama tersebut.
Bertambah lama bertambah hilangnya ke Batakan, demikian juga kebiasaan dan adat orang Batak. Lihat saja kalau kita berkunjung ke Tanah Batak Selatan dimana bertambah keselatan kita bertambah saru orang Batak tertutup oleh alam Melayu. Selesai rapat yang dimulai hari Jumaat dan Sabtu maka peserta rapat berangkat ke Sipirok untuk Kebaktian Minggu dan penutupan rapat Mission tersebut.
Sebagian dari para pendeta peserta rapat dari Padang Matinggi tersebut berangkat mengunjungi para penderita penyakit kusta yang dirawat di Rumah Sakit Kusta Barerang di Dolok Sibualbuali diatas Situmba. Hanya orang Kristen yang menyiapkan dan mengunjungi mereka disana meniru kasih yang diajarkan oleh gurunya Tuhan Jesus kristus untuk mengasihi orang sakit dari Barerang tersebut. Para pendeta peserta Rapat memberitahukan pada orang-orang yang sakit disana  bahwa kedatangan mereka adalah dalam rangka rapat pendeta di Padang Matinggi dan besok hari Minggu akan diadakan Pesta Mission Batak di Sipirok. Makna pesta tersebut adalah karena sudah lebih tersebarnya injil keseluruh Tanah Batak dan sudah lebih jelas kasih Karunia Tuhan jesus kepada kita semuanya. Para peserta rapat yaitu para pendeta yang berkunjung ke Barerang tersebut juga menyediakan makanan kepada semua yang sakit disana untuk menghibur mereka. Besoknya pada haru Minggu tanggal 21 Agustus 1903 dilangsungkan Pesta Mission di gereja Sipirok. Banyak kegembiraan yang kita lihat pada pesta tersebut. Dimana pendeta Metzler dan pendeta Volkman berkhotbah terlebih dahulu. Mereka menceritakan bagaimana kasih Tuhan sedemikian besar kepada bangsa parbegu yang telahmenerima Injil sebagai jalan hidupnya dengan meninggalkan kegelapan dalam naungan keyakinan mereka sebelumnya. Kebaktian ditutup oleh Ephorus Philips ChristianSchutz sesudah khotbah Ende dan Doa Bapa Kami dan Pasu-pasu, Amin.

C.   BAGINDA PHILIPUS SIREGAR DIANGKAT JADI RAJA SIPIROK
Ale hamu angka dongan namajaha Immanuel on, ai nunga torop sian hamu na umboto mandersa ni halak silom nabalga i di Sipirok. Di bulan september 1905 disingkati nasida do tarup ni mandersa i ndada beijuk alai diganti dohot seng. Dibagasan 10 ari sun dibaen nasida rodi namambuat hayu sian dolok jala tipak alamanna dipantar dohot batu, jala dibahen muse dohot rihit di alaman jala dihandang humaliang, marratus ratus nasida marulaon disi. Ama-ama rodi angka doli-doli dohot ina rodi angka namarbaju rodi angka dakdanak ringgas bedo nasida idaon. Sai riburan do nasida, mangkuling tabu dohot ogung, mangkuling dohot lelo (bodil na balga). Ra ianggo bingkasna dibahen dipabangkit Kompeni do raja sian halak Kristen, ima Baginda Philippus Siregar (Pakhus Pensiunan) gabe kepala kampung di Sipirok (= raja). Muruk rohanasida ala adong bangkit raja sian halak Kristen.
Alai saluhutnai lilu ni roha nasida do i, tanda ni pitung ni roha nasida doi. Ala ni i hupangido hami angka donganmu na di Sipirok aso tongtong di ingot hamu martangiang ala ni angka halak silom na di Sipirok asa mungkap dalan ni Barita Nauli i tu roha nasida.
Catatan: Makam dari Baginda Philipus Siregar ini beserta Ibu dimakamkan sejajar dengan makam Thomas Siregar gelar Mangaraja Naposo dan Ibu boru Nasution disebelah kanan gereja HKBP Sipirok
Tabi sian au,
Sipirok 1-1-1906. guru Baduali Siregar

III.       MASA KE EMASAN BARERANG – SITUMBA.
Seperti telah dikemukakan didepan tulisan ini bahwa sejak tahun 1889 Pendeta Ludwig Hanstein yaitu pendeta di Sipirok telah membangun 3 buah rumah besar untuk menampung para penderita sakit kusta di Barerang Situmba tersebut. Hal ini membuat banyak orang tertarik untuk berobat kesana baik mereka yang masih beragama sipele begu, yang beragama Islam maupun yang sudah beragama Kristen. Ketaatan kepada aturan di rumah sakit kuta itu diterapkan dalam bentuk disiplin yang keras baik saat berobat, bekerja dikebun, beristirahat dan larangan untuk meninggalkan kompleks rumah sakit. Dari mereka yang sudah sembuh total banyak yang kembali kekampung halamannya dan menjadi pembantu para Evangelis atau Sintua dalam menyebarkan agama Kristen dilingkungannya. Bagi mereka yang berada dalam lingkungan tersebut dan rajin bekerja dikebun sangat banyak membantu pemenuhan akan makanan baik berupa sayur sayuran, umbi umbian dan buah buahan, untuk mengamankan tanaman tersebut terhadap gangguan binatang terutama babi hutan yang banyak berkeliaran disekeliling maka mereka memagarinya dengan pagar pohon hidup seperti dapdap yang batangnya berduri, pohon sona (hasona) atau bambu dan untuk makanan daging mereka cukup memasang perangkap pada jalan lalu lintas babi tersebut.
Melihat perawatan yang baik dan fasilitas yang cukup dan teratur maka banyak diantara mereka yang berusaha sedapat mungkin memenuhi persyaratan yang ada agar cepat sembuh. Keputus asaan karena telah disingkirkan dari lingkungan keluarga berubah menjadi semangat hidup yang tinggi.

Ajaran para pengasuh mereka dirumah sakit kusta Barerang Situmba ini sangat terkesan dalam hidup mereka dan hasilnya dimana sesudah mereka sembuh dan kembali kepada keluarga mereka memperkenalkan kasih Jesus kepada mereka dan keluarganya kemudian menjadi pengikut Kristus.
Pada saat Pendeta Andreas hink 1907-1912 menjadi pendeta di Sipirok tepatnya tahun 1912 dimana saat itu lebih banyak lagi orang yang terjangkit penyakit kusta baik di Tanah Batak Selatan maupun Tanah Batak Utara yang datang ke Barerang Situmba tersebut. Oleh Zending Barmen dibeli tanah seluas 10 ha dari kepala kuria Baringin yang berkedudukan di Hutaraja dimana Kepala Kuria saat itu adalah Baginda Soilangon Siregar gelar Patuan Parlindungan atau kalau di Hutaraja lebih dikenal dengan Raja Na Tobang.
Pembelian tanah tersebut dilaksanakan pada tahun 1913 yang terletak di Barerang Situmba tersebut dan sekitarnya sebagai tanda syahnya transaksi tersebut diadakan pago-pago seekor kerbau yang tanduknya sudah bulat (tikko) dipotong dan dimakan bersama rakyat kerajaan. Pada tahun 1914 dimulailah pembangunan 3 buah rumah besar untuk penampungan para penderita kusta lengkap dengan Rumah Sakit menggantikan bangunan lama. Pada tahun 1916 selesailah sudah pembangunan gedung penampungan penderita kusta tersebut dan sekaligus Rumah Sakit Kusta yang megah dengan berlandaskan pilar semen ± 1 meter dari tanah dengan  lantai dan dinding dari kayu mahoni dan atap seng. Untuk melengkapi Rumah Sakit Kusta milik Zending Barmen tersebut maka didirikanlah:
1)       Rumah Ibadah Gereja Kristen Protestan untuk membekali iman Kristiani kepada penderita kusta tersebut.
2)       Untuk memimpin Rumah Sakit tersebut langsung ditangani oleh Zendeling atau pendeta Ressort Sipirok yaitu August Ameler dan stafnya.
3)       Untuk pemimpin rumah ibadah atau gereja dipercayakan kepada guru Panget Siregar tamatan Sekolah Guru Huria di Seminari Sipoholon beliau adalah orang Hutaraja yang lebih dikenal dengan Ompu Mulia (rumahnya rumah kedua dari jalan besar jalan raya lintas Sumatera menghadap ke Utara) Rumah Guru Huria dan Sintua lengkap dibangun disana.
4)       Untuk urusan keuangan (Bendaharawan) Rumah Sakit dan Gereja diserahkan kepada Sintua Taroli Siregar gelar Sutan Pardamean dari Baringin.
5)       Untuk menjaga keamanan, Zending Barmen meminta kepada pemerintah Belanda untuk menempatkan polisi disana dan untuk itu telah didirikan Pos Polisi lengkap dengan asrama sebanyak enam lokal. Hal ini penting untuk menjaga agar para pasien rumah sakit tidak berlalu lalang keluar masuk rumah sakit secara bebas.
6)       Untuk para penderita kusta yang meninggal disana selama perawatan bilamana dia berasal dari tempat yang jauh maka didalam kompleks Rumah Sakit Kusta tersebut disediakan pemakaman. Salah satu orang yang meninggal selama perawatan disana adalah Djomen Sitompul berasal dari Aek Badak (Angkola Jae) ± 40 km dari Padang Sidempuan kearah Panyabungan.
Pada tahun 1976 anaknya yang bernama Hotman Sitompul, Rumonan Simanjuntak dan Rosita memindahkan tulang belulang Jomen Sitompul ke pemakaman Aek Badak,
jadilah Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba tersebut menjadi salah satu Rumah sakit kusta yang terbaik dan tersebar di Indonesia saat itu. Disamping Zending Barmen (RMG) juga pemerintah Belanda sangat terkesan atas Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba tersebut. Pemerintah Belanda membantu baik dalam biaya, dan obat-obatan tetapi juga untuk membantu pengamanan dengan membuka pos polisi dikomplek Rumah Sakit Kusta tersebut. Malahan ada diantara para penderita kusta yang sembuh meminta agar dia dapat dipekerjakan membantu di Rumah Sakit tersebut secara sukarela sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan yang telah menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya selama ini.

IV.  RUMAH SAKIT KUSTA BARERANG SITUMBA DITUTUP.
Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba yang telah banyak merawat orang-orang yang berpenyakit kusta di Tanah Batak dan sudah banyak yang sembuh dan kembali kekeluarganya dengan sukacita. Sesuatu yang sulit pada awal berdirinya kemudian ditangani oleh orang dengan tangan dingin dan dengan penuh kesabaran dan harapan. Banyak keluarga-keluarga yang sudah putus harapan atas kesembuhan keluarganya mendapat anugerah dari Tuhan atas kesembuhan keluarganya.
Tiada yang mustahil bagi Tuhan, itulah akhirnya pedoman mereka dan akhirnya mereka menjadi saksi Kristus baik dilingkungan keluarga sendiri maupun dilingkungan keluarga yang lebih luas tetapi sesuatu yang baik itu harus ada akhirnya karena adanya perubahan yang sangat besar di Jerman.
Adanya rencana Konselir Jerman Adolf Hilter untuk menaklukan dunia dan menjadikan Jerman sebagai penguasa dunia. Untuk itu perlu persiapan-persiapan disegala bidang termasuk pengerahan segala dana dan tenaga untuk persiapan itu dana untuk Zending juga sudah mulai berkurang juga perluasan daerah penginjilan sudah melampaui Tanah Batak dan sudah berkembang di Simalungun, Sumatera Timur dan juga Jakarta.
Kantor Pusat Zending Batak di Sigumpar tempat yang mengendalikan Penginjilan di Tanah Batak sudah kurang perhatian untuk daerah Angkola yang menjadi minoritas dalam jumlah penganut agama Kristen. Pada tahun 1934 sehubungan dengan memanasnya situasi di Eropah dan adanya persiapan negara Jerman untuk mengadakan perang dunia kedua maka perawatan orang-orang berpenyakit kusta tersebut dipindahkan ke Huta Salem, Balige didaerah Tanah Batak Utara sampai sekarang.
Karena Rumah Sakit Kusta tersebut telah dipindahkan ke Huta Salem Balige Tanah Batak Utara maka tahun 1934 areal Rumah Sakit Zending Barmen tersebut diserahkan secara lisan- untuk dalam pengawasan Panjito Batubara agar dijaga. Amanat itu disampaikan oleh Zending Heinrich De Kleine pendeta Ressort di Sipirok. Dan sampai sekarang cucu dari Panjito Batubara masih tetap mengawasi dan menjaga tanah bekas pertapakan Rumah Sakit Kusta tersebut tersebut.
Bukti bisa dilihat sampai sekarang ini adalah:
v  Tiang-tiang bekas pertapakan rumah sakit dari semen
v  Tangga Gereja dan rumah sakit dari semen
v  Bekas pertapakan Pos Polisi dan Asrama Polisi
v  Tiang-tiang bangunan penampungan pasien
v  Bekas bangunan W.C i parit Panjito Batubara
v  Pertapakan pemakaman Djomen Sitompul
v  Selama Sintua Taroli gelar Sutan Pardamean bertugas disana dikarunia 4 (empat) orang anak dengan nama-nama sebagai berikut:
·               Karel Siregar sudah meninggal
·               Sintauli boru Siregar umur 85 tahun
·               Alfred Siregar umur 83 tahun
·               Dermawan boru Siregar umur 80 tahun
Tiga orang anak dari Sintua Taroli tersebut diatas masih hidup saat tulisan ini dibuat dan ada seorang anaknya yang masih hidup dan bersedia memberikan pernyataan yaitu Alfred Siregar pensiunan Polisi dan juga pensiunan anggota DPRD Tapanuli Tengah di Sibolga dan sekarang tinggal di Baringin Sipirok juga masih ada keluarga mereka yang bersedia memberikan pernyataan yaitu Hajjah Nurjannah Siregar isteri Veteran pejuang kemerdekaan Indonesia.
Menurut orang Aek Horsik Situmba yang maragat (mengambil air nira) pohon aren diatas areal tersebut mereka hanya maragat saja dan tanah tersebut mereka katakan bukan tanah mereka dan memang bukti-bukti bekas rumah sakit kusta itu jelas masih ada.
Dalam suatu percakapan dengan ompung St. Taroli Siregar tahun 1958 saat kami berdua istirahat sehabis membersihkan gereja hari minggu pagi dan lonceng pertama (persiapan) sudah dibunyikan, saya tanyakan: Mengapa Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba tersebut ditutup maka beliau dengan diplomatis mengatakan bahwa Barerang Situmba tidak mujarab lagi.
Hanya waktu saya katakan bahwa pada tahun 1949 saat Aksi Polisional II Belanda saat anak-anak dari kampung Hutaraja banyak yang kena penyakit gatal-gatal di badan (rasaon) termasuk penulis- karena ketiadaan obat di Rumah Sakit Sipirok maka setiap minggu kami pergi berobat berendam di air belerang tersebut dan hasilnya hanya 8 kali kesana sudah sembuh dan bersih dari penyakit.
Beliau tertawa terbahak bahak sambil mengelus kepala saya dan berkata pintar juga engkau ompung memang pemindahan itu karena kesulitan biaya menjelang Perang Dunia kedua dimana RMG (Zending Barmen) harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk tetap memperluas penginjilan kedaerah daerah yang belum mengenal Injil. Sebagai catatan ompung Sintua Taroli Siregar dari Baringin inilah Bendaharawan terakhir di Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba dan sekeluarga ompung inilah satu-satunya keluarga Kristen terakhir di Baringin hingga saat ini. Sekarang juga anaknya bernama Alfred Siregar yang tetap menjunjung panji-panji Kristus disana dalam sisa-sisa hidup sebagai pensiunan Polisi dan Anggota DPRD Tapanuli Tengah. Tuhan memberi umur panjang 84 tahun untuk beliau .

PENUTUP.
Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) yang sudah berdiri sendiri dan berdaulat dimana sudah diakui oleh pemerintah. Gereja ini walau masih muda dibandingkan dengan gereja-gereja lain yang dipajae atau dimandirikan dengan resmi oleh HKBP sudah banyak berbuat untuk menunjukan eksitensinya dibumi pertiwi ini.
Hal ini sesuai dengan Hata Huhuasi Pucuk Pimpinan GKPA dalam Almanak GKPA 2011 dimana diberitakan bahwa salah satu program besar yang akan dilaksanakan pada tahun 2011 ini adalah Perayaan atau Pesta Jubileum 150 tahun Kekristenan didaerah Angkola yaitu pada tanggal 8-10 Juli 2011 yang dipusatkan di Parausorat, dan ini dinyatakan dalam Surat Panitia Perayaan Kekristenan di Luat Angkola no: 5-005/PPH 150:A:1/12/20011 tanggal 16 Desember 2010.
Satu lagi tugas kita adalah mendudukkan pertapakan Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba-Sipirok ini agar secara juridis formil tertulis sebagai infentaris GKPA walaupun secara faktual kita sudah bisa dibuktikan dengan data-data tersebut diatas. Bisa saja sesuatu waktu nanti GKPA bisa mendirikan sekolah atau bangunan sosial lainnya disana.
Saya rasa kita sependapat atas usul ini terutama GKPA Ressort Hutaraja dibantu oleh Distrik II Sipirok Dolok Hole dan Kantor Pusat GKPA dapat memberikan perhatian untuk itu adalah suatu harapan penulis.
Saya yakin suatu saat nanti pertapakan Rumah Sakit Kusta Barerang Situmba ini akan menjadi milik GKPA secara Juridis Formil.
Tuhan selalu memberkati kita semua, Amin dan Horas.

(Penulis adalah Ketua Dewan Marturia dan Sekretaris Punguan Lansia HKBP Semper Ressort Semper Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar