Jumat, 23 Januari 2015

BAHAN BACAAN ALKITAB (EPISTEL) Minggu, 17 Agustus 2014 : Kejadian 17:1-7

widgeo.net
Minggu,  17 Agustus 2014
Minggu 12 Setelah Trinitatis

Khotbah: Markus 8:31-38                                               Bacaan: Kejadian 17:1-7

PERJANJIAN ALLAH DENGAN ABRAM

 


1.      Secara umum manusia memahami kata perjanjian sebagai keterlibatan antara dua pihak yang mengadakan ikatan atau kontrak kerjasama yang disertai dengan syarat-syarat atau sangsi yang harus dipenuhi oleh pihak- pihak yang membuat perjanjian itu. Pada intinya perjanjian yang dibuat adalah untuk kepentingan bersama dan menghasilkan keuntungan untuk kedua belah pihak. Jika salah satu pihak merasa tidak puas atau melanggar syarat dalam kesepakatan itu maka sangsi diberlakukan atau perjanjian dibatalkan. Tidaklah demikian dengan perjanjian Allah. Dalam perjanjian antara Allah dengan manusia, Allah-lah yang memanggil untuk mengadakan perjanjian dan inti dari perjanjian itu adalah penyaluran kasih karunia dan keselamatan yang akan diberikan Allah berdasarkan kedaulatan-Nya. Berbeda dengan perjanjian yang dibuat oleh manusia yang berdasarkan kesepakatan bersama, perjanjian Allah disusun dan ditetapkan oleh Allah sendiri, bersifat umum dan juga khusus. Seperti contoh perjanjian pelangi antara Allah dengan Nuh maupun perjanjian antara Allah dengan Abraham yang bersifat umum dan berlaku kekal selamanya. Adapun perjanjian Sinai antara Tuhan Allah dengan bangsa Israel bersifat khusus dan berlaku sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan.
2.      Perjanjian merupakan suatu kelaziman fundamental dalam penataan kehidupan bersama antara dua pihak atau lebih. Perjanjian Allah dengan Abram yang kemudian menjadi Abraham, sebelumnya juga ada semacam Perjanjian yang disebut Proto Euanggelion, atau Pra-Injil, dalam Kejadian 3:15. Abraham menjadi bapak banyak bangsa, ia akan sangat banyak keturunannya. Allah membuat Perjanjian yang kekal dengan Abraham, dan keturunannya. Seluruh Tanah Kanan akan diberikan Allah kepadanya dan keturunannya. Tanah itu milik mereka. Setelah ALLAH menyatakan perjanjian-Nya kepada Abram, IA mengganti nama Abram menjadi Abraham. Tidak seperti manusia yang hanya dapat sekadar berharap, tujuan ALLAH mengganti nama Abram pasti akan membawa dampak positif sesuai dengan arti nama baru tersebut. Sebelum nama Abraham diberikan, ALLAH telah memberikan jaminan bahwa Abraham pasti menjadi pribadi seperti arti nama yang diberikan-Nya itu. Arti nama Abraham bukanlah suatu harapan kosong, melainkan kenyataan yang pasti terjadi. Hal ini terlihat jelas dalam perkataan ALLAH kepada Abraham dalam teks ini. TUHAN telah menetapkan jalan hidup kita. Atas dasar itulah TUHAN memberikan nama kepada kita. Sedangkan nama yang diberikan oleh manusia tidak berpengaruh bagi nasib seseorang. Contohnya, sekalipun seseorang diberi nama "Sehat", tetapi jika suatu saat TUHAN menetapkan penyakit menimpanya maka dia tidak akan dapat menolak datangnya penyakit itu. Sebaliknya, jika arti nama yang diberikan orangtua kita kurang baik, jika TUHAN menetapkan segala sesuatu yang baik terjadi dalam hidup kita, maka yang baik itu pasti terjadi. Oleh karena itu jika ada di antara kita yang memiliki nama yang "tidak sesuai harapan", jangan pernah merasa takut ataupun risau. Mungkin secara psikologis nama yang disandang seseorang dapat berpengaruh. Misalnya saja seorang yang kaya raya dan penampilannya selalu up to date, tetapi namanya berkesan kampungan sehingga secara psikologis ia merasa malu. Jangan mengkait-kaitkan persoalan yang kita hadapi dengan arti nama yang kita sandang. Sebab tidak ada hubungannya sama sekali. Mungkin kita pernah mendengar istilah "keberatan nama". Misalnya, orangtua memberi nama tertentu kepada anaknya dengan harapan arti nama itu berpengaruh positif bagi masa depan anaknya itu. Tetapi kenyataannya si anak seringkali sakit-sakitan, dan sepertinya selalu ada saja masalah yang menimpa. Orangtua anak itu mulai beranggapan bahwa penyebabnya adalah nama anaknya itu terlalu "berat", sehingga ada istilah "keberatan nama". Atas dasar pemikiran itulah, orangtua mengganti nama anaknya dengan nama lain yang dianggap dapat membawa berkah atau solusi dari segala persoalan yang selalu menimpa anaknya itu.
3.      Sekitar empat ribu tahun yang lalu Allah mengadakan perjanjian dengan Abraham. Apa saja isinya? Perjanjian itu, yang dibuat dalam kitab Kejadian 12:1-4 dan diteguhkan dalam kitab Kejadian 13:14-17, 15:1-7, dan 17:1-8, berisikan tujuh bagian yang berbeda satu sama lain.    Pertama, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar.” Janji ini digenapi dalam tiga cara: Dalam keturunan Abraham secara alamiah, yaitu bangsa Yahudi. “Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya …”  Dalam keturunan Abraham secara rohaniah, yaitu semua orang percaya, baik Yahudi maupun bukan-Yahudi. Digenapi juga melalui Ismael. Kedua, “Aku akan memberkati engkau.” Janji ini digenapi dalam dua cara: Secara sementara dan secara rohani. Ketiga, “… serta membuat namamu masyhur.” Nama Abraham terkenal ke seluruh dunia. Keempat, “Dan engkau akan menjadi berkat.” Lihat surat Galatia 3:13,14. Kelima, “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau.” Penggenapan janji ini berkaitan erat dengan kalimat berikutnya. Keenam, “… dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau.” Janji ini secara ajaib digenapi dalam sejarah penyebaran bangsa Yahudi ke seluruh dunia.
Orang-orang atau bangsa yang menganiaya orang Yahudi mengalami berbagai musibah, sebaliknya mereka yang melindungi orang Yahudi mengalami berkat baik secara nasional maupun secara perorangan. Ke depan dan selanjutnya, kebenaran janji ini masih akan terus terbukti dengan lebih mengherankan. Ketujuh, “Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Ini adalah janji agung tentang keselamatan yang digenapi di dalam keturunan Abraham, Kristus (Gal. 3:16, Yoh. 8:56-58). Janji ini lebih meneguhkan lagi janji Allah tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15).
4.      Pada pasal 17 ini isi Perjanjian Allah dengan Abraham berkisar pada masalah “keturunan” (“zera”), karena hanya dengan adanya “keturunan” tadi Abraham dapat berkembang menjadi “bapa sejumlah besar bangsa.  Itulah sebabnya namanya diubah dari “Abram” (“Bapa Yang Tinggi”)  menjadi “Abraham” (Ab = Abba= Bapa/ Raham = Sejumlah Besar Orang). Disamping  mengenai “keturunan” isi Perjanjian itu menyangkut “negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan”  yaitu bumi Israel. Memang tempat tinggal diperlukan kalau keturunan Abraham menjadi banyak. Dan kepada keturunan yang akan tinggal di Tanah Perjanjian inilah, Allah mengatakan “Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.” atau “Aku akan menjadi Allah mereka”, artinya keturunan Abraham akan memiliki ikatan Perjanjian yang Khusus dengan Allah, yaitu menjadi bangsa pilihan, umat Allah milik Allah sendiri, yaitu bangsa Israel  sebagai anak-anak Abraham secara jasmani, dalam Perjanjian Lama (Kel. 19:5-6), dan  Gereja, yaitu “Israel milik Allah” (Gal. 6:16) sebagai anak-anak Abraham secara rohani, dalam Perjanjian Baru (I Ptr. 2:9). Lebih jauh dijelaskan bahwa keturunan yang menurut Perjanjian Allah, itu harus  yang berasal dari Ishak dikatakan demikian oleh Kitab Suci:    “Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: "Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya." Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?" Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" (Kej. 17: 15-18). Allah dalam PerjanjianNya tak pernah membahas status Hagar kepada Abraham, karena Hagar bukanlah ibu dari anak Perjanjian itu, dan Hagar bukanlah Permaisuri, bukan “Ratu”, bukan “Sarah”. Tetapi dengan Sarah, Allah memberikan status yang sama dengan Abraham, dimana kedua-duanya diberi nama baru, yang tadinya ibu anak Perjanjian itu bernama “Sarai” (“Bersifat Ke-Putri-an”) sekarang menjadi “Sarah/Sara” (“Sang Putri”/”Sang Ratu”) karena ia akan menjadi  “ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya” , dimulai dengan lahirnya Ishak melaluinya, sebagaimana Abram juga menjadi “Abraham” (Bapa Sejumlah Besar Orang), karena ia  akan “menjadi bapa sejumlah besar bangsa”  dan “engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja”, melalui Ishak anak Sarah itu.  Penegasan bahwa anak Perjanjian itu memang harus datang melalui melalui Ishak ini dilakukan Allah untuk yang terakhir kalinya ketika Yahweh menampakkan diri bersama dengan dua orang malaikatNya kepada Abraham demikian: ”Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah,……. Dan firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya. Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid. Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?" Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham: "Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua? Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." (Kej. 18: 1-2, 10-14).
5.      Dari semua data yang ada dalan Kitab Suci ini jelaslah bahwa “keturunan”  Abraham yang dimaksud itu memang lahir dari Sara, yaitu Ishak, dan bukan dari Hagar, yaitu Ismael Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh sabda Allah kepada Abraham, ketika Abraham memohon kepada Allah: ”Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" (Kej. 17:18). Permohonan Abraham ini dilakukan setelah Allah memberitahu bahwa Sara akan melahirkan anak dalam ayat-ayat sebelumnya yang telah kita kutip diatas. Dari kacamata manusiawi dapat dimengerti bahwa Abraham menyayangi Ismael,  karena memang dia itu anaknya juga, meskipun lahir dari seorang budak. Namun dari  kacamata rencana Ilahi, dan Perjanjian Allah, pastilah tidak demikian. Karena sebelum Ismael lahir, Perjanjian itu sudah ada dulu, dan waktu Perjanjian dibuat Abraham memang dimaksudkan memiliki anak dengan Sarai. Hagar tidak masuk hitungan dalam Perjanjian tadi, karena Hagar belum muncul dalam skenario sejarah hidup Abraham. Berarti lahirnya Ismael memang bukan yang dimaksudkan Allah dalam Perjanjian itu, meskipun ditoleransi. Allah tetap bertahan pada PerjanjianNya, sebab Allah itu tak bersifat plin-plan, dan tidak tunduk pada pikiran Abraham yang berubah-ubah itu.  Oleh karenanya jawab Allah atas permohonan Abraham itu tegas tanpa kompromi, yaitu: ”Tetapi Allah berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.”  (Kej. 17:19). Dari ayat ini jelas bahwa  dengan Ishak, bukan dengan Ismael, yang lahir melalui Sara, bukan melalui Hagar,  itulah, Allah mengatakan  “Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya”. Jadi anak Perjanjian itu adalah Ishak, dan Perjanjian kekal itu adalah dengan Ishak, tetapi bukan untuk dirinya sendiri melainkan “untuk keturunannya”  (sekali lagi “zera” = benih, dalam bentuk tunggal). Dan itulah sebabnya ditegaskan lagi oleh Allah sendiri bahwa “yang akan disebut keturunan (“zera”) mu  ialah yang berasal dari Ishak.” (Kej. 21:12c). Penekanan kepada “keturunan” (“benih”) ini penting sekali untuk dimengerti, karena ketika Allah menjanjikan kepada Abraham bahwa “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3c), maka dengan berkembangnya waktu makin dijelaskan bahwa berkat untuk “kaum di muka bumi”  yang akan terjadi “olehmu”  yaitu “oleh”, “melalui”, dan “didalam” Abraham itu, ternyata bukan oleh Abraham secara pribadi, namun “Oleh keturunanmu (“zera”) lah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku." (Kej. 22:18).  Ini dikatakan oleh Allah setelah Abraham taat perintah Yahweh (Kej. 22:3-9)  untuk mengorbankan anaknya yang tunggal (Kej. 22:1-2), karena waktu terjadinya perintah pengorbanan ini Ismael sudah tidak bersama Ishak lagi (Kej. 21: 14-21)  dan juga bahwa hanya Ishaklah anak Perjanjian satu-satunya. Dimana dikatakan: ”Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: "Abraham, Abraham." Sahutnya: "Ya, Tuhan." Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.” (Kej. 22: 10-13). Peristiwa pengorbanan Ishak ini adalah tipologi dari pengorbanan Kristus diatas Salib. Perjanijian berkat Allah yang kekal bagi segenap umat di bumi itu adalah Perjanjian di dalam Kristus, yaitu Perjanjian Keselamatan. Itulah sebabnya kita makin disadarkan betapa agungnya misteri kedatangan Kristus yang akan kita rayakan dalam masa Natal beberapa hari lagi ke depan ini.  Kita telah persiapkan diri melalui puasa “Milad Al-Masih” ini, sehingga waktu kita merayakan Milad/Kelahiran itu nanti, bukan pesta-pestanya atau hura-huranya yang kita ingat namun penggenapan Perjanjian yang mengikat kita dengan Perjanjian Allah yang kekal bagi keselamatan kita, yang digenapi melalui kedatangan Kristus ke dunia ini yang harus menjadi renungan kita yang mendalam.


Yogyakarta, 31 Agustus 2014





                                                                                   
Ramli SN Harahap
Pendeta GKPA
Pascasarja S3 UKDW Yogyakarta
HP 0812 1998 0500
harahapramly@yahoo.com
                                                                                                                        fidei-gladys







Tidak ada komentar:

Posting Komentar