Topik di Minggu ini sebaiknyalah
kita hubungkan dengan konteks dari Mat. 16:24. Firman Tuhan berkata; Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap
orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan
mengikut Aku. Kalau kita melihat konteks dari ayat ini, maka kita
dapat melihat bahwa Yesus mengatakan perkataan tersebut setelah Dia menegur
Petrus. Kalau sebelumnya Petrus menyatakan bahwa Yesus adalah Sang Mesias, Anak
Allah yang hidup, Mrk. 8: 32-33, band. Mt 16:16-19, namun di ayat
selanjutnya, rasul Petrus justru mencoba menghalangi Yesus untuk menerima
rencana Allah, yaitu untuk menerima siksaan, dibunuh dan kemudian bangkit pada
hari ke-tiga, baca kembali Mrk. 8: 31 dan lih. Luk. 16: 21-22). Di Mrk.8 ayat 32 dan 33 dikatakan bahwa Yesus menegur rasul Petrus dengan keras, karena Petrus
menempatkan pemikiran sendiri di atas apa yang dipikirkan oleh Allah.
PENJELASAN,
URAIAN DAN PEMAHAMANNYA
Penjelasan berikut dapat membantu
pemahaman setiap orang Kristen, mendalami imannya, dan bahkan setia hidup
matinya di dalam Kristus melalui:
1.Penyangkalan diri berarti mengikuti
Kristus
Setelah Yesus menegur Petrus, Dia kemudian mengatakan
bahwa setiap orang yang mau mengikuti Yesus, harus melakukan apa yang dilakukan
oleh Yesus, yaitu melaksanakan kehendak Bapa. Ini berarti seseorang harus
melakukan doa seperti yang Yesus doakan di
taman
Getsemani “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila
Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (Mt.
26:39,42,44). Ini juga berarti seseorang juga harus memikul salib, seperti yang
Yesus lakukan. Namun, menerima penderitaan ini harus dilandasi oleh kasih
kepada Allah, lih. 1Kor 13:3, dan kebenaran akan Kristus, lih. Mt 5:10-11.
2.Penyangkalan
diri berarti menempatkan kebenaran di atas segalanya
Jadi, menyangkal diri adalah
menempatkan kebenaran dan kehendak Allah lebih tinggi daripada keinginan
pribadi. Ini adalah suatu tindakan yang tidak mudah, karena kita sering
melakukan apa-apa yang kita anggap gampang dan menguntungkan kita, tanpa
mempertimbangkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh Tuhan dalam kehidupan
kita. Berapa banyak dalam kehidupan sehari-hari, kita bertanya terlebih dahulu
kepada Allah sebelum mengambil keputusan-keputusan? Penyangkalan diri
melibatkan pertobatan yang terus-menerus, karena penyangkalan diri melibatkan
kerendahan hati yang menjadi dasar dari pertobatan dan spiritualitas Katolik.
Penyangkalan diri adalah menempatkan dogma dan doktrin yang ditetapkan oleh
Gereja Katolik lebih tinggi daripada interpretasi pribadi. Kalau Gereja Katolik
mengajarkan bahwa pemakaian kontrasepsi (termasuk kondom) adalah berdosa, maka
dengan kerendahan hati kita mengikuti pengajaran ini, walaupun ini sulit.
3.Dasar dari penyangkalan diri
Penyangkalan diri yang terus-menerus
yang didasari oleh kebenaran dan kasih kepada Allah, akan semakin membuat diri
kita menjadi semakin mirip dengan Kristus. Dan penyangkalan diri ini akan
membawa kita kepada kebebasan, karena kebenaran adalah membebaskan, lih. Yoh. 8:32. Dan dengan kebebasan yang
benar ini, maka kita akan semakin mengikuti perintah Allah dengan lebih mudah
dan lebih siap, karena mengikuti perintah Allah telah menjadi karakter atau
menjadi bagian dan kebiasaan dari jiwa kita.
DASAR PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN
BERPIKIR
Dengan dasar pemahaman ini maka khotbah ini dapat kita
perluas menjadi semakin memberkati melalui beberapa hal-hal berikut:
1.Perkataan Yesus tentang diriNya sebagai
Anak Manusia yang akan menanggung segala konsekuensi hidupNya untuk tebusan
bagi umat manusia, ay. 31
a.Menanggung banyak penderitaan, ay. 31
b.Ditolak oleh tua-tua dan ahli-ahli
Taurat, ay. 31
c.Dibunuh dan bangkit sesudah hari ke-3,
ay. 31
2.Rasul Petrus sebagai penghalang untuk
tujuan apa yang dikatakan Yesus, ay. 32-33
3.Pemahaman yang benar tentang memikirkan
apa yang dipikirkan Allah, bukan apa yang dipikirkan manusia, ay. 33
4.Mengikut Yesus harus menyangkal diri,
ay. 34
5.Yesus adalah Juruselamat manusia dan
sesungguhNya keselamatan hanya ada di dalam Dia, ay. 35-37
6.Konsekuensi mengikut Yesus untuk besertaNya
dalam kemuliaan Bapa, diiringi malakat-malaikat, 38
Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan pembahasan hanya
pada hal menyangkal diri. Yesus mengatakan menyangkal diri adalah tuntutanNya
bagi setiap orang yang mau mengikuti Dia. Apa artinya menyangkal diri?
Menyangkal berarti menolak, menanggalkannya, atau menurut Lukas 14:26-27
berarti membenci (“Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya,
ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan,
bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. Barangsiapa tidak
memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.”)
APPLIKASI/ PENGENAAN
Benarkah Yesus mengajarkan suatu agama yang membenci diri
dan semua orang yang kita kasihi? Tidak! Apa yang ditekankan Yesus di dalam
Lukas 14 itu ialah bahwa kesetiaan kita kepada Allah harus mengatasi semua
keterikatan alami yang lebih rendah dari keterikatan kita kepada Allah, dan
hanya dengan mengutamakan Allah semua hubungan kita baru akan menjadi baik dan
sehat. Ini bukan perintah untuk memperlakukan diri dengan buruk, karena dalam
tuntutan ini Yesus bukan memerintahkan kita untuk meniadakan identitas diri
kita, dan menjadi “nobody” (“bukan siapa-siapa”); juga bukan perintah untuk
menghina diri atau memperlakukan diri kita sebagai orang yang tidak berharga;
karena Ia sendiri menunjukkan perhargaan yang demikian besar kepada kita
sehingga rela berkorban bagi kita.
Dalam perintah ini terkandung kebenaran paradoks mengenai
bagaimana seharusnya kita bersikap kepada diri kita sendiri. Pertama,Di balik perintah untuk menyangkal diri
terkandung maksud Allah yang positif bagi kita yaitu membawa kita ke dalam
kepenuhan kemanusiaan yang telah Ia rencanakan bagi kita. Seperti yang
diungkapkan dalam 2 Kor 3:18, Ia senantiasa membawa kita ke dalam kemuliaan
yang semakin besar (band. 2 Kor 11:2). Kedua,Namun karena di dalam diri kita, yang walaupun
telah ditebus, masih memiliki banyak keinginan daging atau sifat-sifat dosa
yang akan menghalangi maksud Allah bagi kita, bahkan dapat menghancurkan kita,
maka kita harus menghancurkan sifat-sifat buruk ini atau kita yang akan
dihancurkannya. Simson dikalahkan bukan oleh banyaknya tombak dan pedang
tentara Filistin, juga bukan tipu muslihat Delilah, ia terutama dan
pertama-tama, dikalahkan oleh nafsu dan kedagingannya sendiri, sehingga ia
menyerahkan rahasia kekuatannya kepada seorang wanita dan dihina dan disiksa
oleh orang-orang Filistin. Ketiga, Musuh terbesar setiap orang
adalah diri sendiri, yaitu segala kebodohannya, kedagingannya dan keinginannya
yang jahat. Hanya dengan menyangkal semua sisi buruk dan mengembangkan sisi
positif dalam diri kita, kita akan mencapai kepenuhan maksud Allah yang mulia
bagi kita. Karena itu, orang yang menyangkal diri adalah orang yang mengasihi
dirinya sendiri, dan orang yang tidak mau menyangkal diri justru adalah orang
yang membenci dirinya sendiri. Kekristenan tanpa penyangkalan diri bukanlah
Kekristenan versi Yesus. Itu hanya Kekristenan buatan manusia yang akan
membiarkan kita di dalam kemandegan rohani.
Lalu Apa arti menyangkal diri itu? Inti penyangkalan diri
bukanlah menolak kesenangan atau menyiksa diri seperti yang diajarkan dalam
asketisme. Perlu kita ingat selalu bahwa Kekristenan bukanlah agama yang
negatif, yang merendahkan, tetapi agama positif, yang justru mengangkat hidup
kita dalam kelimpahan dan berkat sejati dari Allah. Kerohanian sejati juga
bukan sekedar menjalankan aktivitas agama seperti berdoa puasa, berbuat amal,
dsb. Semua aktivitas agama ini pada dasarnya adalah hal yang baik, tetapi
jika kehilangan essensinya, semua kegiatan itu menjadi kemunafikan. Inilah
kegagalan dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Tanpa penyangkalan diri
yang penuh kerelaan kepada Allah sebagai Penguasa mutlak hidup kita, semua
aktivitas agama dan pengalaman rohani kita akan kehilangan maknanya. Inti dari
penyangkalan diri Kristen ialah:
Pertama,
menyangkal diri berarti menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya
kepada Allah. Manusia tidak pernah dimaksudkan sebagai makhluk otonom, yang
menjalankan hidupnya berda sarkan hikmat dan kekuatannya sendiri. Setiap orang
yang mencobanya pasti akan menemui kegagalan. Dalam kasus Adam dan Hawa kita
belajar kebenaran yang berharga ini. Sebelumnya Adam dan Hawa hidup dalam
kebergantungan mutlak kepada Allah, dan mereka berbahagia. Kemudian datanglah
cobaan dari Iblis, yang menawarkan opsi yang berlawanan dengan firman Allah.
Jika mereka tetap bergantung mutlak kepada Allah, mereka akan langsung menolak
perkataan Iblis. Namun mereka menerimanya dan mempertimbangkannya opsi/pilihan
kedua itu sebagai yang mungkin benar. Untuk berbuat demikian, mereka pasti
harus terlebih dahulu menarik komitmen mereka kepada Allah, dan mengangkat diri
sebagai penentu kebenaran antara Allah dan Iblis. Kesalahan mereka itu harus
dibayar mahal, yaitu kematian mereka.
Menyangkal diri berarti mengakui ketergantungan kita kepada
Allah, dan karena itu, kita menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya
kepada Allah. Kita mengakui bahwa hidup yang diserahkan kepada Tuhan, sebagai
pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana hidup kita dijalani
bukan saja sudah seharusnya tetapi juga akan membawa kebaikan bagi kita.
Frances Havergal mengungkapkan penyerahan diri yang total kepada Allah ini
dengan indah dalam syair lagunya: Take My Life and Let It Be Consecrated. Semua
yang ia miliki, ia baktikan kepada Tuhan: tangannya untuk melakukan kehendak
Tuhan, kakinya untuk menyebarkan Injil, suaranya untuk memuji Sang Raja
selamanya, hartanya semuanya menjadi milik Tuhan dan waktunya hanya untuk
memuliakan Tuhan. Ia memeteraikan lagu tersebut dalam kesaksian hidupnya.
Dalam kehidupanNya di bumi, Kristus memberikan teladan yang
indah bagi kita. Seluruh hidupNya adalah suatu penyerahan penuh untuk melakukan
kehendak Bapa, dan puncaknya ialah ketika bergumul di taman Getsemani, Ia
dengan konsisten menyerahkan diriNya untuk melakukan kehendak Allah sampai
tuntas. Doa ‘Bapa Kami’ yang kita selalu kita ucapkan sebenarnya merupakan
ungkapan kerinduan terbesar dari setiap pengikut Kristus; yaitu nama Allah,
kerajaan Allah dan kehendak Allah sebagai concern terbesar hidup kita,
dan bukan ambisi dan kehendak kita. Dalam buku kecil ‘Hatiku Rumah Kristus,’
Robert Boyd Munger mengungkapkan dengan indah bagaimana suatu kehidupan yang
diserahkan sepenuhnya kepada Kristus sebagai penguasa hidup kita adalah cara
terbaik untuk menjalani kehidupan Kristen. Ibu Teresa pernah mengatakan bahwa
dirinya hanyalah pensil sederhana yang diserahkan ke dalam tangan Tuhan untuk
Ia pakai sesukaNya untuk maksud Allah.
Kedua,
menyangkal diri berarti pertempuran seumur hidup menaklukkan dosa dalam diri
kita. Mau tidak mau, harus kita akui bahwa ada banyak sifat buruk di dalam
diri kita. Untuk lepas dari keinginan dosa (indwelling sin) yang melekat
dalam dirinya sampai inilah rasul Paulus bergumul sampai ia mendapatkan
kemenangan rohani dalam diri Allah Tritunggal (Rom 7:13-8:17). Buku kecil Hati
Manusia mengungkapkan bahwa di dalam hati setiap orang ada banyak
sifat-sifat dosa yang mau menguasai kita. Penulis menggunakan berbagai macam
binatang untuk melukiskan bermacam-macam dosa kita: burung merak (kesombongan),
kambing (keras kepala), babi (hawa nafsu), kura-kura (kemalasan), harimau
(amarah), ular (kelicikan) dan serigala (pencuri), dengan otaknya si Iblis.
Kita harus menaklukkannya atau kita akan ditaklukkannya.
Dalam novel The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde diceritakan
seorang dokter yang begitu baik, namun membiarkan sisi buruk kehidupannya
secara bebas melampiaskan segala kesenangan daging, sampai akhirnya sisi
buruknya itu menelan sisi baiknya, dan akhirnya menghancurkan hidupnya.
Demikianlah, dosa yang dibiarkan bertumbuh dan berkembang di dalam diri kita,
akhirnya akan menjadi kekuatan destruktif yang akan menghancurkan kita. Banyak
kebiasaan buruk yang telah kita biarkan berurat akar di dalam diri kita, begitu
sulit untuk kita atasi, sehingga kalau bukan anugerah Allah, hampir mustahil
kita dapat terbebas darinya. Pentingnya penyangkalan atau penguasaan diri
adalah hal yang dimengerti semua orang. Dalam buku Emotional Inteligence
diceritakan eksperimen yang dilakukan pada sekelompok anak-anak sekolah. Dalam
satu kelas, si guru membagikan kue mashmallow kepada setiap anak, tetapi
mereka diminta untuk menunggu sampai guru kembali baru boleh dimakan. Siapa
yang menuruti akan diberi kue ekstra. Lalu selam beberapa menit guru
meninggalkan mereka. Dan segala tingkah laku anak-anak itu diawasi dan dicatat
melalui kamera tersembunyi. Ada anak tidak dapat menahan, dan ada juga yang
bisa menahannya. Riwayat anak-anak itu dicatat sampai mereka dewasa. Dan
ditemukan penguasaan diri mereka itu berkorelasi dengan masa depan mereka.
Mereka yang belajar menunda kesenangan ternyata lebih berhasil dalam studi dan
karir.
Dalam Gal 5:19-21 Paulus memperingatkan kita bahwa orang
yang menuruti keinginan daging tidak layak mendapat bagian di dalam Kerajaan
Allah. Tidak seorangpun dari kita yang bebas dari dosa; karena itu, jangan ada
orang yang menyombongkan diri. Biarlah setiap kita yang jatuh dalam berbagai
macam dosa ini, berusaha untuk bangkit kembali dengan pertolongan Tuhan.
Biarlah kita menyalibkan tubuh dosa kita sehingga dosa kehilangan kuasaNya di
dalam diri kita. Inilah pengalaman rasul Paulus: “Aku telah disalibkan dengan
Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diriNya untuk aku.“ (Gal 2:19-20)
Ketiga,
menyangkal diri berarti meneguhkan maksud Allah yang mulia dalam diri kita.
Penyangkalan diri bertujuan memulihkan gambar Allah dalam diri kita, supaya
maksud Allah yang mulia terwujud di dalam diri kita. Karena itu, penyangkalan
diri harus selalu disertai usaha pengembangan diri seperti yang dikehendaki
Allah, yaitu bertumbuh dalam keserupaan Kristus, memiliki karakter ilahi, atau
buah-buah Roh Kudus. Tanpa disertai sisi positif ini, maka penyangkalan diri
akan menjadi sekedar tindakan agama yang negatif dan membebani, bukannya
menimbulkan sukacita. Ingat, kekristenan bukan agama negatif, tetapi positif
dan konstruktif. Jika telah belajar untuk menyangkal diri kita akan terbebas
dari penjara egoisme yang membuat kita demikian terobsesi oleh diri sendiri (narciscus),
inilah sebabnya orang tega-teganya memperalat dan mengorbankan orang lain demi
kepentingan sendiri. Hanya setelah belajar untuk menyangkal diri, kita mampu
melakukan kebaikan sejati kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. Selama
belum menyangkal diri, bahkan ketika berbuat baik sekalipun, semua itu kita
lakukan demi dirinya. Kita hanya berbuat baik kepada yang baik kepada kita,
kepada orang yang kita sukai, kepada orang yang akan memberikan keuntungan kepada
kita, atau yang suatu hari dapat menolong kita. Bahkan berbuat amal pun itu
untuk mengumpulkan amal bagi kita, atau melaukan kebajikan yang sangat mulia,
karena itu memberikan kesenangan rohani kita. Demikian juga, hanya setelah
belajar untuk menyangkal diri kita baru dimampukan untuk mengampuni orang yang
bersalah kepada kita.
KONKLUSI
Penyangkalan diri memampukan kita untuk mengakui diri kita
hanya penatalayan Tuhan dan segala sesuatu yang ada pada diri kita: talenta,
kepandaian, kekayaan, waktu, kesempatan, kelancaran, kesehatan, dsb adalah
karunia dari Tuhan. Dan semua itu bukan untuk dipakai bagi kepentingan kita
sendiri, apalagi untuk diboroskan atau untuk tujuan yang berdosa, sebaliknya
kita akan memakai semua itu dengan rendah hati, disiplin dan dengan penuh
tanggung jawab sesuai dengan maksud dan ketetapan Allah. Penyangkalan diri juga
membuat orang Kristen percaya bahwa berkat sejati berasal dari Tuhan. Karena
itu, ia tidak akan secara tamak memakai cara-cara licik dan mencelakakan orang
lain untuk mendapatkan keuntungan. Kita tidak akan iri karena orang lain
mendapatkan keuntungan lebih besar, karena tahu ia tidak berhak mengatur
bagaimana Tuhan memberi anugerahNya. Selain itu ia tahu, bahwa tanpa penyertaan
Tuhan, semua keuntungan duniawi dapat menjadi kutuk baginya. Penyangkalan diri
akan memampukan kita untuk bersyukur dan berbahagia dalam segala keadaan.
Karena tahu bahwa Tuhan senantiasa memelihara kita menurut caraNya yang Ia
pandang terbaik untuk kita, bukan maunya kita. Penyangkalan diri menjadikan
orang tak terikat pada dunia sehingga ketika segalanya diambil kembali oleh
Tuhan, walaupun ia dapat merasa susah, tetapi tidak akan tenggelam dalam
keputusasaan.
Musuh setiap orang ialah dirinya sendiri: keegoisannya, hawa
nafsu dan keinginan daging di dalam dirinya; bukanlah situasi luar seperti
kurang pintar, kaya, kurang tampan atau kurang cantik, kurang mendapat
kesempatan, dan sebagainya. Anak Tuhan harus berjuang menaklukkan dosa sehingga
rencana Tuhan yang indah dapat terwujud dalam dirinya. Kemenangan pribadi atas
atas diri sendiri inilah rahasia kemenangan rohani yang memberikan kesuksesan
di bidang lain. Sebaliknya kegagalan untuk menaklukkan sifat-sifat buruk dalam
diri kita secara pasti menghambat kemajuan yang diharapkan Tuhan dari kita.
Kiranya Tuhan menolong kita menjadi muridNya yang sejati.
Akhirnya, seseorang yang menyangkal
dirinya, bersama dengan pemazmur, akan menyanyikan “Biarlah aku hidup
menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya.” Mzm
119:35.Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar