Sabtu, 14 Mei 2011

Jamita Minggu, 19 Juni 2011: Jesaya 6 : 1-13

widgeo.net

INI AKU, UTUSLAH AKU


HATORANGAN NI JAMITA

MINGGU TRINITATIS 
MINGGU, 19 JUNI 2011

Jamita : Jesaya 6 : 1-13    
Sibasaon : Masmur 111 : 1-10


Penglihatan Yesaya menjadi nabi setelah ia mendapat sebuah penglihatan, yang terjadi pada tahun 724 SM. la berkarya setelah kematian raja Uzia. Waktu itu Yesaya berada di kuil tempat tabut perjanjian disimpan. Yang terlihat olehnya adalah kehadiran Tuhan dengan ujung jubah-Nya memenuhi bait suci. Di sekeliling-Nya tampak para Serafim yang bersayap enam: dua sayap untuk menutup muka, dua sayap untuk menutup kaki dan dua sayap untuk melayang-layang. Serafim adalah makhluk surgawi yang bertugas menjaga bait suci. Mereka berseru-seru, "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam". Setelah melihat Serafim dan mendengar seruan-seruan itu, Yesaya dikejutkan lagi dengan bergoyangnya alas ambang pintu yang diakibatkan seruan para Serafim, Bagi orang Israel, salah satu fungsi ibadah di bait suci adalah untuk menemukan penglihatan dari Tuhan. Penglihatan itu memiliki kewibawaan besar bagi karya nabi Yesaya.

Yesaya Dikuduskan
Kekudusan Tuhan diakui Yesaya dengan membandingkan dirinya yang najis dengan Allah yang kudus, la seorang najis dan tinggal di antara bangsa yang najis. Kenajisan bangsa Israel terlihat dalam hidup mereka yang jauh dari keadilan dan kabenaran (Yesaya 5:7). Kehadiran Tuhan menakutkan Yesaya, tetapi juga membuatnya kagum. Pandangan orang Israel pada umumnya mengatakan bahwa pertemuan manusia dengan Tuhan akan mematikan manusia (Keluaran 33:20), karena itu ketika Yesaya bertemu Tuhan ia berkata, "Celakalah aku sebab aku melihat Tuhan". Namun, di Iuar dugaan Yesaya, perjumpaannya dengan Tuhan tidak membuatnya mati. Sebaliknya, melalui pertemuan itu Tuhan menguduskannya. Yesaya dikuduskan; artinya ia dipisahkan dari dosa, agar dapat hidup kudus meski di tengah bangsa yang tidak kudus.

Dikuduskan Untuk Menjadi Mitra Tuhan
Tujuan Tuhan adalah mencari mitra untuk mewartakan firman-Nya kepada bangsa Israel. Karena itu Tuhan berkata:"Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Yesaya yang merasakan kemuliaan dan pengampunan Tuhan mengatakan dengan spontan, "Ini aku, utuslah aku". Dengan jawaban itu, Yesaya juga siap untuk menyampaikan berita kehancuran bangsa Israel yang telah mengeraskan hati terhadap Tuhan. Tugas lain dari Yesaya, sang mitra Allah, adalah mewartakan penghukuman yang akan dinyatakan kepada Israel agar mereka hidup dalam pertobatan. Melalui penghukuman dan penghakiman itu sesungguhnya Tuhan ingin memurnikan Israel, seperti Tuhan memurnikan bibir Yesaya dengan bara api yang disentuhkan ke bibirnya. Yesaya dikuduskan untuk menjadi mitra Tuhan agar bangsanya kembali hidup kudus. Pada masa kini, setiap orang Kristen, siapapun mereka, berapapun usia mereka, apapun pekerjaan mereka, semua dipanggil Tuhan untuk hidup kudus. Hidup kudus berarti terpisah dari kehidupan duniawi. Namun terpisah dengan kehidupan duniawi tidak berarti menjadi eksklusif dan menutup diri. Yesaya dikuduskan agar terpisah dari kehidupan duniawi, tetapi ia dipanggil untuk bersaksi bagi dunia. Hidup kudus berarti berani tampil beda, yaitu berani untuk tetap memegang dan menjalani nilai-nilai moral, kebenaran, dan kasih, meskipun kawan-kawan di sekitar kita mungkin menganggap hal itu kuno, Hidup kudus juga berarti melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, bukan asal-asalan. Menjadi mitra Tuhan berarti setiap perilaku, pekerjaan, studi, dan apapun dilakukan dalam kekudusan.


Renungan :
1.   Pada setiap zaman Allah selalu mengangkat /membangkitkan seorang Nabi terutama dalam keadaan masyarakat yang kacau atau sewaktu umat Allah mengalami krisis iman karena mengalami pembuangan atau baru saja pulang dari pembuangan, dimana mereka harus membangun bangsa dan negaranya dari awal lagi. Awal mula terciptanya “profesi kenabian” berakar pada kebutuhan umat Israel yang “tidak ingin meati ketakutan karena melihat api besar yang mengiringi penampakan Tuhan” setiap kali Tuhan ingin hadir secara langsung menyatakan kehendak atau perintah-perintahNya (ulangan 18:15-20). Orang Israel rupanya tak tahan melihat kedahsyatan penampakan Tuhan yang didahului dengan peristiwa-perostiwa alam seperti dentuman Guntur yang memekakkan telinga, kilatan halilintar yang menakutkan, deru suara angin, serta nyala api.
2.   Melalui pembacaan ini, kita diingatkan bahwa  Yesaya telah menyaksikan bagaimana Tuhan telah menunjukkan kekudusan-Nya. Yesaya menyadari panggilan hidupnya sebagai nanti berdasarkan penglihatan dalam ibadah (bdk. 1 Raja-raja 22:19-21 – Panggilan Mikha). Penglihatan itu terjadi di Yerusalem, pusat kehidupan religious bangsa Israel. Yesaya menempatkan situasi panggilannya dalam ibadah. Panggilan Allah terhadap seseorang tidak bisa dilepaskan dari situasi konkret, karena tugas Nabi adalah untuk menegaskan kehendak dan rencana Allah. Panggilan Allah itu menimbulkan pembaruan, menciptakan suasana serba baru. Yesaya merasa ditarik dalam suasana Ilahi (Yes.6:7), sehingga ia merespon dengan mengatakan : Ini Aku, Utuslah Aku!. Jawaban Yesaya ini sangat singkat dan tegas, tanpa dalih apa-apa dapat dia sampaikan karena Ia telah menyaksikan kuasa dan kekudusan Tuhan Allah. Demikianlah seharusnya jawaban setiap orang percaya yang telah menyaksikan kuasa, kasih dan kekudusan Tuhan yang kita kenal melalui Yesus Kristus. Orang yang telah mengenal dan menerima Yesus Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamatnya, maka orang itu pula yang menyediakan dirinya menjadi utusan Kristus, yakni menjadi Saksi dan Pelayan bagi pekerjaan keselamatan yang Kristus telah kerjakan untuk manusia berdosa.
3.   Pada zaman kita seperti sekarang ini, kita masih membutuhkan orang-orang seperti Yesaya, yang senantiasa berkata sedia atau siap dipakai oleh Tuhan sebagai penyambung Lidah Allah atau sebagai penyampai pesan Allah di tengah-tengah situasi yang konkret seperti : ketidakadilan, penindasan, diskriminasi, pelanggaran HAM, korupsi, pemerasan, dsb. Ini adalah sebuah tantangan bagi kita untuk menunaikan tugas panggilan kenabian dalam diri kita masing-masing.
4.   Dalam minggu Trinitatis ini, kita diingatkan bahwa dengan meyakini misteri Allah Tritunggal, bebarti kita menerima tugas perutusan Yesus untuk pergi ke seluruh dunia menjadikan orang lain supaya percaya, supaya sungguh-sungguh dan tulus hati mengenal Kristus.
5.   Perayaan Minggu Trinitatis bukanlah hanya merupakan pelaksanaan doktrin dogmatis, tetapi merupakan sebuah perayaan akan persahabatan Allah dengan manusia dalam pribadi Bapa, Anaka dan Roh Kudus. Kalau Allah saja membutuhkan sebuah kebersamaan, lalu mengapa manusia sering menjadi egois? Lebih suka memisah-misahkan, dan memuja eksklusifisme? Melalui perayaan minggu Trinitatis kita diiingatkan bahwa manusia tidak mungkin  hidup sendiri. Manusia membutuhkan yang lain untuk melaksanakan berbagai fungsi special dan khusus. Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia yang dapat melakukan semuanya untuk dirinya sendiri. Amin.

GKPA Parlagutan Diponegoro
Resort Jakarta II

Pdt. Harapan Nainggolan,M.Min.,M.Th.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar