Kamis, 10 Februari 2011

HUBUNGAN ORANGTUA DAN ANAK DALAM PENDIDIKAN (Efesus 6:1-4)

widgeo.net
HUBUNGAN ORANGTUA DAN ANAK DALAM PENDIDIKAN
(Efesus 6:1-4)

 

I.       PENDAHULUAN
Keluarga merupakan suatu institusi awal bagi setiap individu manusia belajar dan berinteraksi dengan sesamanya. Sebagai suatu institusi tentunya dalam sebuah keluarga disepakati adanya aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dikembangkan. Keluarga yang dimaksud di sini, adalah keluarga inti yang terdiri dari Ayah, Ibu dan anak. Sebagaimana budaya ke-Timuran yang menganut asas patriakal, bahwa yang menjadi nahkoda (kepala) dalam sebuah keluarga inti adalah seorang Ayah. Karena dialah yang bertanggung jawab untuk menafkahi seluruh anggota keluarga dan juga bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarga secara utuh, termasuk mendidik anak. Dalam menjalankan perannya sebagai kepala keluarga, khususnya sebagai pendidik anak, seorang Ayah akan bekerja sama dengan istrinya, yang dalam hal ini adalah ibu dari anak-anaknya.
Selanjutnya Ayah dan Ibu disebut dengan orangtua yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap tumbuh kembang buah hatinya hingga mengantarnya ke gerbang kedewasaan dengan mampu berpikir, bertindak dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat/lingkungannya dan terhadap Tuhan Penciptanya.
Bukan suatu yang berlebihan jika semua orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Semua orangtua mengharapkan kebahagiaan bagi anak-anaknya, baik untuk kehidupannya saat ini, dan kelak ketika si anak sudah dewasa. Bagaimana para orangtua dapat mewujudkan harapannya ini? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini, mengingat masih banyaknya kasus yang menunjukkan kegagalan orangtua dalam mendidik anaknya.
Itulah yang menjadi bahan PA kita malam ini guna mencari model dalam mendidik anak-anak demi terwujudnya harapan membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas secara utuh, yaitu memiliki iman dan taqwa, etika, rasa tanggung jawab serta menguasai pengetahuan dan teknologi.

II.      MAKNA PENDIDIKAN KELUARGA
Kita ketahui bersama bahwa ada 3 (tiga) faktor determinan dalam proses pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga menjadi faktor utama dan pertama serta sangat penting dalam proses pendidikan anak. Jika pada proses awal pendidikan anak ini terdapat kesalahan, maka akan berdampak pada proses pendidikan berikutnya baik di sekolah maupun di masyarakat.
Kondisi faktual, bahwa di sekitar kita terdapat banyaknya anak-anak yang terlibat pada perilaku yang menyimpang. Ada kehidupan berkelompok dengan menamakan diri “Geng” tertentu yang mengakibatkan terjadinya tawuran antar pemuda atau pelajar/siswa, ada pula kelompok anak-anak yang melakukan vandalisme terhadap lingkungan sekitarnya atau ada juga kelompok anak-anak yang yang bersifat asosial dan selalu membuat keonaran di masyarakat baik dengan motor racing nya atau dengan sikap kriminalnya yang mabuk-mabukan dan melakukan sesuatu yang melanggar etika, norma atau hukum yang berlaku.
Banyaknya pula anak-anak yang membolos dari sekolah dan hanya duduk-duduk/nongkrong di pinggir jalan, atau jalan-jalan ke mall, diskotik dan lain sebagainya. Pertanyaannya : mengapa mereka melakukan demikian ?
Secara filosofis mengatakan bahwa perilaku menyimpang anak-anak itu lebih dominan didorong oleh kurangnya didikan orangtua. Apabila orangtua si anak memberikan didikan dan pengajaran yang baik semenjak bayi tentunya berdampak positif dengan perkembangan anak termasuk berpengaruh positif terhadap prestasi belajar di sekolah maupun interaksi dengan masyarakat sekitarnya. Keluargalah yang menjadi dasar perkembangan kepribadian anak ke depan.
Dalam keluargalah dimulainya proses internalisasi terhadap lingkungan sekitarnya dan dimulainya proses pematangan untuk menjadi orang dewasa. Yakni orang yang mampu hidup secara baik dan benar sesuai norma yang berlaku dan memiliki hati nurani serta pedoman hidup yang jelas. Sebagaimana dikatakan oleh Sigmund Freud, bahwa lima tahun pertama kehidupan anak sejak lahir sangat menentukan perkembangan kepribadian pada umur selanjutnya. Pada lima tahun pertama anak mengalami perkembangan mulai dari fase oral ( 0-1 tahun ), fase anal ( 1-3 tahun ) dan fase falik ( 3-5 tahun ).
Fase oral yakni seorang anak mulai melakukan relasi dengan ibunya melalui menyusu. Kontak yang terjadi ini terjadi secara timbal balik, seorang anak menyusu pada ibunya dan ibunya membelai, menyanyi atau mengucapkan kata-kata penuh kasih yang secara langsung akan menciptakan rasa nyaman dan aman pada si anak dan akan mengembangkan minat si anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya serta juga akan mengembangkan intelengensia si anak.
Fase anal yakni anak mulai berlatih menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, dengan aturan yang mengatur seperti kebersihan diri dan lingkungan. Peranan Ayah sangat penting pada fase ini karena ayah mempunyai kemampuan untuk memecahkan berbagai persoalan sehingga akan mendukung pula perkembangan ego anak. Ego merupakan pusat kesadaran sehingga mampu berhadapan dengan tantangan hidup yang dihadapi.
Fase falik ( phallus = penis ) yaitu fase disaat terjadi Oedipus Complex, karena terjadi persaingan antara anak dengan ayah dalam memperoleh kasih sayang ibu. Ketika ayah akrab dengan anak laki-laki maka fase ini dapat dselesaikan dengan baik. Selain sumber kekuatan kemauan dan kesadaran (ego), ayah juga menjadi simbol hidup atas dasar hati nurani ( super ego ) yang mana super ego sangat penting bagi kehidupan manusia karena memberikan pedoman hidup dan mengarahkan anak pada cita-cita hidupnya.
Anak yang lemah super ego nya memiliki watak yang kurang kuat dan mudah goyah oleh keinginan hawa nafsu, sebaliknya anak yang kuat super ego nya sangat mungkin akan diliputi kecemasan moral atau kurang toleran terhadap lingkungan.
Mencermati fase perkembangan anak pada lima tahun pertama tentunya memberikan makna bahwa pentingnya Orangtua memahami dengan baik dan benar cara mendidik anak yang berkualitas agar dapat mengemban peran dalam mendidik secara tepat sehingga langsung maupun tidak langsung telah membantu perkembangan kepribadian anak untuk berinteraksi dengan kelompok masyarakat sekitarnya.
Keberhasilan-keberhasilan yang dicapai seorang anak baik di sekolah maupun berkarier bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan mendidik yang diperankan orang tua melainkan harus ditunjukkan pula oleh indikator lainnya, seperti indikator kecakapan hidup secara personal, yaitu: kemampuan si anak untuk beriman kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berpikir rasional, memahami diri sendiri, percaya diri, bertanggung jawab, menghargai dan menilai diri.
Juga tidak kalah penting adanya indikator kecakapan sosial, yaitu: bekerja sama, mengendalikan emosi, berinteraksi dalam budaya lokal dan global, meningkatkan potensi fisik, membudayakan sikap sportif, membudayakan sikap disiplin dan membudayakan sikap hidup sehat.
Inilah makna pentingnya pendidikan keluarga bagi perkembangan anak dan masa depan anak dalam menggumuli kehidupannya.

III.    PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK
Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan ibu (orang tua) dalam mendidik anak. Apa saja yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai sebuah keluarga yang ideal dalam mendidik dan mengembangkan potensi/kemampuan anak-anak :
1.       Memahami makna mendidik
Sebagai orangtua harus memahami benar apa makna dari mendidik sehingga tidak berpendapat bahwa mendidik adalah melarang, menasehat atau memerintah si anak. Tetapi harus dipahami bahwa mendidik adalah proses memberi pengertian atau pemaknaan kepada si anak agar si anak dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara bertanggung jawab.
Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui komunikasi maupun teladan/tindakan, contoh : jika ingin anak disiplin maka orangtua dapat memberi teladan kepada si anak akan hal-hal yang baik dan beretika atau orangtua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis dengan penuh keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita mengedepankan sikap memerintah, menasihat atau melarang maka langsung ataupun tidak akan berdampak pada sikap anak yang bergaya otoriter dan mau menang sendiri. Kiranya orangtua dapat mengambil pesan moral dari sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dengan judul “Anak Belajar dari Kehidupannya”: Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia akan belajar memaki / Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia akan belajar rendah diri / Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri / Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai / Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia akan belajar keadilan / Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh kepercayaan / Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia akan belajar menghargai dirinya / Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Ada hubungan kausal antara bagaimana orangtua mendidik anak dengan apa yang diperbuat anak. Atau ibaratnya apa yang orangtua tabur itulah yang nanti akan dituai. Peran orangtua dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan atau institusi formal lainnya. Karena bagaimanapun juga tanggung jawab mendidik anak ada pada pundak orangtua.

2.       Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan hadiah
Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan menjanjikan hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak terhadap sesuatu hal baru dia melakuka sesuatu. Hal ini akan mematikan motivasi, kreatifitas, insiatif dan pengertian serta kemandirian mereka terhadap hal-hal yang harus dia kerjakan. Contoh : menjanjikan hadiah kalau nilai sekolahnya baik, atau mengancam tidak memberi hadiah bila nilainya rendah.
3.       Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan dan selalu khawatir
Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu baginya untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang dimilikinya. Ini harus menjadi perhatian bersama karena hal tersebut dapat muncul dari sikap orang tuanya sendiri yang sadar atau tidak sadar ditampakkan pada saat interaksi terjadi antara ayah dan ibu dengan anak. Sehingga anak-anak akan termotivasi untuk mengaktualisasika potensi yang ada pada dirinya tanpa adanya tekanan atau ketakutan.
4.       Memahami bahasa non verbal
Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak efektif melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan kesalahan dan memahami perasaan si anak. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahasa non verbal sebagai suatu upaya efektif untuk memahami masalah dan perasaan si anak. Bahasa non verbal adalah dengan memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman manis atau meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan si anak, sehingga si anak merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau perasaannya.
5.       Membantu anak memecahkan persoalan secara bersama
Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang tua untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu anak memecahkan persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap menjunjung tinggi kemandiriannya.
6.       Menjaga keharmonisan dalam keluarga
Ayah dan Ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan kekerasan di depan anak-anak, sehingga anak-anak mencontoh dengan bertindak tidak menghargai teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula pada temannya.
Demikian beberapa hal yang mestinya dijadi perhatian oleh para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Diakui bahwa hal tersebut di atas dapat ditambahkan dengan hal lain yang positif agar menjadi perbendaharaan pengetahuan dalam mendidik, namun yang terutama dari semua itu adalah orang tua harus “bagaimana menciptakan dan membangun komunikasi yang efektif” dengan anak. Karena hal ini akan secara langsung menjaga dan memelihara kedekatan secara emosional dengan anaknya sehingga dapat mencegah perilaku menyimpang dari si anak. Dalam komunikasi juga perlu ditanamkan sikap optimisme pada anak, mengembangkan sikap keterbukaan pada anak dan perlu mengajarkan tata krama pada anak.

IV.    HUBUNGAN LOGIS PENDIDIKAN KELUARGA DENGAN MASA DEPAN ANAK
Memahami pentingnya pendidikan keluarga tersebut di atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa keberhasilan seorang anak dalam sekolah atau berkarier adalah sangat bergantung pada sejauhmana keterlibatan orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Dapat digambarkan hubungan logisnya sebagai barikut: Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga sangat penting bagi masa depan anak. Masa depan yang diharapkan oleh setiap orang tua terhadap anak-anaknya adalah: memiliki pengetahuan yang memadai dan kemandirian hidup, bertanggung jawab, beretika dan bermoral, serta yang pastinya adalah dicapainya kebahagiaan hidup anak saat ini dan kelak ketika dewasa.
Keberhasilan anak dalam pendidikan formal atau dalam berkarier tidak tergantung hanya pada institusi sekolah dan lingkunan masyarakat melainkan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang diberikan dalam lembaga keluarga yang dibangun.



Aek Bayur, 25 Juni 2010




Ramli SN Harahap

                                                                                                                                              fidei & gladys ’10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar