BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Senin, 07 Februari 2011
”KUASA DOA” (Yakobus 5 : 12 - 20)
”KUASA DOA”
(Yakobus 5 : 12 - 20)
Seperti agama-agama lain, doa juga adalah unsur hakiki dalam kehidupan kekristenan. Sebab itu sering disebut sebagai “nafas iman” atau laksana udara, untuk menyebutkan betapa penting dan mutlaknya doa bagi manusia beriman. Mulai sejak kecil kita diajari berdoa dan setelah besar juga masih selalu didorong untuk berdoa. Orang Kristen tahu bahwa ia harus menyediakan saat teduh atau waktu khusus setiap hari untuk berdoa, walaupun tidak semua melakukannya. Setiap pertemuan orang Kristen selalu dibuka dan diakhiri dengan doa. Yang paling menarik, bila ada masalah atau kesulitan, banyak orang spontan berdoa. Sebagian orang berdoa bahkan semalam suntuk. Namun apakah sebenarnya doa itu?
1. DOA LEBIH DARI SEKEDAR ALAT MENDAPATKAN SESUATU
Banyak orang Kristen menghayati dan menggambarkan doa laksana alat (tools). Ibarat cangkul dan sekop untuk menggali harta karun, kunci untuk membuka pintu rumah atau lemari, galah dan tangga untuk memetik buah-buahan. Doa adalah alat untuk mendapatkan berkat Tuhan dan harta sorgawi. Semakin panjang galah atau tangganya, makin banyak dapat buahnya. Kian panjang doanya, kian banyak pula dapat berkat-Nya?
Gambaran doa sebagai alat ini tidaklah salah. Yesus sendiri mengatakan “mintalah, maka kamu akan mendapat”. Namun menggambarkan doa sekedar alat untuk memperoleh sesuatu bukan saja mereduksi makna doa tetapi sangat riskan dan berbahaya. Mengapa? Jika ada alat lain yang lebih canggih, tentu kita akan meninggalkan yang lama. Jika untuk mendapat kesehatan, kekayaan, kesuksesan dan kebahagiaan ada alat yang lebih cepat, murah dan efektif: untuk apa berdoa? Selanjutnya, alat dapat disimpan di gudang bila tidak dipergunakan. Jika doa digambarkan laksana alat: Apakah kita hanya berdoa bila kita memerlukan sesuatu, dan berhenti berdoa bila merasa tidak butuh apa-apa? Di sini kita dapat terjebak memanipulasi doa untuk kepentingan diri sendiri semata, dan itulah yang seringkali terjadi.
2. DOA ADALAH UNGKAPAN DIRI
Alkitab dan khususnya Mazmur-mazmur, mengajak kita menjadikan doa sebagai ungkapan diri kita seutuhnya dan sepenuhnya di hadapan Allah. Doa bukanlah sekedar “kata-kata mantra” untuk menyulap atau mewujudkan sesuatu keinginan, tetapi seluruh ungkapan keberadaan (eksistensi) diri dan hidup kita di hadapan Tuhan. Berdoa berarti membuka pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan kita yang paling mendalam dan tersembunyi kepada Tuhan. Sebab itu doa pada hakikatnya bukan seni ketrampilan berkata-kata, namun seni mengungkapkan perasaan yang paling dalam di hadapan Tuhan. Dalam doa, yang penting bukanlah “kata yang indah” tetapi “kata yang tepat” menggambarkan isi hati yang terdalam atau realitas hidup si pendoa. Karena itu pertanyaan yang harus kita ajukan: apakah doa kita keluar dari pikiran dan hati yang terdalam, atau cuma kata-kata kosong belaka?
Barangkali jika kita jujur, tidak selamanya dan tidak seluruhnya diri kita ingin kita buka di hadapan Tuhan. Kadang atau selalu ada hal-hal yang ingin kita sembunyikan, agar Tuhan tidak usah “tahu” apalagi mencampurinya. Kadang kita tidak ingin bisnis kita, adat, permainan politik, dan seksualitas kita atau urusan-urusan sangat pribadi lain dicampuri Tuhan sebab itu tidak mau kita beritahu dan sampaikan kepada-Nya dalam doa-doa kita. Di sini kita disadarkan tentang pemahaman kekristenan tentang penyatuan ibadah dan hidup sehari-hari: agenda doa harus sama dengan agenda kerja. Apa yang kita doakan itulah yang kita kerjakan. Apa yang kita kerjakan itulah yang kita doakan. Dengan begitu doa bukan sekedar apa yang kita ucapkan, tetapi seluruh hidup kita seutuhnya.
3. KUASA DOA
Apakah doa kita seringkali tidak memperoleh jawaban? Bagaimanakah agar doa-doa kita memiliki kuasa? Kitab Yakobus mengajarkan tentang doa yang berkuasa. Ada tiga syarat untuk bisa berdoa dengan efektif.
a. Doa orang benar
Doa yang efektif adalah doa yang dipanjatkan oleh orang benar. Siapakah yang dimaksud dengan orang benar? Alkitab mengajarkan, yang disebut orang benar adalah mereka yang “dibenarkan karena percaya kepada Tuhan Yesus Kristus” (Rm. 3:26, 5:1). Orang benar bukan berarti tidak berdosa, tetapi orang benar adalah orang berdosa yang selalu sadar dan mengaku bahwa ia berdosa. Jadi, ia selalu mencari Tuhan. Artinya orang benar adalah orang yang mengaku dirinya apa adanya. Orang sakit yang sadar bahwa ia sakit, itu orang benar. Tetapi orang sakit yang mengaku diri sehat, itu orang fasik. Misalnya Ayub disebut orang saleh bukan karena ia suci. Namun, ia saleh karena sadar bahwa ia tetap manusia biasa, sehingga selalu dekat dengan Tuhan. Orang benar adalah mereka yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat sehingga mereka dibenarkan. Mereka bukannya tidak pernah berbuat salah, tetapi mereka dibenarkan karena percaya kepada Tuhan Yesus. Apakah kita termasuk orang benar?
b. Dengan Yakin Didoakan.
Doa yang efektif muncul karena adanya keyakinan. Bagaimana kita bisa berdoa dengan yakin? Pertama, keyakinan muncul karena doa tersebut lahir dari iman. Dan karena iman timbul dari pendengaran akan Firman Kristus (Rm. 10:17), maka berdoa dengan yakin bisa terjadi karena ada dasar Firman Tuhan yang kita pegang. Biasakan berdoa dengan memegang janji Tuhan untuk permohonan doa kita tersebut. Kedua, keyakinan bisa muncul karena tidak ada tuduhan di hati kita. Itu sebabnya, Yakobus 5:16a mengajarkan untuk kita saling mengaku dosa kita sebelum saling mendoakan. Pengakuan dosa yang tulus akan menghilangkan tuduhan di hati kita. Apakah kita cukup punya iman untuk menaikkan doa kita? Jika belum, selidikilah Firman Tuhan. Carilah dan kemudian peganglah janji-Nya dalam doa kita! Setelah itu, selidikilah hati kita. Apakah ada dosa yang perlu dibereskan? Apakah ada kesalahan yang perlu diakui?
c. Ketekunan.
Yakobus 5:17 memberikan contoh tentang Elia yang berdoa dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan dalam doa melibatkan ketekunan. Elia berdoa dengan tekun, tujuh kali berdoa sebelum muncul awan sebesar telapak tangan yang menghasilkan hujan. Apakah kita cukup tekun dalam berdoa?
4. DOA YANG BENAR
Jika kita tadi telah membahas bahwa doa yang berkuasa itu adalah jika doa itu didoakan oleh orang benar, dengan yakin didoakan dan dengan ketekunan. Sekarang pertanyaan kita berikutnya adalah bagaimanakah doa yang benar? Doa yang benar bisa kita lihat dalam Doa Bapa Kami. Dalam doa Bapa Kami ini ada enam permohonan yakni: 1) Dikuduskanlah nama-Mu, 2) Datanglah kerajaan-Mu, 3) Jadilah kehendak-Mu, 4) Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, 5) Ampunilah kami akan kesalahan kami, 6) Jangan bawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat. Dari enam permohonan itu, ternyata tiga untuk Tuhan, tiga untuk kita. Nama-Mu, Kerajaan-Mu, kehendak-Mu, baru kemudian makanan kami, ampuni kami, jangan bawa kami. Dari keenam permohonan itu, ada tiga ”Mu” dan ada tiga ”mi”. Apa artinya itu? Artinya, dalam berdoa, kita jangan egoistis. Justru prioritas pertama Doa Bapa Kami adalah Tuhan. Prioritas pertama dalam berdoa yang benar adalah kehendak dan kepentingan Tuhan! Sesudah itu baru menyusul kepentingan kita. Doa Bapa Kami tidak menempatkan kepentingan kita menjadi nomor satu. Dengan kata lain, Doa Bapa Kami itu adalah doa yang God-centered, doa yang berpusat pada Tuhan dan bukan pada kepentingan kita.
Dari ketiga permohonan ”kami-kami-kami”, hanya satu yang bersifat fisik: ”Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. Hal lainnya bersifat rohani, bersifat spiritual: ”Ampunilah kami akan kesalahan kami”, itu berarti menyangkut apa yang sudah lewat, tetapi ”Jangan bawa kami ke dalam pencobaaan”, ini menyangkut apa yang akan datang. Ternyata, dari Doa Bapa Kami itu, kita melihat bahwa justru kepentingan atau kebutuhan fisik lebih sedikit dibandingkan dengan kepentingan rohani.
Doa seperti inilah yang selalu didoakan oleh Paulus. Paulus tidak meminta hal-hal yang fisik tetapi meminta hal-hal yang rohani, iman yang dikuatkan, pengenalan akan kasih Tuhan, dan kepenuhan hidup dalam Kristus (Ef. 3:14-21). Ini bukan berarti yang fisik tidak diperlukan, tetapi dikatakan bahwa Tuhan mengetahui kebutuhan fisik kita. Ia memberi lebih dari yang kita minta. Jika kita berdoa yang benar dengan mengutamakan Tuhan dan hal-hal yang rohani maka kita akan dimampukan Tuhan menjalani hidup ini walaupun dipenuhi dengan berbagai tantangan dan masalah tetapi iman kita dikuatkan sehingga kita tidak jatuh ke dalam pencobaan itu. Sekalipun krisis ekonomi global melanda dunia, kita tidak takut karena kita memiliki iman yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar