Senin, 04 April 2011

Renungan Kamis Putih: Matius 26:36-42

widgeo.net
BERJAGA-JAGALAH DAN BERDOALAH
Matius 26:36-42



Kamis Putih, adalah hari Kamis dalam Minggu Suci atau hari pertama dalam TRI HARI SUCI. Pada hari ini dirayakan hari Ulang Tahun Perjamuan Malam Yesus, di mana Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya dan menetapkan Institusi Ekaristi (Perjamuan Kudus). Disebut Kamis Putih karena warna liturgi pada hari itu didominasi oleh warna putih. Imam mengenakan pakaian misa putih, hiasan altar semuanya putih mau menunjukkan kemuliaan dan kesucian.
Dalam bahasa Inggris, tradisional hari ini disebut Maundy Thursday. Sebutan itu diambil dari antifon pertama upacara pembasuhan kaki yang dalam bahasa Latin berbunyi : “Mandatum Novum” atau perintah baru (Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. - Yoh 13, 34) yang menjadi salah satu pokok upacara pada hari itu. Sejak abad ke 4, hari itu ditetapkan oleh Konsili Hippo (tahun 393) sebagai perayaan khusus perjamuan Ekaristi yang diadakan oleh Tuhan Yesus pada Perjamuan Terakhir.
Selain kedua upacara itu, sejak dulu juga dilaksanakan upacara pemberkatan minyak-minyak (minyak katekumen, minyak krisma, dan minyak pengurapan orang sakit) serta penerimaan kembali para penitent (petobat) masal yang dikeluarkan dari persekutuan umat sejak hari Rabu Abu itu. Yang terakhir ini sudah lama tidak dibuat lagi.
Hari Kamis Putih dirayakan dengan meriah. Upacara ditandai dengan pembunyian bel / lonceng pada waktu mengidungkan lagu Kemuliaan / Gloria. Sesudah khotbah diadakan upacara pembasuhan kaki (tanda pelayanan).
Tindakan pembasuhan kaki ini tidak sama dengan cuci kaki, atau pembasuhan kaki pada waktu adat pernihakan.
Tindakan pembasuhan kaki ini dimengerti Petrus sebagai ungkapan merendah dari gurunya di hadapan para murid. Yesus meluruskan pendapat Petrus tadi sambil mengajarkan hal yang lebih dalam lagi.
Yesus sang Guru dan tuan rumah itu kini membasuh kaki para muridnya, para tamunya. Ini bisa menjadi dasar spiritualitas pengabdian sang hamba yang terungkap dalam syair-syair Ebed Yahwe (Yes 42:1-4; 49:1-6; 50:4-11, terutama 52:13-53:12).
Pembasuhan ini terjadi selama perjamuan sendiri, bukan sebelum, seperti lazim dilakukan orang. Tidak biasa. Boleh jadi Yohanes memang sengaja ingin menyampaikan hal-hal yang tidak lazim sehingga pembacanya mulai memikir-mikirkan apa gerangan maksudnya.
Apa maksud dan makna pembasuhan kaki ini?
Pertama, Yesus sadar bahwa Dia berasal dari Allah dan sedang kembali menuju kepada-Nya. Dengan demikian Yesus ingin menunjukkan bahwa orang-orang terdekat itu sedemikian berharga, sedemikian terhormat bagi-Nya.
Kedua, Yesus ingin berbagi "asal dan tujuan" artinya Yesus mau menjelaskan dari siapa dan menuju ke siapakah hidup kita ini. Inilah yang dimaksud dengan mengasihi "sampai pada kesudahannya" (Yoh.13:1). Artinya selama Yesus di dunia ini pelayanan-Nya tidak setengah-setengah melainkan sampai saat tujuan kedatangan-Nya terlaksana, yakni membawa manusia ke dekat Allah, pengasal terang dan kehidupan sendiri.
Ketiga, Yesus juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki itu disampaikan sebagai teladan bagi para murid, agar mereka berbuat seperti itu satu sama lain (Yoh.13:15).
Keempat, membutuhkan pelaku yang mau lebih dahulu berinisiatif. Pada waktu perjamuan malam terakhir, para murid Tuhan Yesus hanya duduk saling menunggu. Mereka mengharap teman-teman yang lain mau membasuh kakinya. Mungkin di dalam hati mereka bertanya: “Siapa ya yang mau mencuci kakiku?” Karena itu mereka tidak dapat memulai perjamuan malam menjelang Paskah dengan keadaan bersih sesuai dengan hukum Taurat.  Itu sebabnya Tuhan Yesus yang memulai inisiatif untuk membasuh kaki para  muridNya.
Ini berarti pada hari Kamis Putih ini juga dibutuhkan orang-orang beriman yang mau berinisiatiaf lebih dahulu merendahkan diri untuk mendatangi setiap musuhnya. Mereka mau datang dengan inisiatif untuk berdamai lebih dahulu. Atau yang lain juga bersedia datang dengan inisiatif lebih dahulu untuk menolong sesama yang sedang menderita.
Makna inisiatif untuk “saling membasuh kaki” sering diartikan sekedar suatu upaya untuk memberi laporan kepada Majelis Jemaat agar gereja segera memberi pertolongan kepada anggota jemaat tersebut, tetapi dia sendiri enggan untuk menolong. Padahal kalau kita sendiri dapat menolong sesama yang sedang kekurangan atau menderita, mengapa kita harus “cuci tangan” dengan hanya menyerahkan kepada Majelis Jemaat untuk menanganinya?
Kelima, petunjuk bahwa Yesus memperhatikan mereka yang berada paling bawah serta 'membersihkan kotoran' mereka yang berarti mengampuni segala kesalahan dan dosa-dosanya. Ia sungguh mengasihi mereka yang dibawah, rakyat miskin dan tersingkir. Ia memberi teladan kepada kita untuk melakukan apa yang Ia telah lakukan. Maka marilah kita mawas diri: sejauh mana kita telah meneladan Yesus tersebut.
Apakah semua murid Yesus bersedia dibasuh kakinya? Tidak. Petrus terheran-heran dan tak bisa menerima gurunya membasuh kakinya. Murid yang serba spontan ini melihat gurunya melakukan tindakan merendah. Hanya itulah yang dilihatnya. Yesus terlalu berakar dalam kerohaniannya sendiri. Yang hendak diberikan Yesus ialah sesuatu yang baru yang belum berkembang dalam diri para pengikutnya, bahkan yang paling dekat seperti Petrus sendiri. Yesus mengatakan bahwa kelak ia akan mengerti walaupun kini belum menangkapnya (ay. 6-7). Petrus belum puas dan bersikeras menolak dibasuh kakinya oleh gurunya itu. Mari kita dengar penjelasan Yesus sendiri kepada Petrus dan kepada siapa saja yang merasa seperti Petrus di hadapan Yesus sore ini.
Yesus menjelaskan, "Jikalau aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam aku." (ay. 8). Dia yang sadar bahwa "asal dan tujuan"-nya ialah Allah sendiri itu (ay. 3) kini hendak berbagi kehidupan dengan para murid! Bila asal dan akhir itu Allah sendiri, tentunya yang dimaksud ialah Allah sumber terang, sumber kehidupan. Utusannya datang ke dunia yang masih berada dalam ancaman kuasa gelap untuk membawa kembali orang-orang yang dekat padanya kembali ke sumber terang, kepada Allah, ke sumber kehidupan sendiri. Bila bisa dipakai istilah dalam budaya rohani Nusantara, maka berbagi "sangkan paran" kehidupan yang dilakukan Yesus menjadi jalan keselamatan bagi manusia.
Karena itu tak perlu heran bila para murid tidak semuanya bersih. Yesus berkata dalam ay. 11 "Tidak semua kamu bersih."
Berdasarkan teks khotbah malam ini apa yang mau kita renungkan dan lakukan dari Firman ini?
  1. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku. Yesus berada pada situasi yang sangat sedih dan gentar. Berjaga-jaga maksudnya, agar mereka memberikan kekuatan melalui kehadiran dan kesetiakawanan mereka kepada Yesus. Artinya, dalam menghadapi penderitaan, kita membutuhkan kehadiran orang lain di samping kita untuk mendukung kita dalam doa agar kita mendapatkan kekuatan. Mengapa Yesus meminta murid-murid-Nya untuk berdoa bagi-Nya? Karena pada saat itu Yesus sedang berjuang untuk menundukkan keinginan kehendak-Nya pada kehendak Allah. Keselamatan dunia  ini dipergumulkan di Getsemani sebab saat itulah Yesus bisa saja berbalik dan rencana Allah gagal.
  2. Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan. Artinya, untuk menghadapi pencobaan yang sangat berat, kita membutuhkan perjuangan yang kuat. Jangan menyerah menghadapi setiap pencobaan. Cawan dalam Alkitab merupakan kiasan berkat Allah (Mzm.23:5) dan dari murka Allah (Mzm.75:9). Dalam hal ini Yesus menghadapi murka atau penderitaan yang sungguh amat dalam sehingga Ia berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."
  1. Jatuhnya seseorang pada pencobaan adalah akibat mereka kurang serius dalam berdoa, atau kurang berdoa. Itulah makanya Yesus meminta agar mereka terus berjaga-jaga dan berdoa. Tetapi tiga kali Yesus mengingatkan mereka, tetapi tetap mereka tidak terjaga dan tertidur. Itulah gambaran bahwa daging kita memang lemah dan roh itu penurut. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar