Sabtu, 14 Mei 2011

Jamita Minggu, 12 Juni 2011: Ba.Rasul 2 : 1-8

widgeo.net

 

ROH KUDUS TAK SEKEDAR MENGAJAR BERTEPUK



HATORANGAN NI JAMITA

MINGGU PENTAKOSTA I 
MINGGU, 12 JUNI 2011

Jamita : Ba.Rasul 2 : 1-8    
Sibasaon : Johannes 16 : 5-15

Gereja kurang Roh Kudus?
Salah satu kritik atau mungkin lebih cocok tuduhan yang sering ditujukan kepada gereja arus utama seperti GKPA, HKBP, GKPI, GPIB, dan GKI, dll adalah gereja-gereja ini dianggap kurang Roh Kudus. Para pendeta dan penatua HKBP dianggap “belum” hidup baru dan karena itu tidak dipenuhi Roh.

Menurut saya,
kita tidak perlu marah-marah atau sewot menghadapi kritik atau tudingan ini, tetapi sebaiknya menyikapinya jujur, berani dan arif. Harus diakui gereja kita memang lebih bercorak kristologis (berorientasi kepada Kristus) daripada pneumatologis (berorientasi kepada Roh). Lihat saja bangunan-bangunan gereja kita, praktis hampir tidak ada gambar yang menunjuk kepada Roh, sebaliknya sarat dengan gambar atau simbol yang menunjuk kepada Yesus Kristus. Perayaan gerejawi terbesar di gereja kita bukan Pentakosta atau hari turunNya Roh Kudus, tetapi pesta Natal atau kelahiran Tuhan Yesus, menyusul perayaan kematian dan kebangkitanNya. Sebaliknya hari Pentakosta atau turunNya Roh Kudus, kecuali warna altar merah, praktis hampir sama dengan minggu biasa, tak ada kesibukan sama sekali menyambutnya. Selanjutnya, kotbah-kotbah apalagi seminar-seminar tentang Roh Kudus juga sangat jarang dilakukan di gereja kita. Itu berbeda sekali keadaannya dengan gereja-gereja Pentakostal dan kharismatik. (sebaliknya mereka sangat jarang melakukan kotbah atau seminar tentang moralitas atau etika sosial sebagai murid Yesus)

Walaupun kita mengakui Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) adalah satu dan tidak terpisahkan, tetapi harus kita akui dengan jujur bahwa gereja
kita sampai sejauh ini kurang menekankan aspek ketiga dari Tritunggal itu, yaitu Roh Kudus. (kebalikan dari gereja kharismatik yang cenderung melupaka ajaran etis dan moral Yesus.) Ini adalah pekerjaan rumah (PR) Gereja kita yang harus kita kerjakan. Namun baik juga kita sadar, itu tidak berarti bahwa Gereja kita harus serta-merta menganggap semua pemahaman orang lain tentang Roh Kudus adalah mutlak benar dan karena itu menelannya bulat-bulat. Gereja kita harus tetap memelihara sikap kritis dan kreatif untuk merumuskan sendiri tentang apa yang diyakini dan dihayatinya termasuk tentang Roh Kudus. Sebab itu alih-alih memuja orang lain dan menyalahkan diri sendiri (atau sebaliknya), mending Gereja kita kembali kepada kesaksian Alkitab tentang Roh Kudus.

Empat “tanda” kepenuhan Roh Kudus?
Menurut pemahaman kawan-kawan kharismatik (sebagaimana diteliti oleh seorang teolog), ada 4 (empat) hal yang dianggap merupakan “tanda” gereja atau orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus:

Pertama: bahasa roh. Katanya seorang yang dipenuhi Roh Kudus akan mendapat karunia berbahasa roh atau “bahasa lidah”. Pada ibadah-ibadah kharismatik seseorang atau beramai-ramai tiba-tiba, dan itu selalu terjadi bahkan rutin, orang-orang mengucapkan suara-suara ganjil dan asing yang sama sekali tidak dapat dimengerti orang kebanyakan. Mereka mengklaimnya sebagai bahasa Roh. Seandainya kemampuan berbahasa roh ini adalah ukuran kepenuhan Roh Kudus, maka tentu saja saya harus mengaku belum atau tidak dipenuhi Roh Kudus walaupun sudah lebih 15 tahun menjadi pendeta.

Namun jika kita mempelajari Alkitab secara serius dan sungguh-sungguh, gejala bahasa roh sebagaimana yang musim di kalangan kharismatik moderen dewasa ini, di jaman Alkitab hanya terdapat di jemaat Korintus saja dan sepertinya tidak dikenal di jemaat-jemaat perdana lain seperti Roma atau Jerusalem. Rasul Paulus hanya membahas bahasa roh dalam suratnya kepada jemaat Korintus, dan sama sekali tidak menyinggung sedikit pun dalam surat-suratnya yang lain. Bahkan penginjil Yohanes yang memberikan perhatian khusus kepada Roh Kudus juga tidak menyinggung bahasa roh termasuk dalam Injilnya. Yang paling pokok: Yesus sama sekali tidak pernah diceritakan menggunakan bahasa roh saat berdoa kepada Sang Bapa. Mengapa bisa begitu?

Lebih lanjut gejala bahasa roh sebagaimana dialami jemaat Korintus sangat berbeda dengan bahasa Roh yang dialami oleh para murid saat Pentakosta di Yerusalem. Di jemaat Korintus (dan di gereja2 kharismatik moderen) bahasa Roh tidak bisa dimengerti, sementara di Yerusalem bahasa Roh justru dapat dimengerti oleh orang2 yang berbeda bangsa dan bahasanya.

Bagi orang-orang kristen moderen yang sangat gandrung dan berambisi berbahasa Roh, baiklah mengingat kritik Rasul Paulus kepada jemaat Korintus “lebih baik mengucapkan lima patah kata yang dapat dimengerti oleh orang lain, daripada beribu kata yang tidak dapat dimengerti” (I Kor 14:19). Kritik Paulus ini menyadarkan kita bahasa Roh bukanlah karunia utama Roh Kudus, sebab itu tidak bisa dijadikan parameter atau ukuran kepenuhan Roh. Dari segi praktis: kita memang percaya bahwa ada bahasa Roh. Masalahnya kita tidak punya alat untuk mendeteksi apakah yang diucapkan seseorang itu bahasa roh atau tidak. Seandainya benar bahasa roh, kita juga tidak mengerti apa artinya, dan seandainya ada orang mengaku bisa menterjemahkannya, kita juga tidak bisa tahu apakah terjemahannya itu benar atau tidak, sebab tidak ada buku tata bahasa atau kamus bahasa roh. (Pernah terjadi dalam suatu pertemuan ada seorang berbahasa roh, dan ada dua orang yang mengaku mendapat karunia menafsirkannya, namun tafsiran keduanya berbeda sama sekali.) Sebab itu jika ada seseorang yang mendapat karunia berbahasa roh, sebaiknya ia menggunakannya secara pribadi saja di ruang tertutup tanpa harus dilihat atau didengar orang lain. Selanjutnya, orang yang bersangkutan juga harus kritis kepada dirinya sendiri apakah memang benar ia berbahasa roh atau sedang memiliki masalah dengan kejiwaannya sendiri.

Tanda kedua: antusiasme beribadah. Menurut kawan-kawan kharismatik ibadah-ibadah yang spontan, semarak dan emosional adalah tanda kepenuhan Roh Kudus. Sebaliknya orang-orang yang beribadah dengan tenang dan khusuk, tanpa bertepuk atau melambai-lambaikan tangan, bergoyang atau berjingkrak, bersorak gembira atau sebaliknya menangis tersedu-sedu, tentu saja adalah orang-orang yang belum dipenuhi Roh. Seandainya antusiasme beribadah adalah ukuran atau parameter kepenuhan Roh, maka saya dan sebagian besar jemaat Gereja kita (juga gereja lain sealiran) tentu saja tidak dipenuhi Roh, sebab saya selalu beribadah tenang dan berdoa atau bernyanyi dengan emosi terkendali.

Gereja sudah berumur dua ribu tahun lebih, bermula di Timur Tengah, merambah ke Asia kecil, Eropah, bergerak ke Amerika, dan akhirnya sampai ke Indonesia. Selama perjalanannya itu gereja berjumpa dan berinteraksi dengan budaya-budaya setempat, dan sedikit-banyak mengambil-alih budaya-budaya setempat itu membantu mengekspresikan dan mengkomunikasikan iman gereja. Sebagai contoh sederhana: sewaktu gereja masih di Timur Tengah maka ibadah gereja menggunakan gambus dan kecapi yang biasa dipergunakan masyarakat gembala. Namun setelah sampai ke Eropah maka ibadah gereja pun menggunakan terompet dan biola. Contoh lain: sewaktu masih berjalan di padang pasir gereja beribadah di dalam tenda, namun sesudah masuk Kanaan, mereka menggunakan gedung batu, dan sampai ke Eropah membuatnya menjadi katedral, dan di Amerika menciptakannya menjadi katedral kaca.

Gaya ibadah kharismatik yang penuh spontanitas juga merupakan hasil perjumpaan gereja dengan masyarakat kota pelabuhan metropolitan Korintus. Kita tidak pernah mendengar Jemaat Yerusalem atau Roma beribadah dengan gaya kharismatik. Di kemudian hari, secara singkat bisa dikatakan bahwa gaya antusiasme beribadah ini muncul kembali di gereja kulit hitam Amerika. Itu bisa kita maklumi. Hidup sebagai budak dan dijajah, orang2 kulit hitam menemukan kebebasan, persaudaraan dan kehangatan hanya dalam gereja, sebab itu mereka sangat “hidup” dengan model beribadah yang sangat spontan, semarak dan hangat. Pertanyaan: gaya ibadah yang bagaimanakah yang paling cocok mengekpresikan iman orang Indonesia yang berlatar belakang Batak atau Jawa?

Pertanyaan selanjutnya yang terpenting: bagaimanakah seharusnya kita mengekspresikan iman, ketaatan dan rasa syukur kita kepada Allah Sang Pencipta, Yesus sang Pembebas dan Roh Kudus Sang Pembaharu? Nilai-nilai apakah sesungguhnya yang dicerminkan melalui model atau gaya beribadah kita? Allah yang bagaimanakah yang kita sembah?

Tanda ketiga: frekuensi menerima bisikan atau penglihatan. Tanda ketiga orang yang dipenuhi Roh adalah orang tersebut sangat sering mendapat bisikan atau penglihatan dari Roh Kudus. Itulah sebabnya dalam ibadah-ibadah kharismatik, termasuk yang disiarkan lewat televise, kita sering mendengar pengkotbah berkata-kata bahwa dia baru saja atau sedang menerima bisikan Roh atau penglihatan. Jika frekuensi menerima bisikan atau penglihatan ini dijadikan ukuran kepenuhan Roh, maka saya tentu saja tidak dipenuhi Roh, sebab saya hampir tidak pernah menerima bisikan dan penglihatan, dan hanya harus puas memperoleh firman melalui Alkitab saja.

Saya mengajak orang-orang
Gereja kita mau sedikit lebih kritis, dan tidak terlalu gampang menyalahkan diri sendiri dan memuji-muji orang lain (atau sebaliknya). Baiklah kita sadar tidak ada parameter atau ukuran yang dapat kita pakai untuk menguji apakah yang didengar atau dilihat si pengkotbah benar berasal dari Roh Kudus, halusinasi atau reka-rekaan si pengkotbah. Ketiadaan parameter atau alat ukur yang jelas ini seharusnya membuat kita ekstra hati-hati. Kita tidak boleh terlalu cepat menghakimi sebab ada kemungkinan memang si pengkotbah menerima visi dari Tuhan. Tetapi, kita juga tidak boleh terlalu cepat percaya, sebab ada juga kemungkinan si pengkotbah sedang mimpi kosong, menghayal atau membual. Sebab itu, berhubung tidak ada parameter untuk menguji penglihatan atau bisikan, mending kita berkonsentrasi kepada berita Alkitab saja sambil memelihara sikap rendah hati, jujur dan setia. Ingat, Yesus pernah berkata: berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.

Bagi sebagian orang parameter itu mungkin tidak penting dengan alasan klasik: si pengkotbah atau si gembala tidak mungkin berbohong atau salah. Namun kalangan ini sebenarnya mengajarkan bukan saja ketaatan dan kepercayaan absolut kepada penginjil atau gembala, tetapi juga pemahaman terselubung bahwa penginjil dan gembala (termasuk pemimpin persekutuan kampus!) tidak lagi dipandang manusia berdosa yang setiap saat bisa salah, tetapi anak Allah yang sudah mendekati tahap sempurna, karena itu hampir tak mungkin salah.
Pertanyaan: apakah pendeta atau penginjil, juga pemimpin persekutuan kampus, bukan lagi manusia berdosa sehingga tidak mungkin keliru, tidak punya ambisi dan nafsu, tidak mau dan tidak mampu bohong satu kali pun? Jika tidak, lantas apakah alasan Anda atau saya menelan saja bulat-bulat perkataannya ketika dia mengatakan “tadi pagi Tuhan mengatakan bla-bla-bla kepadaku” atau “aku melihat ada seorang blablabla di kota anu”?

Tanda keempat: penyembuhan tanpa prosedur dan tindakan medis
. “Tanda” keempat dari seseorang yang dipenuhi Roh katanya adalah terjadinya apa yang disebut penyembuhan ilahi, atau penyembuhan tanpa menggunakan tenaga dokter. Inilah yang sering dipertontonkan dalam KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) atau siaran-siaran kristen di televisi. Tindakan penyembuhan yang sensasional, dramatis dan fantastis ini dianggap salah satu bukti kehadiran Roh. Jika penyembuhan tanpa prosedur dan tindakan medis ini adalah parameter atau ukuran kepenuhan Roh Kudus, maka saya tentu tidak dipenuhi Roh karena saya tidak mendapat kemampuan menyembuhkan secara ajaib itu.

Selanjutnya dalam Alktab memang kita saksikan bahwa Yesus menyembuhkan dengan kata-kata. Namun, kita juga tahu bahwa murid Yesus yang bernama Lukas adalah seorang tabib. Dalam sejarah ilmu kedokteran dan pengobatan itu berkembang sedemikian pesat sehingga mencapai tahapnya yang seperti sekarang.

Saya percaya dan mengamini serta mengalami Tuhan berkuasa dan dapat menyembuhkan manusia yang sakit dengan caraNya sendiri yang berbeda atau melampaui akal manusia. Namun Tuhan juga menganugerahkan kita akal dan budi dan menyuruh manusia menggunakannya sebaik-baiknya. Salah satu buah akal budi itu adalah ilmu pengetahuan kedokteran dan farmasi. Sebab itu kita boleh juga mengatakan bahwa pengetahuan kedokteran dan farmasi juga merupakan anugerah Allah kepada manusia. Itu artinya kita tidak perlu mempertentangkan iman kepada Allah dan upaya penyembuhan dan pengobatan medis. Dalam beriman kepada Allah kita berupaya mencari kesembuhan melalui pengetahuan medis yang sudah teruji dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, etis dan hukum.

Kesaksian Alkitab tentang Roh

 
Marilah kita saksikan apa sesungguhnya yang disaksikan Alkitab tentang Roh Kudus.

Roh tidak bisa dikendalikan. Roh Kudus disaksikan oleh Alkitab sebagai pribadi yang berkuasa, yang tidak bisa dikendalikan, bahkan tidak dapat diramalkan. Roh digambarkan seperti angin yang bertiup yang tidak diketahui dari mana sumbernya dan kemana hendak perginya, namun dapat dirasakan dampaknya. Kadang Roh digambarkan seperti api yang membakar. Di lain tempat digambarkan seperti burung merpati. Kadang digambarkan seperti air yang mengalir.

\
Ramli SN Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar