Minggu, 17 Agustus 2014
Minggu 12 Setelah Trinitatis
PERJANJIAN ALLAH DENGAN ABRAM
1.
Secara umum manusia memahami kata perjanjian sebagai
keterlibatan antara dua pihak yang mengadakan ikatan atau kontrak kerjasama
yang disertai dengan syarat-syarat atau sangsi yang harus dipenuhi oleh pihak-
pihak yang membuat perjanjian itu. Pada intinya perjanjian yang dibuat adalah
untuk kepentingan bersama dan menghasilkan keuntungan untuk kedua belah pihak.
Jika salah satu pihak merasa tidak puas atau melanggar syarat dalam kesepakatan
itu maka sangsi diberlakukan atau perjanjian dibatalkan. Tidaklah demikian
dengan perjanjian Allah. Dalam perjanjian
antara Allah dengan manusia, Allah-lah yang memanggil untuk mengadakan
perjanjian dan inti dari perjanjian itu adalah penyaluran kasih karunia dan
keselamatan yang akan diberikan Allah berdasarkan kedaulatan-Nya. Berbeda
dengan perjanjian yang dibuat oleh manusia yang berdasarkan kesepakatan
bersama, perjanjian Allah disusun dan ditetapkan oleh Allah sendiri, bersifat
umum dan juga khusus. Seperti contoh perjanjian pelangi antara Allah dengan Nuh
maupun perjanjian antara Allah dengan Abraham yang bersifat umum dan berlaku
kekal selamanya. Adapun perjanjian Sinai antara Tuhan Allah dengan bangsa
Israel bersifat khusus dan berlaku sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan.
2.
Perjanjian merupakan suatu kelaziman fundamental dalam
penataan kehidupan bersama antara dua pihak atau lebih. Perjanjian Allah dengan
Abram yang kemudian menjadi Abraham, sebelumnya juga ada semacam Perjanjian
yang disebut Proto Euanggelion, atau Pra-Injil,
dalam Kejadian 3:15. Abraham menjadi bapak banyak bangsa, ia akan sangat banyak
keturunannya. Allah membuat Perjanjian yang kekal dengan Abraham, dan keturunannya.
Seluruh Tanah Kanan akan diberikan Allah kepadanya dan keturunannya. Tanah itu
milik mereka. Setelah ALLAH menyatakan perjanjian-Nya kepada Abram, IA
mengganti nama Abram menjadi Abraham. Tidak seperti manusia yang hanya dapat
sekadar berharap, tujuan ALLAH mengganti nama Abram pasti akan membawa dampak
positif sesuai dengan arti nama baru tersebut. Sebelum nama Abraham diberikan,
ALLAH telah memberikan jaminan bahwa Abraham pasti menjadi pribadi
seperti arti nama yang diberikan-Nya itu. Arti nama Abraham bukanlah suatu
harapan kosong, melainkan kenyataan yang pasti terjadi. Hal ini terlihat jelas
dalam perkataan ALLAH kepada Abraham dalam teks ini. TUHAN telah menetapkan
jalan hidup kita. Atas dasar itulah TUHAN memberikan nama kepada kita.
Sedangkan nama yang diberikan oleh manusia tidak berpengaruh bagi nasib
seseorang. Contohnya, sekalipun seseorang diberi nama "Sehat", tetapi
jika suatu saat TUHAN menetapkan penyakit menimpanya maka dia tidak akan dapat
menolak datangnya penyakit itu. Sebaliknya, jika arti nama yang diberikan
orangtua kita kurang baik, jika TUHAN menetapkan segala sesuatu yang baik
terjadi dalam hidup kita, maka yang baik itu pasti terjadi. Oleh karena itu
jika ada di antara kita yang memiliki nama yang "tidak sesuai harapan",
jangan pernah merasa takut ataupun risau. Mungkin secara psikologis nama yang
disandang seseorang dapat berpengaruh. Misalnya saja seorang yang kaya raya dan
penampilannya selalu up to date, tetapi namanya berkesan kampungan sehingga
secara psikologis ia merasa malu. Jangan mengkait-kaitkan persoalan yang kita
hadapi dengan arti nama yang kita sandang. Sebab tidak ada hubungannya sama
sekali. Mungkin kita pernah mendengar istilah "keberatan nama".
Misalnya, orangtua memberi nama tertentu kepada anaknya dengan harapan arti
nama itu berpengaruh positif bagi masa depan anaknya itu. Tetapi kenyataannya
si anak seringkali sakit-sakitan, dan sepertinya selalu ada saja masalah yang
menimpa. Orangtua anak itu mulai beranggapan bahwa penyebabnya adalah nama anaknya
itu terlalu "berat", sehingga ada istilah "keberatan nama".
Atas dasar pemikiran itulah, orangtua mengganti nama anaknya dengan nama lain
yang dianggap dapat membawa berkah atau solusi dari segala persoalan yang
selalu menimpa anaknya itu.
3.
Sekitar empat ribu tahun yang lalu Allah mengadakan
perjanjian dengan Abraham. Apa saja isinya? Perjanjian itu, yang dibuat dalam
kitab Kejadian 12:1-4 dan diteguhkan dalam kitab Kejadian 13:14-17, 15:1-7, dan
17:1-8, berisikan tujuh bagian yang berbeda satu sama lain. Pertama, “Aku akan membuat engkau
menjadi bangsa yang besar.” Janji ini digenapi dalam tiga
cara: Dalam keturunan Abraham secara alamiah, yaitu bangsa Yahudi. “Aku akan
menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya …” Dalam keturunan Abraham secara rohaniah, yaitu
semua orang percaya, baik Yahudi maupun bukan-Yahudi. Digenapi juga melalui
Ismael. Kedua, “Aku akan memberkati
engkau.” Janji ini digenapi dalam dua cara: Secara sementara dan secara rohani.
Ketiga, “… serta membuat namamu
masyhur.” Nama Abraham terkenal ke seluruh dunia. Keempat, “Dan engkau akan menjadi berkat.” Lihat surat Galatia
3:13,14. Kelima, “Aku akan memberkati
orang-orang yang memberkati engkau.” Penggenapan janji ini berkaitan erat
dengan kalimat berikutnya. Keenam, “…
dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau.” Janji ini secara ajaib digenapi
dalam sejarah penyebaran bangsa Yahudi ke seluruh dunia.
Orang-orang atau bangsa yang menganiaya orang Yahudi mengalami berbagai musibah, sebaliknya mereka yang melindungi orang Yahudi mengalami berkat baik secara nasional maupun secara perorangan. Ke depan dan selanjutnya, kebenaran janji ini masih akan terus terbukti dengan lebih mengherankan. Ketujuh, “Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Ini adalah janji agung tentang keselamatan yang digenapi di dalam keturunan Abraham, Kristus (Gal. 3:16, Yoh. 8:56-58). Janji ini lebih meneguhkan lagi janji Allah tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15).
4.
Pada pasal 17 ini isi Perjanjian Allah dengan Abraham
berkisar pada masalah “keturunan” (“zera”),
karena hanya dengan adanya “keturunan” tadi Abraham dapat berkembang menjadi “bapa
sejumlah besar bangsa. Itulah sebabnya namanya diubah dari
“Abram” (“Bapa Yang Tinggi”) menjadi “Abraham” (Ab = Abba= Bapa/ Raham =
Sejumlah Besar Orang). Disamping mengenai “keturunan” isi Perjanjian itu
menyangkut “negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh
tanah Kanaan” yaitu bumi Israel. Memang tempat tinggal
diperlukan kalau keturunan Abraham menjadi banyak. Dan kepada keturunan yang
akan tinggal di Tanah Perjanjian inilah, Allah mengatakan “Aku menjadi
Allahmu dan Allah keturunanmu.” atau “Aku akan menjadi Allah
mereka”, artinya keturunan Abraham akan memiliki ikatan Perjanjian yang
Khusus dengan Allah, yaitu menjadi bangsa pilihan, umat Allah milik Allah
sendiri, yaitu bangsa Israel sebagai anak-anak Abraham secara jasmani,
dalam Perjanjian Lama (Kel. 19:5-6), dan Gereja, yaitu “Israel milik
Allah” (Gal. 6:16) sebagai anak-anak Abraham secara rohani, dalam Perjanjian
Baru (I Ptr. 2:9). Lebih jauh dijelaskan bahwa keturunan yang menurut
Perjanjian Allah, itu harus yang berasal dari Ishak dikatakan demikian
oleh Kitab Suci: “Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham:
"Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi
Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan
memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya,
sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari
padanya." Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam
hatinya: "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan
seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu
melahirkan seorang anak?" Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah,
sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" (Kej. 17: 15-18). Allah dalam PerjanjianNya tak pernah
membahas status Hagar kepada Abraham, karena Hagar bukanlah ibu dari anak
Perjanjian itu, dan Hagar bukanlah Permaisuri, bukan “Ratu”, bukan “Sarah”.
Tetapi dengan Sarah, Allah memberikan status yang sama dengan Abraham, dimana
kedua-duanya diberi nama baru, yang tadinya ibu anak Perjanjian itu bernama
“Sarai” (“Bersifat Ke-Putri-an”) sekarang menjadi “Sarah/Sara” (“Sang
Putri”/”Sang Ratu”) karena ia akan menjadi “ibu bangsa-bangsa; raja-raja
bangsa-bangsa akan lahir dari padanya” , dimulai dengan lahirnya Ishak
melaluinya, sebagaimana Abram juga menjadi “Abraham” (Bapa Sejumlah Besar Orang),
karena ia akan “menjadi bapa sejumlah besar bangsa” dan “engkau
akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja”,
melalui Ishak anak Sarah itu. Penegasan bahwa anak Perjanjian itu
memang harus datang melalui melalui Ishak ini dilakukan Allah untuk yang
terakhir kalinya ketika Yahweh menampakkan diri bersama dengan dua orang
malaikatNya kepada Abraham demikian: ”Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada
Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu
hari panas terik. Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri
di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya
menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah,……. Dan firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu
itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Dan Sara
mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya. Adapun Abraham dan Sara
telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid. Jadi tertawalah Sara
dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu,
sedangkan tuanku sudah tua?" Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham:
"Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak,
sedangkan aku telah tua? Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada
waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan
engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." (Kej. 18: 1-2, 10-14).
5.
Dari semua data yang ada dalan Kitab Suci ini jelaslah
bahwa “keturunan” Abraham yang dimaksud itu memang lahir dari Sara, yaitu
Ishak, dan bukan dari Hagar, yaitu Ismael Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh
sabda Allah kepada Abraham, ketika Abraham memohon kepada Allah: ”Dan Abraham
berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di
hadapan-Mu!" (Kej. 17:18).
Permohonan Abraham ini dilakukan setelah Allah memberitahu bahwa Sara akan
melahirkan anak dalam ayat-ayat sebelumnya yang telah kita kutip diatas. Dari
kacamata manusiawi dapat dimengerti bahwa Abraham menyayangi Ismael,
karena memang dia itu anaknya juga, meskipun lahir dari seorang budak. Namun
dari kacamata rencana Ilahi, dan Perjanjian Allah, pastilah tidak
demikian. Karena sebelum Ismael lahir, Perjanjian itu sudah ada dulu, dan waktu
Perjanjian dibuat Abraham memang dimaksudkan memiliki anak dengan Sarai. Hagar
tidak masuk hitungan dalam Perjanjian tadi, karena Hagar belum muncul dalam
skenario sejarah hidup Abraham. Berarti lahirnya Ismael memang bukan yang
dimaksudkan Allah dalam Perjanjian itu, meskipun ditoleransi. Allah tetap
bertahan pada PerjanjianNya, sebab Allah itu tak bersifat plin-plan, dan tidak
tunduk pada pikiran Abraham yang berubah-ubah itu. Oleh karenanya jawab
Allah atas permohonan Abraham itu tegas tanpa kompromi, yaitu: ”Tetapi Allah
berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak
laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan
perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.”
(Kej. 17:19). Dari ayat ini jelas bahwa
dengan Ishak, bukan dengan Ismael, yang lahir melalui Sara, bukan melalui
Hagar, itulah, Allah mengatakan “Aku akan mengadakan perjanjian-Ku
dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya”. Jadi anak Perjanjian
itu adalah Ishak, dan Perjanjian kekal itu adalah dengan Ishak, tetapi bukan
untuk dirinya sendiri melainkan “untuk keturunannya” (sekali lagi “zera”
= benih, dalam bentuk tunggal). Dan itulah sebabnya ditegaskan lagi oleh Allah
sendiri bahwa “yang akan disebut keturunan (“zera”) mu ialah yang berasal
dari Ishak.” (Kej.
21:12c). Penekanan kepada “keturunan” (“benih”) ini penting
sekali untuk dimengerti, karena ketika Allah menjanjikan kepada Abraham bahwa
“olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3c),
maka dengan berkembangnya waktu makin dijelaskan bahwa berkat untuk “kaum
di muka bumi” yang akan terjadi “olehmu”
yaitu “oleh”, “melalui”, dan “didalam” Abraham itu, ternyata bukan oleh Abraham
secara pribadi, namun “Oleh keturunanmu (“zera”) lah semua bangsa di bumi akan
mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku." (Kej.
22:18). Ini dikatakan oleh Allah setelah Abraham taat perintah Yahweh
(Kej. 22:3-9) untuk mengorbankan anaknya yang tunggal (Kej. 22:1-2), karena
waktu terjadinya perintah pengorbanan ini Ismael sudah tidak bersama Ishak lagi
(Kej. 21: 14-21) dan juga bahwa hanya Ishaklah anak Perjanjian
satu-satunya. Dimana dikatakan: ”Sesudah itu Abraham mengulurkan
tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi berserulah
Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: "Abraham, Abraham." Sahutnya:
"Ya, Tuhan." Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan
jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut
akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal
kepada-Ku." Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di
belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba
itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.” (Kej. 22: 10-13). Peristiwa pengorbanan Ishak ini
adalah tipologi dari pengorbanan Kristus diatas Salib. Perjanijian berkat
Allah yang kekal bagi segenap umat di bumi itu adalah Perjanjian di dalam
Kristus, yaitu Perjanjian Keselamatan. Itulah sebabnya kita makin disadarkan
betapa agungnya misteri kedatangan Kristus yang akan kita rayakan dalam masa
Natal beberapa hari lagi ke depan ini. Kita telah persiapkan diri melalui
puasa “Milad Al-Masih” ini, sehingga waktu kita merayakan Milad/Kelahiran itu
nanti, bukan pesta-pestanya atau hura-huranya yang kita ingat namun penggenapan
Perjanjian yang mengikat kita dengan Perjanjian Allah yang kekal bagi
keselamatan kita, yang digenapi melalui kedatangan Kristus ke dunia ini yang
harus menjadi renungan kita yang mendalam.
Yogyakarta, 31 Agustus 2014
Ramli SN Harahap
Pendeta
GKPA
Pascasarja
S3 UKDW Yogyakarta
HP 0812 1998
0500
harahapramly@yahoo.com
fidei-gladys
|
BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Jumat, 23 Januari 2015
BAHAN BACAAN ALKITAB (EPISTEL) Minggu, 17 Agustus 2014 : Kejadian 17:1-7
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar