Senin, 04 April 2011

Renungan Jumat Agung: Yohanes 19 : 23 -30

widgeo.net
HARGA SALIB KRISTUS!
Yohanes 19 : 23 -30



1.      Jika kepada kita diajukan pertanyaan, berapa harga salib? Mungkin kita akan menjawab, tergantung bahan dasarnya. Karena salib dari kayu atau dari emas akan berbeda harganya. Tetapi harga salib yang dimaksud disini bukanlah berdasar bahannya melainkan berdasar kualitasnya. Ada orang yang membayar harga salib dengan mahal sekali, dia harus kehilangan orang yang paling dikasihi, kehilangan pekerjaannya dan keuntungan yang besar bahkan diusir oleh keluarganya hanya karena salib. Berbicara tentang berapa harga salib, erat kaitannya dengan bagaimana ketegasan dan keberanian kita. Karena berbicara harga salib, kita harus berbicara tentang harga salib Kristus dengan harga salib kita. Kristus telah membayar harga salib dengan mahal dan Dia akhiri harganya dengan “sudah selesai”.
2.      Bagaimana Dia membayar harga salib? Yaitu dengan:
·         Kehilangan murid-murid-Nya (orang-orang yang dikasihi). Petrus yang dekat denganNya bahkan menyangkal dan berkata aku tidak pernah mengenal Dia.
·         Tubuh-Nya yang hancur, wajah-Nya tidak serupa anak manusia lagi sehingga tidak dapat dikenali.
·         Darah-Nya yang habis waktu tombak menusuk lambung sampai ke jantung, bukan hanya darah yang keluar tetapi bercampur dengan air karena darah-Nya terkuras habis hingga tetes yang terakhir. Tetapi ingat, kasih-Nya tidak pernah habis bagi hidup kita.
3.      Berarti Kristus membayar Salib dengan harga yang sangat mahal. “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (I Kor. 6:20).  Harga salib Kristus sudah lunas! Karena salib Kristus sangat mahal maka harga salib kita menjadi jauh lebih murah, sehingga kita tidak perlu berkorban supaya selamat, tetapi justru karena kita sudah selamat maka kita berani berkorban bagi Kristus.  Kita tidak perlu menyalibkan tubuh kita tetapi kita harus menyalibkan kedagingan kita karena Yesus sudah tanggung segalanya di atas kayu salib. Kita tidak perlu mengurbankan darah binatang lagi karena darah Kristus adalah persembahan yang hidup. Sehingga salib kita menjadi jauh lebih murah, tetapi tetap ada harga yang harus kita bayar. Persoalannya sekarang adalah ada orang-orang yang menolak membayar harga sebuah salib. Ada banyak orang yang hidupnya munafik, menghalalkan segala cara, penjilat, hanya karena mau menolak membayar salib Kristus. Ingat, ada harga salib. Semakin mahal salib itu, semakin berharga pula hidup kita. Jadi kalau kita punya harga yang mahal karena pikul salib, kita harus tetap bangga karena dibalik salib yang mahal ada harga yang luar biasa yang akan kita terima dari Kristus. Salib Kristus adalah segalanya, harganya tak ternilai. Apapun yang ada dalam hidup kita tidak ada yang dapat dibandingkan dengan harga salib. Mahal atau murahnya salib tergantung kita (Mat. 10:37-39). Ada orang-orang yang mau menghindari harga salib (demi karir rela tinggalkan imannya, demi pasangan hidup rela tukar imannya), namun ada yang bangga dengan harga salib, artinya berapapun harga salib itu saya rela membayarnya.
4.      Berapa Harga Salib?
Ø  Seharga hidup kita (I Korintus 6:19-20). Agar kita menerima hidup dan kelimpahan (Yohanes 10:10). Apapun yang kita korbankan demi Salib itu sebetulnya masih tetap discount, terlalu mahal harga salib itu.
Ø  Seharga kejahatan dan dosa kita  (Yesaya 53:5-6). Yang harus kita lakukan adalah: kita bersyukur (Yesaya 53:5-6), dan kita takut berbuat dosa .
Ø  Seharga dunia ini (Markus 8:36). Berbicara tentang dunia ini, sebenarnya berbicara tentang: penyakit, penderitaan, penjajahan Iblis.
Ø  Seharga berkat yang kita butuhkan dalam kehidupan kita (Galatia 3:14). Kristus menjadi kutuk supaya di dalam kita berkat-berkat Kristus dapat dicurahkan.
5.      Sikap Terhadap Salib. Marilah kita melihat beberapa sikap yang ditunjukkan para perempuan yang berada di sekitar penyaliban Yesus saat itu. Mereka adalah Maria ibu Yesus, Salome isteri Kleopas dan Mariga Magdalena.
  • Mengasihi salib (Yoh. 19:25-27). Mungkin Maria tidak dapat mengerti peristiwa itu, tetapi ia dapat mengasihi. Kehadirannya dekat salib amat wajar sebagai seorang ibu. Yesus mungkin dipandang sebagai penjahat berdasarkan hukum negara, namun begitu Yesus tetaplah anaknya. Kasih ibu kepada anaknya, itulah yang membawa Maria dekat ke salib.
  • Dengan kerendahan hati (Yoh. 19:25-27). Salome adalah wanita yang pernah ditegur Yesus – namun ia juga ada di dekat salib. Hal itu menunjukkan bahwa ia mempunyai kerendahan hati untuk menerima teguran Yesus dan mengasihi dengan pengabdian yang tidak berkurang; hal itu menunjukkan juga bahwa Dia dapat menegur sedemikian rupa sehingga kasih-Nya dapat bersinar melalui teguran-Nya. Kehadiran Salome dekat salib adalah suatu pelajaran bagi kita mengenai bagaimana memberi dan bagaimana menerima teguran.
  • Tidak bisa hilang (Yoh.19:25-27). Maria Magdalena adalah perempuan yang pernah disembuhkan Yesus dengan mengusir tujuh setan daripadanya (Mrk.16:9; Luk.8:2). Maria Magdalena tidak bisa melupakan apa yang telah Yesus telah lakukan baginya. Kasih-Nya telah menyembuhkan dia dan kasih perempuan ini juga sedemikian rupa sehingga kasih itu tidak bisa hilang. Motto yang tertulis di dalam hatinya ialah: “Aku tidak mau melupakan apa yang telah Dia perbuat bagiku”.
  • Berani pikul salib (Markus 8:34-35). Salib yang harus kita pikul adalah salib kita sendiri. Kadangkala salib yang kita bangun sendiri, seperti kesombongan, keputusan yang salah, sifat dan karakter.
  • Bangga akan salib (Galatia 6:14). Paulus berkata aku bermegah atas salib.
  • Selalu mengingat salib (Ibrani 12:2-3). Setiap kali kita hendak berbuat dosa atau ketika menghadapi masa sukar, ingat selalu bahwa salib sudah terjadi bagi kita. Ingat karena salib kita tidak akan lengah dan lemah.
  • Berani menyalibkan diri (Galatia 2:19-20). Jangan sampai kita bangga akan salib, selalu ingat akan salib, tetapi tidak menyalibkan diri.
6.      Jika kita berada dekat dengan salib Kristus, maka Kristus pasti akan memeliharakan seluruh hidup kita. Ketika Yesus melihat ibu-Nya, Dia tidak bisa lain daripada memikirkan hari-hari masa depan ibu-Nya. Dia tidak bisa menyerahkan ibu-Nya kepada suadara-saudara-Nya untuk memelihara dia, karena mereka belum percaya kepada-Nya (Yoh.7:5). Yohanes memang mempunyai dua kualifikasi untuk pelayanan yang Yesus percayakan kepadanya – pertama, dia adalah saudara sepupu, sebagai anak Salome, dan kedua, dia adalah murid yang dikasihi oleh Yesus. Maka Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes untuk dipelihara dan Yohanes kepada Maria, sehingga mereka dapat saling menghibur di dalam kesepian mereka setelah Yesus pergi. Sebagai anak sulung, Yesus tidak pernah melupakan hal-hal sederhana yang menyangkut keluarga-Nya.
7.      Salib Kristus adalah kebanggaan setiap orang percaya, karena melalui salib, mahkota kita pasti. Tidak ada mahkota tanpa salib. Di salib segala sesuatunya sudah diselesaikan. Kadangkala kita terlalu memandang dunia ini dan orang lain sehingga kita menjadi terlalu lemah, kecewa dan putus asa. Pandanglah salib karena di salib ada kuasa, kepastian, mujizat, kemenangan, kehancuran bagi setan, kesembuhan kita, semangat baru, sukacita dan kebanggaan kita serta keselamatan kita
8.      Sejak kapan Jumat Agung dirayakan dalam Liturgi Gereja? Sejak abad ke 3 hingga abad ke 6, ibadat Jumat Agung di Roma sangat sederhana, hanya terdiri dari bacaan-bacaan Kitab Suci dan doa-doa. Namun pada waktu itu Gereja telah menetapkan peraturan pantang dan puasa untuk umat, sehingga umat dapat mengambil bagian dari Sengsara Yesus. Liturgi Jumat Agung yang antara lain terdiri dari “penyembahan salib” adalah tradisi umat kristiani di Yerusalem sejak abad ke 4. Pada hari itu, sejak pagi hari umat sudah berangkat menuju bukit Kalvari untuk mendengarkan Kisah Sengsara dan untuk mencium relikwi, yang diyakini sebagai salah satu bagian kecil Salib Yesus. Pada pukul 3 sore, mereka berkumpul kembali untuk mendengarkan nubuat-nubuat para nabi Perjanjian Lama, sebagaimana tercantum dalam Kitab Suci dan mendaraskan Mazmur-mazmur yang ada kaitannya dengan kisah sengsara.
9.      Pada abad ke 7 tradisi tersebut mulai dipraktekkan di Roma. Sementara Mazmur 118 dinyanyikan, relikwi salib suci diarak dalam suatu prosesi dalam Basilik “Salib Suci”. Pada saat itu pula dinyanyikan “Ecce Lignum” (lihatlah Kayu Salib). Inti upacara Jumat Agung adalah perarakan salib suci dan penghormatan terhadap Salib Yesus. Sejak semula tidak ada perayaan ekaristi, namun demikian imam dan umat yang hadir dapat menerima komuni kudus yang berasal dari sisa komuni kudus pada hari Kamis Putih sehari sebelumnya.
10.  Liturgi Jumat Agung pada Abad Pertengahan terdiri dari liturgi sabda, yakni bacaan Kitab Suci dan doa, upacara penyembahan salib dan upacara komuni kudus tanpa misa.
11.  Pada abad ke 16, muncul praktek ‘meditasi terhadap Jalab Salib’ dengan merenungkan kata-kata terakhir Yesus di atas kayu salib, “Bapa, kedalam tangan-Mu, Kuserahkan Roh-Ku”. Upacara liturginya berlangsung selama kurang lebih 3 jam yang terdiri dari liturgi sabda, penyembahan salib, dan komuni kudus. Liturgi sabda terbagi atas bagian bacaan Kitab Suci, doa umat meriah, dan diselingi dengan madah pujian. Kurang lebih empat abad lamanya, model liturgi dalam gereja berlangsung demikian.
12.  Pada abad ke 20, sejak tahun 1955, dengan adanya pembaharauan dan penataan liturgi gerejani oleh Paus Pius XII, maka litrugi Jumat Agung meliputi liturgi sabda, doa umat meriah, penyembahan salib, dan komuni kudus. Pada bagian liturgi sabda, dikutip dua teks Kitab Suci Perjanjian Lama, masing-masing Hos 6:1-6 dan Kel 12:1-11 , demikian pula dibacakan atau bila perlu dinyanyikan “Kisah Sengsara Tuhan”, menurut penginjil Yohanes. Doa umat meriah dinyanyikan dengan intensi demi kepentingan seluruh Gereja yang kudus. Pada upacara penyembahan salib, kain penutup salib yang berwarna ungu dibuka dalam tiga tahap dan setiap kali imam menyanyikan “Ecce Lignum”, sedangkan umat menjawab “Venite Adoremus” lalu berlutut menghadap salib. Sementara umat dengan tertib mencium salib, koor menyanyikan “Improperia” dan “Pange Lingua Gloriosi”. Dilanjutkan dengan komuni kudus yang diiringi dengan nyanyian Mazmur 22.
13.  Pada 1970, dikeluarkan instruksi tentang Liturgi Jumat Agung, terbagi atas 3 baigan utama, yakni Ibadat Sabda yang didahului saat hening di mana imam meniarap, Penyembahan Salib dan Komuni Kudus, Warna Liturgi adalah merah. Upacara liturgi berlangsung sesudah siang hari. Pada umumnya tepat pukul 15.00.
14.  Kematian Yesus menginspirasikan beberapa hal kepada kita yang tengah menghidupi kekinian dunia. Pertama, Yesus mengajarkan bahwa keberpihakan terhadap manusia dan komitmen untuk memberi perspektif masa depan baru bagi manusia adalah segala-galanya. Keberpihakan dan komitmen itu tidak berhenti pada slogan, jargon, dan program, tetapi sesuatu yang real dan operasional, sesuatu yang bersifat action. Walaupun untuk mewujudkannya kita mesti menderita, harus kehilangan segala-galanya, bahkan kehilangan diri sendiri.
15.  Kedua, Yesus tidak sekadar menjadi guru yang menunjukkan dan mengajarkan sesuatu tetapi Ia sekaligus menjalani dan mempraktikkan apa yang Ia ajarkan itu. Tidak ada ambivalensi dan dikotomi antara perkataan dan tindakan Yesus, keduanya bersifat integral dan menyatu. Apa yang Ia ajarkan, itu juga yang Ia lakukan.
16.  Ketiga, peristiwa Jumat Agung menginspirasikan kepada kita bahwa Yesus concern dengan seluruh umat manusia tanpa mempertimbangkan kesiapaan manusia itu. Yesus benar-benar mempraktikkan sikap hidup inklusif di tengah-tengah perjalanan pelayanan-Nya. Kematian-Nya di kayu salib terarah bagi semua umat manusia, bukan hanya untuk sekelompok orang. Sikap inklusif seperti ini harus menjadi nada dasar serta gaya hidup gereja-gereja bahkan masyarakat dan bangsa di dalam masyarakat majemuk Indonesia. Dalam semangat inklusif itulah kita berjuang terus membangun rumah besar Indonesia yang di dalamnya semua orang dari berbagai suku, agama, etnik, dan golongan dapat tinggal bersama dengan penuh persaudaraan dan saling menghargai, tanpa rasa takut, curiga, dan waswas.
17.  Keagungan Jumat Agung terletak pada kemauan dan kemampuan kita sebagai umat kristiani Indonesia untuk meneladani kerelaan Yesus dalam mereguk anggur penderitaan, bukan untuk kepentingan diri sendiri golongan/kelompok sendiri, tetapi untuk orang lain, untuk sesama manusia. Keagungan Jumat Agung akan banyak tergantung pada kesediaan kita sebagai warga gereja untuk mempersembahkan yang terbaik bagi bangsa dalam penuh ketaatan kepada Yesus Kristus yang tersalib itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar