Sabtu, 14 Mei 2011

KOTBAH: PERSIAPAN DAN PENYAMPAIANNYA

widgeo.net


KOTBAH:
PERSIAPAN DAN PENYAMPAIANNYA[1]
Ramli SN Harahap[2]

Seorang pengkotbah harus menghidupi kotbahnya kalau ia mau kotbahnya hidup
Kotbah yang dipersiapkan dengan tenaga asap sangat sulit dibayangkan bisa meresap

A.      PENGANTAR
Kotbah merupakan salah satu bagian terpenting dalam ibadah sepanjang sejarah gereja. Karena itu, usaha untuk mempersiapkan dan menyampaikan kotbah yang baik dan benar merupakan sebuah keharusan.
Homiletika berasal dari bahasa Yunani homilia artinya persekutuan, dan bentuk kata kerja homileo artinya berbicara. Umumnya homiletika diartikan sebagai ilmu berkotbah. Akan tetapi, di sini homiletika kita pahami lebih dari sekadar ilmu. Sebab, ilmu biasanya sesuatu yang diteruskan kepada orang lain, yang bisa saja tidak diterima atau dihidupi oleh yang menyampaikannya. Homiletika dimaksudkan sebagai upaya membangun persekutuan umat percaya melalui penyampaian firman Allah, yang antara lain seturut dengan fungsi Alkitab (mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (bnd. 2Tim. 3:16). Disamping itu kotbah berperan untuk menghibur dan meneguhkan orang untuk setia mengikut Tuhan.
Dengan demikian, pertanyaan yang pertama dan terutama bukanlah ‘kotbah yang bagaimana’ melainkan ‘bagaimana pengkotbah’. ‘Bagaimana pengkotbah’ mencakup: Spiritualitas: hubungan yang terpelihara baik dengan Tuhan. Kecerdasan emosional; Kecerdasan intelektual; Kecerdasan interaksi; Kesehatan dan kebugaran tubuh. Sedangkan ‘kotbah yang bagaimana’ mencakup kotbah yang ‘benar’ (berakar pada firman Tuhan; ‘baik’ (memperhatikan peristiwa dan situasi tertentu seperti: tahun liturgi, konteks duka, sukacita, perayaan; ‘jelas’ (sistematis dan cara penyampaian yang komunikatif; ‘menarik’ (untuk membantu pendengar mengingat dan menghidupinya).

B.      PENGERTIAN DAN TUJUAN KOTBAH
Hanya Alkitab yang menjadi sumber yang mampu memberikan arti dan tujuan kotbah itu sendiri. Dari penjelasan firman Tuhan itulah yang membedakan kotbah dari pembicaraan manusia dengan manusia. Kotbah tidak sama dengan ceramah, pidato, kata sambutan, orasi politik, pembicara, dan pembicaraan secara umum. Banyak dasar alkitabiah yang menjelaskan arti dan tujuan kotbah itu, yakni:
a.      Menyampaikan Pesan (Pasahat Tona - kerussein)
Kotbah adalah penyampai pesan Allah kepada jemaat-Nya. Karena itu kotbah adalah menyampaikan pesan-pesan Allah (bnd. Mrk. 1:14-15). Pesan dalam Markus 1 ini adalah agar kita bertobat dan percaya pada Injil yang dibawa Yesus Kristus.
b.      Mengabarkan Injil (Marbarita na uli - euanggelion) 
Kotbah ialah memberitakan Injil yakni membawa kabar sukacita. Karena itu kotbah harus mampu membawa sukacita bagi yang mendengar.
c.       Kesaksian (Pangokuon – marturein))
Kotbah adalah kesaksian, yakni menyaksikan iman percaya kepada Yesus Kristus (Bnd. Yoh. 1: 15+32; Why. 1:9).
d.      Pengajaran (Pangajarion – didaskalein)
Kotbah adalah pengajaran ((Mat. 4:23). Yesus lebih banyak mengajar selama di dunia ini. Dengan pengajaran Yesus mampu menguatkan, mengajak, menasihati dan menegor manusia yang mendengar-Nya.
e.       Nubuatan (Panurirangon – propeteuein)
Kotbah adalah nubuatan. Dengan nubuatan ini kotbah mampu menghibur dan menguatkan para pendengar (Bnd. 1Kor. 14:3).

C.      BAGAIMANA PENGKOTBAH
Sebelum kita membahas ‘bagaimana pengkotbah’, kita harus mengerti lebih dahulu siapakah yang berhak melakukan tugas ini di tengah-tengah jemaat. Orang yang bisa berkotbah di tengah-tengah jemaat adalah: yang terpanggil dan dipilih Tuhan (na tarpio jana na nipuldit ni Debata Ama). Berdasarkan TG GKPA ps.20 menyebutkan bahwa Pelayan-pelayan Gerejawi GKPA terdiri dari Pendeta, Guru Parlagutan, Sintua (Penatua), Evangelis, Diakon/Diakones dan Parjamita Ina (Bibelvrouw). Karena itu kita menolak orang berkotbah di luar pelayan Gerejawi di atas di tengah-tengah jemaat maupun ibadah-ibadah gerejawi (Bnd. Konf.GKPA ps.9;  Marhitehite on ta alo jana tatulak do: Sanga ise pe na da tola jongjong di parlagutan i laho marjamita, mangajari dohot mandalankon langgam parkarejoan ni parlagutan i ia so jolo diampehon Parlagutan i tusia tohonan parhobas di Parlagutan sanga na di suru ni parlagutan i markarejohonsa).
Berkotbah adalah salah satu tugas pelayanan yang paling sering dilakukan oleh kebanyakan pelayan gereja. Bagi banyak pelayan, barangkali ini juga yang paling sering menekan atau membebani kehidupan. Mereka yang merasa sangat terbeban dan menolak berkotbah biasanya pertama-tama mengajukan pertanyaan ,’apa yang akan saya katakan?’. Itu sebabnya sering kita dengar keluhan bahwa seseorang sudah ‘putus kamus’. Sebab, semua hal sudah pernah dikotbahkan (dan terkadang harus mengatakan ‘seperti yang sudah pernah saya kotbahkan dulu’).
Alkitab menegaskan bahwa Allah berfirman melalui manusia. Karenanya, tugas berkotbah adalah sebuah anugerah. Sebab, mulut pengkotbah menjadi saluran penyampaian firman Allah. Di sini bukan peranan manusia yang terutama melainkan peranan Tuhan sendiri. Itu sebabnya seorang pengkotbah yang benar tidak pernah ‘putus kamus’, sebab Allah terus menerus menyatakan diri dan memperdengarkan suara-Nya.
Semakin jelas bahwa pertanyaanya bukan terutama “kotbah yang bagaimana” melainkan “bagaimana pengkotbah”. Jika kita mulai dengan ‘kotbah yang bagaimana’ biasanya setelah membaca ayat Alkitab sesuai perikopen kita mulai dengan mencari “apa yang cocok saya katakan atas dasar ayat Alkitab ini”. Padahal, yang pertama dan terutama, mestinya adalah “apa yang Tuhan katakan dan nyatakan kepada saya dan umatNya melalui ayat Alkitab ini”. Inilah yang dimaksudkan dengan ‘bagaimana pengkotbah’. Di samping itu, tentu kehidupan sehari-hari seorang pengkotbah sangat menentukan juga. Bagaimana kehidupan doanya, emosinya, keteladanannya dan sebagainya.
Semuanya ini hanya dapat terbangun melalui ibadah pribadi dan persiapan diri dalam perenungan yang sungguh-sungguh. Dengan demikian, kotbah dapat menyejukkan, menyentuh hati yang terdalam, membangkitkan iman, meneguhkan ketetapan hati mengikut Kristus dalam kebenaran dan kasih. Pendidikan homiletika tidak terutama bersumber dari buku-buku, penataran dan sebagainya tetapi terutama dalam seluruh kehidupan kita. Di situ Tuhan menuntun dan memperlengkapi kita.
Dapat dicatat pula bahwa kotbah lebih dari waktu persiapan sebelum berkotbah, tetapi merupakan hasil dari seluruh hidup pengkotbah: hidup spiritual, keyakinan moral, pengembangan intelektual melalui bacaan dan refleksi, kesehatan atau kebugaran fisik, bahkan masalah makanan yang dimakan dan minuman yang dimunum. Khusus yang disebut terakhir ini perlu mendapat perhatian karena kalau pengkotbah makan terlalu kenyang, itu mengakibatkan darah lebih aktif bekerja di perut yang seharusnya bekerja di otak dalam mempersiapkan kotbah. Atau kalau seseorang harus minum sedikit alkohol supaya ‘berani’ bediri di mimbar, mungkin saja ia berani tetapi kotbah yang disampaikan pun sulit dibayangkan bisa membangun iman. Tambahan lagi, kotbah yang dipersiapkan dengan tenaga asap, sangat sulit dibayangkan dapat meresap.
Untuk itu seorang pengkotbah sedikitnya perlu melakukan persiapan:
1.       Kehidupan doa. Kehidupan doa yang dimaksudkan di sini tidak saja berdoa pada waktu mempersiapkan kotbah saja, melainkan seorang pengkotbah adalah seorang yang memberi waktu setiap hari untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan. Doa pribadi sangat penting bagi seorang pengkotbah, dimana pengkotbah bersyukur, memohon ampun serta memohon hikmat kepada Tuhan. Kita memohon agar Tuhan menguduskan hati kita, agar dari situ terpancar kehidupan. Kita berdoa agar Tuhan berkenan menguduskan jalan pikiran kita, sehingga setiap pemikiran dan penjelasan yang keluar darinya sungguh-sungguh mencerminkan pikiran Tuhan. Kita memohon agar Tuhan menyucikan mulut dan bibir kita, agar kata-kata yang keluar dari situ benar-benar kata-kata yang penuh urapan. Kita ingat misalnya, bagaimana Allah menjamah mulut Yeremia sebelum mewartakan firman Tuhan.
2.       Persiapan khusus. Pengkotbah sendiri sebaiknya melakukan persiapan diri dan persiapan kotbah dengan sungguh-sungguh. Pengkotbah perlu membaca dan merenungkan nats kotbah berulang-ulang sambil terus menerus memohon hikmat dari Tuhan. Apa yang Tuhan katakan kepada saya? Apa yang Tuhan kehendaki?
3.       Setiap Pengkotbah seharusnya membaca dan merenungkan nas kotbah sedikitnya satu minggu sebelumnya, walaupun ia tidak berkotbah. Setiap pelayan juga berdoa agar pengkotbah setiap minggunya sungguh-sungguh diperlengkapi oleh Tuhan. Dalam hal ini sangat baik kalau ada ‘sermon’ (persiapan kotbah) bersama para pelayan untuk saling berbagi perenungannya kepada sesama pengkotbah.
4.       Dalam membaca Alkitab, kita tidak saja belajar tentang Tuhan, melainkan, yang terutama kita sedang berhadapan dan berbicara dengan Tuhan sendiri. Ia berbicara kepada kita. Karena itu dalam persiapan kotbah, Tuhanlah yang seharusnya terlebih dahulu berbicara kepada kita, dan pikiran, analisa, tafsiran kita dibelakangkan. Dalam kaitan itu, kita tidak saja mengetahui tentang Tuhan tetapi juga (dan yang terpenting) kita percaya kepada Tuhan.

D.      PERSIAPAN MATERI KOTBAH
Bertolak dari persiapan pribadi seperti disebut di atas, pengkotbah dapat menyusun materi kotbah sebaik mungkin. Jadinya, kotbah merupakan hasil perenungan dan penghayatan si pengkotbah. Secara sederhana berikut ini ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian seorang pengkotbah dalam mempersiapkan kotbah.
1.       Mulai dari yang dimengerti
Dalam membaca nats Alkitab mungkin saja ada yang sulit kita pahami atau bahkan membingungkan kita. Untuk itu mulailah dari yang mudah dipahami. Langkah ini mungkin saja menolong kita memahami yang sulit. Sebaliknya, kalau yang sulit dimengerti kita tonjolkan, maka yang mudah dipahami pun bisa saja menjadi terabaikan. Untuk menolong kita dalam hal ini kita boleh mengajukan pertanyaan dan menjawab berdasarkan fakta-fakta ayang ada dalam nats Alkitab, seperti:
a.       Siapa: Misalnya, Allah. Apa yang dilakukan Allah? mengasihi, menyertai, memelihara, memperingatkan, menghukum dan lain-lain. Atau mungkin, tentang seseorang ‘tokoh’ yang setia kepada Tuhan, seperti Abraham, Musa, Nabi-nabi, dan sebagainya. Bagaimana hidup, keberimanan dan pekerjaan mereka?
b.      Apa: Tentang apa yang disebut dalan nas? Misalnya: gereja, keluarga, persekutuan, ibadah, persembahan, kehidupan yang kekal, kehidupan pribadi, akhir zaman, kematian, kebangkitan, dsb.
c.       Sikap hidup kristiani yang bagaimana: pengampun, pengasih, penuh kesabaran, bertahan melawan pencobaan, kesetiaan, keteguhan iman, memberi secara Kristen,
2.       Sapaan Tuhan kepada kita sekarang
Kotbah hendaknya menyentuh kehidupan dan pengalaman kita sekarang. Memang, Allah yang berfirman di dalam Alkitab, adalah Allah yang sama yang berfirman kepada kita sekarang. Akan tetapi situasi yang dihadapi oleh orang-orang dulu berbeda dengan kenyataan yang kita hadapi sekarang. Karena itu, kita merenungkan, apa yang Tuhan katakan kepada kita melalui firmanNya yang terdapat di dalam Alkitab.
Kita mengalami banyak hal dalam kehidupan kita baik sukacita maupun berbagai beban kehidupan. Pengalaman-pengalaman kita itu perlu diangkat ke permukaan untuk melihat kehendak Allah yang terkandung di dalamnya, menyadari kecenderungan sikap berpaling dari Allah dan sebagainya. Karena itu, semua masalah kehidupan dapat disinggung dalam kotbah. Dalam hal ini sedapat-dapatnya kita perlu mendengar banyak dari orang, mendengar berita dari sumber-sumber yang ada, bahkan sedapat-dapatnya kita dapat membaca beberapa buku yang berguna.
3.       Kotbah yang Benar dan Menarik
Keduanya memang penting, tetapi pusat perhatian utama kita dalam kotbah ialah bahwa isi kotbah itu benar sesuai dengan firman Tuhan. Bicara tentang ‘benar dan menarik’ seumpama dengan ‘isi dan bungkus’. Yang paling penting, tentunya adalah isi bukan bungkus. Apa artinya kalau bungkusnya baik tetapi isinya tidak baik? Lebih baik kalau bungkusnya sederhana, tetapi isinya sangat berharga. Paling baik, adalah baik isi dan bungkusnya baik.
Untuk memudahkan, pengkotbah dapat memberi ilustrasi atau perumpamaan. Tetapi perlu diperhatikan agar ilustrasi atau perumpamaan hanya merupakan ‘alat’ untuk memahami inti kotbah. Janganlah warga jemaat pulang dari gereja hanya mengingat cerita itu saja, tetapi benar-benar memahami dan menghayati firman Tuhan sebagai inti kotbah.
4.       Beberapa hal yang perlu dijaga
(1) Hendaknya kotbah tidak disalahgunakan menjadi sarana melampiaskan emosi/amarah atau menyindir kepada seseorang yang tidak disukai atau dibenci dalam jemaat. Mimbar gereja bukanlah tempat pelampiasan amarah, melainkan tempat menyampaikan firman Tuhan dalam kasih.
(2)   Tidak menggunakan kotbah sebagai penonjolan pribadi melalui contoh-contoh keberhasilan diri sendiri. Peran pengkotbah adalah bagaikan sebuah jari yang menunjuk kepada Tuhan. Sebab, hanya Tuhanlah yang layak dimuliakan. Mimbar tempat berkotbah memang lebih tinggi, tetapi peran firman Tuhan itulah yang tinggi.
(3)   Penggunaan waktu yang tepat supaya tidak terlalu bertele-tele sehingga yang mendengarkan kehilangan perhatian. Lebih baik menekankan beberapa pokok penting dengan penjelasan secukupnya.
(4)   Pada saat menyampaikan kotbah, kita harus tetap dalam hubungan dengan Tuhan. Kita tidak sendirian di situ. Allah ada di situ. Karena itu, dalam berkotbah, bukan kita yang terutama menyapa warga jemaat, tetapi kita semua –termasuk pengkotbah— sedang disapa oleh Tuhan.
(5)   Setelah selesai berkotbah, kita perlu hati-hati dengan dua godaan. Pertama, merasa tegang atau tertekan karena merasa gagal menarik perhatian umat. Kedua, menjadi sombong karena merasa kotbah yang disampaikan bagus, hebat, dikagumi orang dan sebagainya. Hendaklah kita bersyukur sambil menghayati firman Tuhan yang kita sampaikan.

E.      MENULIS KOTBAH
Menulis dan menyusun kotbah berdasarkan dari persiapan kotbah di atas. Dari hasil perenungan itulah kita merumuskan dan menuliskan kotbah. Jika Alkitab berbicara masa dulu, maka kotbah harus berbicara dengan masa kini. Artinya, kotbah itu harus mampu memasakinikan masa dulu.
Secara umum bagan khotbah terdiri dari: pertama, pendahuluan (Prolog) yang menghantar pendengar pada isi kotbah. Kedua, isi maupun tema. Dalam bagian ini kita akan menyajikan hasil perenungan, penafsiran dari nas yang kita khotbahkan. Ketiga, aplikasi. Bagian ini menyajikan hal-hal praktis yang harus dikerjakan oleh pendengar dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, kesimpulan/penutup (epilog).

Pendahuluan
Pendahuluan bagaikan sebuah pintu. Melalui pendahuluan kita hendak mengajak pendengar masuk kepada isi/tema kotbah. Tujuan pendahuluan kotbah adalah: Pertama, mengarahkan hati jemaat agar siap dan mau mendengar kotbah. Kedua, mengarahkan perhatian jemaat agar konsentrasi mengerti dan memahami tema kotbah. Pendahuluan jangan terlampau panjang dan pendahuluan harus berkaitan dengan tema kotbah.
Tema dan Bagan Kotbah
Tujuan tema agar memudahkan warga jemaat mengerti isi kotbah. Dengan adanya tema, maka kotbah tidak bertele-tele dan ngaur ke sana-ke mari.
Tema bisa dikutip dari ayat Alkitab atau bagiannya. Bisa dari syair lagu, atau dari hasil perenungan kita akan firman yang mau dikotbahkan. Tema bisa berupa: pertanyaan, ajakan, kesaksian, nasihat, dll.
Jika tema merupakan sebuah pertanyaan, maka bagian-bagian khotbah lainnya harus memberikan jawaban. Misalnya, tema: SIAPAKAH YANG MASUK KERAJAAN ALLAH? Bagian kotbah lainnya adalah: 1. Yang percaya, 2. Yang melakukan Firman Tuhan.
Jika merupakan kesaksian, maka bagian lainnya menjadi penjelasan. Contoh: Tema: YESUS RAJA DUNIA. Bagian lainnya: 1. Allah yang menciptakan langit dan bumi, 2. Tuhan yang menghukum manusia.

Aplikasi
Aplikasi merupakan tindakan-tidakan praktis yang harus dikerjakan warga jemaat dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi ini muncul dari hasil perenungan kotbah. Aplikasi merupakan tugas yang sangat berat sebab kita harus mampu memasakinikan sejarah masa dulu menjadi sejarah masa kini dan di sini. Aplikasi ini merupakan tuntunan, bimbingan dan arahan hidup bagi warga jemaat. Karenanya, bagian aplikasi ini harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.

Penutup Kotbah
Kotbah yang sempurna adalah jika ditutup dengan sebuah kata penutup. Penutup ini merupakan kata-kata kunci yang mudah diingat dan dikerjakan oleh warga jemaat. Penutup ini jangan terlampau panjang agar tidak membosankan warga jemaat.
Sebaiknya kotbah yang efektif adalah kotbah yang tidak lebih dari 20-25 menit. Hal ini juga tergantung situasi dan kondisi. Misalnya, di tempat dukacita jangan berkotbah panjang-panjang. Kuncinya adalah berhentilah berkotbah ketika warga jemaat belum bosan mendengar kotbah kita.

F.      BERKOTBAH
Doa memulai kotbah jangan terlampau panjang. Doa memulai kotbah disebut dengan epikalipse. Doa epikalipse adalah doa berkat bukan doa permohonan. Bagi pendeta biasanya dipakai dengan doa-doa: “Dame ni Debata na sumurung sian saluhutna roha.....”; manang “Asi ni roha ni Tuhan Jesus Kristus....”. Jika bukan pendeta seperti Bibelvrow, Diakones, Guru Parlagutan, dan Sintua bisa mengutip dari Buku Ende atau dari ayat Alkitab lain seperti: “Mangkuling ma Ho Tuhan, ai mananginangi do hami naposom” (1Sam. 3,10). Atau dari Buku Ende (na marrumang tangiang dohot pangidoan), isarana, “Baen ture sondangi ma rohanami asa sonang laho manjalo hangoluan pinatupaMi o Tuhan”.
Suara pengkotbah harus tegas dan jelas artinya, jangan terlampau kuat dan juga jangan terlampau pelan. Jangan mengubah suara kita dari suara yang sebenarnya. Wajah kita harus menghadap warga jemaat. Walaupun kita telah menulis kotbah, itu hanya pegangan saja dan bukan kita terfokus melihat teks kotbah itu.
Kita juga harus memahami dan mengerti kata-kata “kotor” di daerah itu. Sebelum berkotbah kita harus menanyakan kata-kata yang tidak baik diucapkan di daerah itu. Kita juga harus menghidari kata-kata seperti ini: “Hamu na pinorsangapan”; hamu na nihormati”, “Hamu na nihaholongan ni rohangku”. Mengapa? Karena hanya Tuhanlah yang harus kita hormati bukan manusia. Kalimat yang lazim disampaikan adalah “Huria ni Tuhanta”; “Hamu dongan sahaporseaon”, “Hamu dongan sahuria”.
Sebagai pengkotbah, kita harus benar-benar meperhatikan bahasa tubuh kita. Wajah kita harus terus berseri jangan cemberut. Kemudian kita harus menghidari tangan yang dikepal di atas mimbar karena bisa saja jemaat mengira kita mau berkelahi dengan mereka.

G.      PENUTUP
Demikianlah yang dapat saya bagikan bagi kita semua para Sintua dan Hamba Tuhan yang ambil bagian di GKPA Resort Padangsidimpuan Tenggara ini. Kiranya melalui pembinaan ini, semangat kita untuk memberitakan kebenaran Firman Tuhan semakin baik ke masa depan sehingga warga jemaat GKPA semakin bertumbuh di dalam iman yang benar.



Ramli SN Harahap                                                                                                                            fidei/gladys 9/05/11


[1] Disampaikan pada Pembinaan Parhobas GKPA Resort PSP Tenggara di GKPA Aek Bayur, 9 Mei 2011
[2] Pendeta GKPA yang  sedang  melayani  di Biro I  Kantor Pusat GKPA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar