Senin, 04 April 2011

MENYAMBUT MINGGU PALMARUM

widgeo.net
MENYAMBUT MINGGU PALMARUM



Dalam liturgi, kepada jemaat dibagikan daun palem dan ruang kebaktian dipenuhi dengan ornament palem. Daun palem menjadi lambang perdamaian, kehidupan, kemenangan, dan pengharapan akan pertolongan Tuhan.
Mereka mengambil daun-daun palem dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” (Yohanes 12:13).
HARI Minggu Palmarum Umat Kristiani menyambut hari yang khusus ini sebagai hari yang penting, lima hari menjelang Hari Raya Jumat Agung. Apa yang sebenarnya menjadi kekhususan hari Minggu Palmarum?
Pertama-tama kita diingatkan bahwa lima hari menjelang penyaliban Tuhan Yesus, Ia dielu-elukan dengan penuh antusiasme oleh penduduk Kota Jerusalem. Mereka mengira bahwa inilah saatnya yang tepat untuk mengangkat Dia sebagai raja Israel karena sebagai bangsa yang terjajah mereka merindukan kemerdekaan.
Kedua, melantunkan mazmur pujian kepada Allah, sebagaimana diajarkan oleh nenek moyang mereka ketika berziarah ke Bait Allah di Kota Jerusalem. Mazmur pujian itu penuh dengan sukacita karena berlatar belakang kemenangan nenek moyang mereka dalam peperangan pada masa lalu. Namun, mereka mengabaikan kaitannya dengan perkara rohani dan lebih terpukau pada gerakan politik untuk melawan pemerintah penjajahan Romawi.
Maka, kedatangan-Nya ke Kota Jerusalem hendak mereka gunakan untuk memobilisasi massa dalam sebuah demonstrasi besar-besaran. Lalu mereka mengelu-elukan kedatangan Tuhan Yesus itu dengan menggunakan daun-daun palem seraya mengangkat-angkat daun palem itu dan berseru ,”Hosana! Hosana!”
Daun palem adalah lambang keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan sehingga tepatlah jika mereka ingin memperoleh perkara-perkara itu pada diri Tuhan Yesus.
Ketiga, menyanjung dan menghormati Tuhan Yesus dengan kutipan Mazmur 118:26 yang telah ada sejak zaman dahulu. “Hosana!” yang berarti “Selamat sekarang”. Lalu seruan mereka berlanjut, “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” Nyata sekali bahwa kedatangan-Nya ke Jerusalem pada dasarnya adalah dengan tujuan baik, nama Tuhan disertakan dan diharapkan membawa berkat. Ia pun datang dengan maksud damai, terbukti mengendarai seekor keledai dan bukan seekor kuda. Ia dan para murid-Nya juga tidak membawa senjata apa pun karena memang kedatangan-Nya ke Jerusalem bukan dengan tujuan untuk berperang.
Menyusul sebutan “Raja Israel!”, sebuah sebutan yang tercetus sebagai bentuk harapan dan kerinduan mereka akan datangnya Sang Mesias itu. Namun, para penduduk Kota Jerusalem telah memanipulasi-Nya sebagai gerakan politik dengan cara mengangkat Dia sebagai raja mereka. Kendati pada lima hari kemudian, berubahlah seruan Hosana! itu menjadi, “Salibkanlah Dia!”
Seruan yang berubah itu adalah bukti penolakan mereka terhadap peranan Tuhan Yesus sebagai raja Israel. Oleh karenanya, untuk mempermalukan orang Yahudi, Pontius Pilatus, wakil pemerintah Romawi di Jerusalem memasang di papan penyaliban-Nya tulisan dalam tiga macam bahasa yakni Ibrani, Yunani, dan Latin. Inilah tulisan yang dimaksudkan dalam bahasa Latin, Iesous Nazarenus Rex Ioudaiorum yang berarti Yesus Orang Nazaret Raja orang Yahudi dan lazim disingkat menjadi INRI.
Kendati pengakuan sebagai raja Israel mereka kemukakan, pada kenyataannya justru merekalah yang mendorong sejumlah prajurit Romawi untuk menyalibkan Dia, bahkan dengan lantang mereka berteriak disertai sumpah serapah, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami” (Mat. 27:25).
Nyata bagi kita bahwa pengakuan para orang Jerusalem yang tampaknya menghormati Tuhan Yesus telah berubah menjadi penghujatan kepada-Nya. Mengapa hal itu terjadi? Dikisahkan, bahwa sejak masuk ke Kota Jerusalem dan diangkat oleh para orang Yahudi sebagai raja mereka, Ia bersikap santai, Ia tidak memberikan komando kepada para orang Yahudi untuk menyerang pemerintah Romawi. Sebaliknya Ia tenang-tenang saja seolah-olah tak terjadi sesuatu apa pun dan kembali berada di tengah para murid-Nya.
Pada sisi lain, di lingkungan orang Yahudi dengan kelompok penggeraknya yakni para imam termasuk Imam Besar, orang Farisi dan ahli Taurat, sibuk merencanakan untuk menangkap Tuhan Yesus, termasuk memanfaatkan pengkhianatan Yudas Iskariot. Itulah suasana lima hari yang mencekam menjelang penyaliban-Nya.
Betapa pun tegangnya suasana kehidupan para penduduk Kota Jerusalem itu, rencana Allah berjalan terus. Selangkah demi selangkah jalan menuju ke kayu salib makin mendekat.
Banyak peristiwa telah terjadi dalam waktu yang singkat itu. Ada peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Tuhan Yesus sebagai sikap hidup yang melayani, ada pernyataan janji-Nya untuk menerima jaminan hidup di rumah Bapa bagi orang beriman, ada penetapan perayaan perjamuan kudus sebagai peringatan terhadap pengorbanan tubuh dan darah-Nya demi keselamatan manusia, ada teguran yang disampaikan-Nya kepada Petrus dan Yudas Iskariot, agar mereka tidak menyangkali dan mengkhianati-Nya; ada pergumulan doa-Nya yang begitu berat di Taman Getsemane dan Ia pun memanjatkan doa-Nya secara khusus demi kepentingan para pengikut-Nya, dll. Sebuah rangkaian persiapan menjelang puncak kesengsaraan-Nya yakni mati tersalib.
Dengan mengikuti langkah-langkah-Nya, kita makin paham bahwa Tuhan Yesus datang untuk berkorban demi kita, manusia yang berdosa. Ia yang tidak mengenal dosa telah dijadikan dosa, supaya kita yang berdosa dibenarkan di dalam Dia. Dengan cara ini, kita dapat merenungkan hari Minggu Palmarum yang tidak berdiri tersendiri, tetapi berkaitan dengan Hari Raya Jumat Agung.
Sekiranya kita mengikuti hari-hari terakhir pelayanan-Nya di dunia ini, tahulah kita bahwa hari-hari terakhir-Nya begitu padat dengan pelbagai acara sehingga pergumulan-Nya pun menambah keteguhan tekad-Nya untuk menuju ke tiang penyaliban.
Setelah kita merenungkan semua langkah dan tindakan-Nya, semua pesan dan perintah-Nya, sampailah kita kepada sebuah kesimpulan bahwa Ia memang dipersiapkan untuk menghadapi tugas-Nya selaku juru selamat manusia, menderita dan mati. Lalu ketika semuanya telah siap, drama penyaliban pun terlaksana di bukit Golgota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar