Kamis, 10 Februari 2011

”HUBUNGAN DAN KOMUNIKASI YANG SEHAT DALAM KELUARGA KRISTEN” (Kolose 3 : 18 - 21)

widgeo.net
HUBUNGAN DAN KOMUNIKASI YANG SEHAT
DALAM KELUARGA KRISTEN
(Kolose 3 : 18 - 21)




1.        Tema ini merupakan tema umum yang mungkin bagi sebagian orang Kristen mengabaikan hal ini. Seolah-olah tak penting, tetapi sebenarnya sangat menentukan keberhasilan sebuah keluarga Kristen. Hubungan dan komunikasi adalah dua kata yang berkaitan erat satu dengan lain. Kata dasar ‘hubung’ berarti: (a) bersambung atau berangkaian; (b) bertalian, bersangkutan. Dan kata ‘hubungan’ berarti: (a) keadaan berhubungan, (b) kontak, (c) sangkut-paut, (d) ikatan, pertalian keluarga. Sedangkan kata ‘komunikasi’ berarti: (a) pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, (b) perhubungan - dua arah komunikasi yang komunikan dan komunikatornya dalam satu saat bergantian memberikan informasi. Berarti hubungan dan komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita yang saling berkaitan dan bertalian di dalam suatu keluarga, masyarakat, maupun gereja.
2.        Kita tentu tidak hanya berhenti dalam pemahaman hubungan dan komunikasi di atas, sebab masih ada masalah yang bisa ditimbulkan hubungan dan komunikasi ini. Secara umum hubungan dan komunikasi ini terdiri dari dua macam, yakni: hubungan dan komunikasi yang sehat/baik, dan hubungan dan komunikasi yang sakit/jahat. Dua macam hubungan dan komunikasi ini silih berganti kita temukan di dalam persekutuan kita, baik di keluarga, gereja maupun masyarakat. Konsekuensi dari dua jenis hubungan dan komunikasi ini pun sudah jelas kita ketahui. Jika hubungan dan komunikasinya baik, maka akan didapatkan damai sejahtera, kebahagiaan, dan suka cita. Namun jika hubungan dan komunikasi sakit, maka akan didapatkan keributan, kekacauan, kehancuran, dan duka cita.
3.        Hubungan dalam keluarga sering dirusakkan oleh konflik pemberontakan, kurangnya disiplin, kurangnya pengertian, dan keinginan tahu. Hubungan dalam keluarga menjadi pengaruh besar dalam kedamaian di rumah tangga. Bagaimana jika kita dihadapkan kepada kita masalah : Anak-anak memberontak kepada orang-tua, atau orang-tua mengabaikan anak-anak. Dr. Eggerichs dalam bukunya “Love and Respect” mengatakan bahwa ada dua inti kebutuhan yang paling penting bagi pria dan wanita, yakni cinta dan rasa dihormati. Tetapi justru kedua hal ini bisa menciptakan lingkaran setan yang menimbulkan ketidak-harmonisan di dalam keluarga. Isteri yang merasa suami tidak mencintai, biasanya bereaksi menjadi kasar dan mengeluarkan kata-kata yang tajam. Ketika suami mendengar kalimat seperti itu, dia berpikir isteri tidak menghormati, akhirnya dia bereaksi diam dan tidak mempedulikan isterinya. Reaksi itu kemudian diterima oleh isteri sebagai reaksi suami tidak mencintai. Maka ini menjadi lingkaran yang tidak habis-habisnya.
4.        Persoalan kita sekarang ialah, bagaimanakah membangun hubungan dan komunikasi yang sehat dalam keluarga Kristen? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita melihat arahan dari nas Kolose 3:18-21. Pertama, isteri tunduklah kepada suami (ay.18). Seorang isteri Kristen diharuskan untuk "menghormati" suaminya, yang berarti dia harus menghargai suaminya dan mengakui bahwa sang suami adalah sang kepala keluarga. Ini tidak berarti bahwa suaminya adalah "tuan besar", tetapi pada akhirnya sang suamilah yang harus bertanggung-jawab kepada Allah atas apa yang terjadi di dalam keluarganya. Oleh sebab itu, seorang suami harus mempunyai keprihatinan yang besar tentang bagaimana kehidupan isterinya dalam mengenal Tuhan. Di sisi yang sama, seorang isteri Kristen harus menghargai suaminya walaupun suaminya bukanlah seorang yang percaya. Dalam 1 Petrus 3:1:
berbicara mengenai isteri dengan suami yang belum diselamatkan, yaitu
seseorang yang tidak mengasihi Tuhan, dan Allah. Isteri harus tunduk dalam segala hal yang sah menurut hukum kepada
suaminya. Tetapi jika suaminya meminta dia untuk berbuat sesuatu yang
berdosa, dia harus menurut kepada Allah daripada menuruti keinginan suaminya. Selama sang suami meminta sesuatu yang tidak berdosa, sekalipun isterinya tidak perduli untuk itu, sang isteri sebaiknya berusaha untuk menurut. Isteri harus mempunyai rasa hormat yang besar terhadap atasannya sama seperti ia menghormati Tuhan. "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." Hal ini menunjuk pada keinginan yang tulus dari seorang isteri untuk menempatkan dirinya dibawah otoritas sang suami, sama seperti isteri harus tunduk kepada Tuhan sendiri (bnd. 1 Ptr. 2:13; 1 Kor. 11:3; Ef. 5:25). Secara alami, adalah lebih mudah bagi sang isteri untuk tunduk kepada
suaminya ketika sang suami menunjukkan pengorbanan yang besar untuk
isterinya. Akan tetapi bagaimanapun juga, jika ini bukanlah kasusnya, sang isteri tetap harus tunduk kepada sang suami "seperti kepada Tuhan".
5.        Kedua, suami kasihilah isterimu (ay.19). Harus kita akui, suami jarang memikirkan isteri dan anaknya. Suami sering beli makanan hanya untuk diri sendiri, tidak seperti isteri selalu beli untuk suami dan anak. Ini menunjukkan natur pria umumnya memang seperti itu. Maka Alkitab mengatakan, suami kasihi isterimu seperti engkau mengasihi diri sendiri berarti firman Tuhan mengingatkan kita ada hal-hal tertentu dari diri laki-laki yang mungkin sedikit lebih egois dan memanjakan diri sendiri. Mengapa firman Tuhan menyuruh suami mengasihi isteri seperti diri sendiri? Pertama, karena pria lebih terhisab kepada dirinya sendiri. Kita perhatikan bagaimana dosa membuat Adam berelasi kepada Hawa berbeda dengan sebelum dia jatuh ke dalam dosa. Sebelum jatuh ke dalam dosa, ketika Tuhan memberikan Hawa kepadanya, ada 2 hal yang terjadi. Pertama, Adam katakan, “Dia adalah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (She is part of my life). Dia adalah bagian dari hidupku. Dan kedua, Alkitab mencatat keduanya telanjang tetapi tidak merasa malu. Artinya, tidak ada bagian dari hidupku yang tidak saya share kepada dia. Ini terjadi sebelum Adam jatuh di dalam dosa. Sesudah jatuh ke dalam dosa, Adam mempersalahkan Tuhan kenapa memberikan Hawa untukku (She is not part of me). Dia orang asing, dia bukan bagian dari aku. Maka terjadi separasi dan keterpisahan. Maka kenapa Alkitab menyuruh suami mengasihi isteri seperti kepada diri sendiri? Karena itulah saatnya laki-laki memperhatikan dan mengasihi dia sebagai bagian dari tubuh kita (part of your life) dan kasih itu memiliki standar seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Kedua, karena kasih itu merupakan kebutuhan yang paling utama bagi wanita. Pria menjadi gelisah (insecure) kalau dia tidak dihormati. Wanita gelisah kalau dia merasa tidak dicintai. Kenapa kita diminta mengasihi isteri? Sebab ini merupakan kesalahan yang sering terjadi pada pria: mengerti mengenai cinta itu bersifat “close deal” (berburu). Isteri sering mengeluh kepada suami, kenapa dia berbeda dengan waktu pacaran dulu. Bedanya dimana? Dulu waktu masih pacaran begitu romantis, begitu penuh pengorbanan dan waktu kejar saya seperti orang gila. Tetapi kenapa sesudah menikah kok tidak lagi romantis, kadang-kadang tidak mau berkorban? Karena pria punya konsep “berburu” dan “memancing.” Jadi pria berpikir mendapatkan seorang isteri seperti berburu. Waktu berburu dia akan kejar dengan luar biasa, apa saja dilakukan, berdiri di tengah hujan memegang bungapun mau. Begitu dapat, itu kebanggaan luar biasa. Sesudah mendapat, selesai. Dulu waktu pacaran selalu buka pintu mobil, sekarang turunin pram saja tidak dibantu. Akhirnya ini menjadi sumber pertengkaran antar suami isteri. Isteri diperlakukan seperti itu menjadi gelisah dan bertanya-tanya apakah suami masih mencintai dia. Kasih isteri itu tidak pernah berupa “berburu.” Itu sebab mengapa sebagai seorang suami kita dipanggil untuk mengasihi dia. Bukan berarti kita mengasihi isteri seperti pada waktu pacaran dulu. Yang dia perlukan adalah satu perasaan aman (secure), dilindungi dan diberi keyakinan bahwa engkau mencintai dan terus mengasihi dia.
6.        Ketiga, anak-anak taatilah orang tuamu dalam segala hal (ay.20). Petrus mengingatkan kepada anak-anak bahwa anak-anak Kristen harus rendah hati dalam semua hubungan. "Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: 'Allah menentang orang-orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati'" (1Ptr. 5:5). Ketika kehendak orang tua bertentangan dengan perintah Tuhan, seorang Kristen memilih jalan Tuhan dengan kelembutan dan kerendahan hati. Orang dewasa pun harus terus menghormati orang tua mereka. Seorang anak yang telah dewasa mungkin hidup jauh dari orang tua dan harus membuat sebagian besar keputusan sendiri. Perpisahan ini dapat menyebabkan kekuatiran bagi orang tua mereka. Mereka mungkin akan merasa ditinggalkan atau bahkan ditolak kalau anak-anak mereka yang telah "modern" tidak menjaga suatu hubungan yang dekat. Selalu ada perbedaan dalam tiap generasi dari umat manusia. Hal ini nyata khususnya di negara-negara dimana gaya hidup berubah dengan cepat. Anak-anak yang sudah dewasa perlu untuk menjaga hubungan yang dekat dengan orang tua mereka, untuk memberitahu mereka bahwa mereka masih dikasihi dan dihormati.
7.        Keempat, bapa-bapa janganlah sakiti hati anakmu (ay.21). Anak-anak yang sering disakiti sejak kecil, maka kepribadiannya akan bertumbuh menjadi manusia yang akan beringas dan jahat. Namun anak-anak yang disayang sejak kecil maka mereka akan bertumbuh menjadi manusia yang memiliki pribadi yang utuh, mandiri dan bermoral. Karen itu sebagai bapa, ada beberapa cara yang harus kita hidupi dan lakoni dalam rangka memperkuat dasar rohani anak-anak kita yaitu: (a) Jadilah teladan. Ketika anak kita melihat hidup kita, apakah mereka hanya melihat seseorang yang memiliki pengetahuan tentang Allah, memercayai hal-hal yang benar, dan menghindari hal-hal buruk, ataukah mereka sungguh-sungguh dapat melihat seseorang yang akrab dan punya hubungan kasih yang terus bertumbuh dengan Yesus Kristus? Panggilan utama kita bukan menjadi orangtua yang baik. Panggilan utama kita adalah menjadi teladan tentang hubungan kasih yang nyata dengan Allah yang hidup. (b) Tunjukkan kedisiplinan. Hadapilah kenyataan ini: hal penting yang dapat dilakukan orangtua adalah mencetak dan membentuk karakter rohani anak. Namun bagaimana kita dapat membantu anak-anak mengembangkan karakter yang saleh dalam masyarakat yang tidak mengetahui arti integritas? Tidak cukup sekedar mendisiplinkan anak-anak sehingga mereka berlaku baik dan tidak mempermalukan kita. Pengembangan karakter yang sejati harus dimulai dari batin, dengan motif yang benar, hasrat yang tidak mementingkan diri sendiri, dan pikiran murni yang timbul dari hubungan yang akrab dengan Allah. Jika anak-anak sehat secara rohani, kita tidak perlu khawatir ketika mereka bergaul dalam masyarakat. Pembentukan rohani melaju melampaui informasi rohani. Pembentukan rohani meliputi proses pembentukan karakter dan sifat-sifat Kristus dalam diri kita. Unsur kunci dari pembentukan rohani adalah pengembangan rohani. Menerapkan kedisiplinan saja tidak akan menghasilkan murid. Menampilkan perilaku rohani tidak secara otomatis dapat menghasilkan kerinduan akan Tuhan. (c) Mengembangkan kepekaan suara hati. Eli seorang pilihan Allah. Sebagai imam, ia tampak cukup berhasil. Ia memimpin bangsa Israel selam 40 tahun. Ia berkuasa, berpengaruh dan disegani. Ia dihormati, dikenal sebagai pekerja keras, dan setia dalam banyak hal. Namun, Eli sadar bahwa keberhasilan dalam satu hal tidak menjamin keberhasilan dalam hal lain. Kegagalannya sebagai orangtua, ketidakmampuannya dalam membantu anak-anaknya mengembangkan kepekaan suara hati mereka, membuat Eli kehilangan pengaruh sebagai seorang imam. Kegagalannya untuk menuntun anak-anaknya menodai kekudusan Allah dan Bait Suci (baca 1Sam.1:12,17,25-26). Anak-anak Eli tidak mengembangkan kepekaan mereka terhadap suara hati dan mereka tidak tahu bagaimana merasa malu. Mereka tidak peka terhadap dosa mereka sendiri dan mengabaikan ajaran Allah serta peringatan ayah mereka. Akar permasalahan yang dihadapi anak-anak bukanlah kurangnya gizi, informasi, atau lingkungan sosial yang lebih baik. Bukan pula rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri dan kurangnya kesempatan. Masalah utama mereka adalah bahwa mereka berdosa. Oleh sebab itu, tugas kita sebagai orangtua adalah menuntun dan membantu anak-anak agar tidak melakukan dosa dan menjadi orang yang benar. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan kepekaan terhadap suara hati mereka jika tidak melihat keteladanan pada diri orangtua mereka.






Ramli SN Harahap                                                                                               fidei/gladys’09     190509



Tidak ada komentar:

Posting Komentar