Jumat, 23 Januari 2015

KHOTBAH Minggu, 1 Maret 2015: Markus 8:31-38

widgeo.net
Minggu,  1 Maret 2015
Minggu Passion III - Reminiscere

Khotbah: Markus 8:31-38                                               Bacaan: Kejadian 17:1-7

MENYANGKAL DIRI DAN MEMIKUL SALIB

 

1.      Untuk menjadi pengikut Yesus membutuhkan pengorbanan. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dan dijalani. Tahapan itu adalah menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus. Ketiga tahapan ini merupakan syarat mutlak bagi setiap orang yang telah memutuskan jalan hidupnya untuk beriman kepada Yesus. Menerima Yesus adalah gampang dan mudah, tetapi memeliharan dan mempertahankan menjadi mengikut Yesus adalah perkara yang sulit. Menerima Yesus adalah murah sekali tetapi mengikut Yesus harus dibayar mahal. Karena itu, dalam khotbah hari ini kita akan membahas secara mendalam apa yang dimaksud dengan mengikut Yesus dan menjadi murid Yesus. Apa tanggung jawab dan konsekuensi yang harus kita terima sebagai pengikut Yesus.
2.      Menjadi Murid Kristus artinya, mengikuti Dia. Ketika Kristus memanggil para murid-Nya, Ia mengucapkan kata-kata perintah, "Ikutlah Aku" (Matius 4:19 ; 8:22; 9:9; 19:21; Markus 1:17; 2:14; 10:21; Lukas 5:27; 9:59; 18:22; Yohanes 1:43; 21:19; 21:22). Murid Kristus yang sejati adalah seorang yang mengikut Dia di dalam menjalankan tugas, dan akan terus mengikut Dia sampai mencapai kemuliaan-Nya. Orang itu harus mengikut Dia, bukan mengatur-atur Dia melakukan ini dan itu, seperti yang diperbuat Petrus yang lupa daratan. Seorang murid Kristus akan mengikut Dia, seperti domba mengikut gembalanya, seperti pelayan yang mengikut tuannya, prajurit yang mengikut komandannya. Ia adalah orang yang menuju kepada tujuan akhir yang sama dengan yang dituju Kristus, yaitu kemuliaan Allah dan kemuliaan sorga. Ia seorang yang berjalan di jalan yang sama yang dilalui Kristus, dipimpin oleh Roh-Nya, mengikuti Jejak langkah-Nya, tunduk kepada perintah-perintah-Nya. dan mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi (Why. 14:4).
3.      Menjadi murid Yesus tentunya punya aturan dan persyaratan. Apakah syarat-syarat mengikut Yesus?
Pertama,  ia harus menyangkal dirinya. Sebelumnya Petrus menasihati Kristus untuk menyayangkan diri-Nya sendiri (Mat. 16 :22), dan dia mungkin akan memberi nasihat yang sama untuk kasus yang serupa. Namun, Kristus memberi tahu mereka semua. bahwa mereka harus sangat jauh dari menyayangkan diri mereka sendiri, dan malah sebaliknya, harus menyangkat diri sendiri. Dalam hal ini mereka harus mengikut Kristus, karena kelahiran-Nya, kehidupan-Nya, dan kematian-Nya, semua merupakan tindakan penyangkalan diri yang tiada henti-hentinya. Penyangkalan diri memang merupakan pelajaran yang sulit dan keras, dan bertentangan dengan watak daging dan darah. Namun, tindakan ini tidak lebih dari apa yang telah dipelajari dan dikerjakan oleh Guru kita di hadapan kita dan untuk kita, keduanya untuk penebusan kita dan sebagai petunjuk bagi kita. Lagi pula seorang hamba tidak tebih dari tuannya. Perhatikanlah, semua murid dan pengikut Yesus Kristus harus menyangkal diri mereka sendiri. Menyangkal diri artinya mengalahkan keinginan kita sendiri. Barangkali tidak semua orang tidak memiliki harta benda atau kekayaan.  Tetapi setiap orang pasti memiliki dirinya atau kehendak sendiri. Setiap orang bebas untuk memilih cara hidupnya dan biasanya diri sendiri itulah yang dijadikan pusat perhatian hidupnya (segala sesuatu untuk saya)! Menyangkal diri berarti pusat perhatian itu harus  berubah. Bukan diri sendiri lagi yang menjadi satu-satunya pusat perhatian. Menyangkal diri berarti dengan sukarela melepaskan milik peribadi yang paling berharga yaitu keinginan dan kehendak pribadi dan menempat-kannya berada di bawah kehendak Allah.  Jika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh  maka  bukan kehendak kita lagi yang berkuasa atas diri kita melainkan kehendak Kristus. Hal ini juga sejajar dengan apa yang dikatakan Rasul Paulus dalam Galatia 2:20, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku...”

Kedua, ia harus memikul salibnya. Yang dimaksudkan dengan salib di sini adalah seluruh penderitaan kita, baik yang kita derita sebagai manusia maupun sebagai orang Kristen, meliputi segala kemalangan karena ketentuan ilahi, penganiayaan oleh karena kebenaran, setiap masalah yang menimpa kita, baik karena berbuat baik ataupun karena tidak melakukan sesuatu yang jahat. Segala kesukaran yang kita derita sebagai orang Kristen sangat cocok disebut salib-salib, karena mengingatkan kita akan kematian di atas kayu salib, yang dialami Kristus karena ketaatan-Nya. Salib-Nya itu seharusnya membuat kita bersedia menerima segala kesukaran kita dan tidak usah takut kepadanya. Salib-Nya itu seharusnya membuat kita sadar bahwa sama dengan Dia, kita juga harus menanggung kesukaran, karena Dia juga telah menanggungnya sebelumnya bagi kita.

Salib siapa yang harus kita pikul? Banyak orang mengira itu adalah salib Kristus. Dikatakan, “Barangsiapa mau mengikut Aku, ia harus memikul salibnya”. Salib yang perlu kita pikul bukanlah salib Kristus, melainkan salib kita sendiri. Mengapa Tuhan Yesus menyuruh kita memikul salib kita masing-masing? Apa maksudnya? Salib adalah lambang penderitaan. Tidak sedikit orang Kristen berpendapat bahwa memikul salib berarti menerima dengan ikhlas penderitaan yang menjadi nasib mereka dan tidak berusaha atau berjuang untuk mengatasinya (nrimo). Namun bukan ini yang dimaksud Tuhan Yesus dan penulis Injil  Markus mengenai hal memikul salib. Ketika Yesus berseru kepada para pendengarnya agar mereka memikul salib,Tuhan Yesus sebenarnya berbicara mengenai komitmen memikul salib yang berlangsung seumur hidup.  Biarpun pilihan itu harus mereka bayarkan dengan penderitaan, penghinaan, bahkan dengan kematian sekalipun. Mereka  siap menanggung segala resiko sebagai keputusan untuk mengikut Tuhan Yesus.  Orang yang telah memilih untuk mengikut Yesus dengan sepenuh hati dalam hidupnya, sadar bahwa hidupnya pasti akan menghadapi banyak penderitaan, seperti hidup Tuhan Yesus. Memang tidak ada orang yang menghendaki penderitaan. Kita juga tidak perlu mencari-cari penderitaan. Penderitaan itu ada sebagai bagian dari hidup manusia. Tetapi sebagai pengikut Tuhan Yesus, bukan penderitaan itulah yang harus diperhatikan dan menjadi fokus dalam hidup kita.

Saya ambil contoh sederhana, misalnya orang yang sedang jatuh cinta. Orang itu rela berkorban dan melakukan apapun demi sang kekasih. Biasanya,  ketika masih sedang pacaran, kalau kaki kekasih terantuk batu saja, wah repotnya bukan main dan penuh perhatian,  “Sakit nggak kakinya?” Barangkali kalau disuruh ngurut atau memijat kaki sang kekasih pun mau. Tapi kalau sudah menikah, jadi suami istri, maka biasanya bukan perhatian yang diberikan melainkan omelan. “Eh, mata elu di mana sih? Jalan aja terantuk batu”. Biasanya, kalau sedang pacaran, menunggu kekasih berjam-jam tidak apa-apa- tidak terasa karena kita melakukan untuk orang yang kita kasihi. Tetapi kalau sudah menikah disuruh nunggu 15 menit saja sudah ribut, “Lama amat sih?”Saudara-saudara, sebagai pengikut Yesus memang kita harus menderita tetapi penderitaan itu menjadi tidak terasa bagi kita karena yang  menjadi pusat perhatian hidup kita satu saja, yakni Tuhan Yesus yang kita kasihi. Kita rela menderita demi Kristus yang kita kasihi. Penyakit, musibah, persoalan rumah tangga dan persoalan lain memang kurang menyenangkan. Tetapi kita tidak dapat menghindar dari bagian-bagian yang kurang menyenangkan itu. Kita tidak boleh hanya mau bagian yang enaknya saja. Pokoknya saya ingin menjadi orang Kristen supaya semuanya berjalan dengan mulus dan lancar.Saudara-saudara,  bagian-bagian yang tidak enak dalam kehidupan ini pun harus kita pikul. Itu adalah salib kita. Sebagai orang Kristen kita tidak menerima penderitaan sebagai nasib atau takdir. Sekali lagi bukan berarti kita harus hidup menderita terus, bukan! Tetapi kita memanfaatkan penderitaan itu sebagai pelajaran untuk menumbuhkan dan mendewasakan ketaatan, ketergantungan dan iman  kita kepada Tuhan. Penderitaan adalah obat mujarab agar dekat dengan Tuhan.

Ketiga, ia harus mengikut Yesus. Syarat ketiga yang Yesus katakan, “Setiap orang yang mau mengikut Aku...Ia harus mengikut Aku”. Seorang pengikut Yesus senantiasa sadar bahwa tempatnya adalah di belakang Yesus. Dalam budaya Timur Tengah di jaman itu, seorang murid secara hurfiah memang akan berada di belakang gurunya. Baik pada saat berjalan kaki maupun pada saat menunggang keledai. Sungguh tidak sopan bagi murid untuk berjalan di depan atau di samping gurunya. Tetapi ajakan Tuhan Yesus untuk berjalan di belakangnya tentu bukan dalam arti hurufiah. Dalam pemikiran umat Israel di jaman Perjanjian Lama, mengikuti seseorang atau berjalan di belakang seseorang mengandung arti mengiringi, mentaati, mencintai, menyerahkan diri dan mengabdikan diri. Namun pada kenyataannya, sebagai murid Tuhan Yesus kita sering lupa akan hal ini. Karena kesuksesan dalam usaha atau keberhasilan dalam karier, kita menjadi lupa  diri akan keberadaan kita sebagai pengikut Kristus dan menjadi sombong. Seolah-olah kita tidak lagi membutuhkan Kristus dalam hidup kita. Kita yang punya kuasa ,bukan Tuhan. Kalau perlu, Tuhan yang kita atur untuk mengikuti kehendak kita. Kita di depan dan Tuhan di belakang.Saudara-saudara, mengikut Yesus di sini berarti Tuhan Yesus mengajak kita untuk berjalan di belakang-Nya dan mengikuti Dia. Mengikut Yesus berarti menyerahkan hidup kita kepada Dia dengan segala konsekuensinya. Oleh sebab itu, diperlukan iman untuk mengikut Tuhan Yesus. Bukan sekedar percaya (To Believe) tetapi mempercayakan diri (To Trust). Kita percaya bahwa Tuhan Yesus dapat menolong tetapi belum tentu kita mau menyerahkan diri untuk ditolong. 

Ada kisah tentang seorang atheis. Satu kali, ia pergi naik gunung. Namun di tengah perjalanan, ia terperosok hanpir jatuh ke jurang. Untung,  ia masih bisa bergantung pada potongan dahan pohon. Tapi ia tidak berdaya dan tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan diri nya. Dalam ketidakberdayaannya, ia berseru, “Tuhan kalau Engkau ada, tolong aku.” Tapi sunyi tidak ada jawaban apa-apa. Ia ulangi lagi, “Tuhan kalau engkau ada, tolong aku. “kali ini aku sungguh berjanji mau percaya pada-Mu”. Tiba-tiba ada jawaban, Apa benar-benar, engkau percaya kepada-Ku? Benar Tuhan tapi tolong aku segera”. “Kalau engkau percaya aku, lepaskan peganganmu.” “Ah Tuhan yang benar aja, masa aku mesti lepaskan peganganku.” ” Engkau percaya padaKu tidak?, lepaskan peganganmu” Beriman kepada Tuhan harus disertai dengan perbuatan.

Itulah ketiga syarat yang diminta Tuhan Yesus kepada setiap orang yang mau mengikut Dia. Bagaimanakah dengan kehidupan kita sebagai pengikut Kristus? Di tengah arus jaman yang mengutamakan kepentingan pribadi dan kesuksesan dan kemak-muran? Apakah kita masih setia menempuh jalan salib seperti yang dilakukan Tuhan Yesus?Saudara-saudara , marilah kita merenung sejenak dan bertanya kepada diri kita masing-masing. Apakah selama ini kita sungguh-sungguh dan komitmen dalam hal  pengikut  Kristus? Memberi diri untuk dipimpin oleh-Nya? Atau barangkali, kita mau berjalan sendiri di depan dan berharap Tuhan mengikuti kita?  Kiranya Firman Tuhan ini boleh menguatkan dan menumbuhkan iman percaya kita kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memberkati kita semua

4.      Pertanyaan selanjutnya yang timbul dalam benak kita adalah mengapakah kita harus menyangkal diri dan memikul salib? Ada beberapa alasan mengapa kita harus menyangkal diri dalam rangka mengikut Yesus. Pertama, karena menyangkal diri dan memikul salib, berarti kehilangan nyawa di muka bumi ini, adalah layak dilakukan sebagai konsekuensi pengikut Kristus. Inilah yang hendak Markus jelaskan melalui paradoks kalimat dalam ayat 35 yang sebenarnya, sangat sulit untuk dipaparkan. Dalam ayat 35 Markus hendak menjelaskan bahwa mereka yang mengaku hendak mengikut Yesus jelas akan menapak jalan penderitaan-Nya. Ini adalah konsekuensi yang layak, karena sesungguhnya hanya di dalam Dia terdapat hidup yang sebenarnya. Tetapi, bagi mereka yang menolak untuk menderita, maka mereka bukanlah pengikut Yesus yang sejati. Siapa yang menolak ajakan Yesus berarti “mau menyelamatkan nyawanya” dan konsekuensinya adalah jelas, “kehilangan nyawanya”. Mereka yang enggan menyangkal diri dan memikul salib, tidak benar-benar serius untuk menjadi murid Kristus, dan demikian tidak turut bergabung dalam damai yang sejati dalam Dia. Kepada mereka yang mungkin menolak ajakan-Nya, dalam ayat 36 Yesus berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya? Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” Seolah-olah di sini sedang ditunjukkan sebuah kontras, bahwa kenyamanan dan kemanan hidup di dunia ini (yang diraih dengan menolak mengikut Kristus) tidaklah berarti! Dengan demikian, pengikut Kristus tidak perlu takut menderita, menyangkal diri dan memikul salib, karena kehilangan hidup di bumi ini adalah layak dialami. Bukankah Ia juga tidak mendapatkan kenyamanan dan kehidupan semasa di muka bumi ini? Kedua, Disini dapat kita lihat, menyangkal diri dan memikul salib menyebabkan kita layak untuk bersama-sama dengan Dia di dalam Kerajaan-Nya (meneruskan kontras dalam ayat 35 dengan ayat 38) Ingatlah bahwa gambaran salib pada mulanya adalah tanda dari sesuatu yang memalukan, gambaran dari penghinaan dan caci-maki. Maka dari itu, mereka yang enggan memikul salib adalah mereka yang  “malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini.” Mereka yang enggan menderita adalah mereka yang akan tidak layak untuk bersama dengan Dia nanti, ketika “Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.” Karena mereka yang menolak untuk menderita dengan Dia itu berarti menolak untuk dipermalukan, dan dengan demikian tidak layak untuk bersama-sama dengan Anak Manusia yang sudah dipermalukan dan menapak jalan kehinaan. Maka dari itu, ingatlah, bahwa jika kita sebagai pengikut Kristus menderita karena Dia di bumi, itu akan membuat kita pantas untuk bersama-sama dengan Dia, ketika “langit dan bumi yang baru” itu tiba!
5.      Akhirnya, dalam usaha untuk mengerti makna salib yang sejati, kita dapat mengerti arti salib yang adalah tanda itu. Salib, yang ada di mana-mana, adalah tanda pengikut Kristus. Dan, makna salib yang sesungguhnya lebih dari sekedar untuk bergaya. Pengikut Kristus diminta untuk memikulnya. Memikul salib berarti menyangkal diri. Memikul salib berarti mengalami penderitaan. Memikul salib berarti dipermalukan oleh dunia. Memikul salib berarti menapak jalan kematian ragawi. Semuanya sama, dengan apa yang telah dijalani Yesus pada abad pertama.  Lalu, bagaimana pembaca masa kini mendengarkan ajakan Yesus, dan merelasikan pengertian akan arti salib itu dalam kehidupan sehari-hari? Kepada mereka yang memakai salib di hari-hari dan kehidupannya, Markus menyerukan suara yang sama, suara yang lantang dan tegas, suara yang menantang kita untuk memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Dia! Bergabung dalam jalan penderitaan-Nya! Dengan demikian, apakah penderitaan kita? Apakah salib kita? Apa yang membuat kita malu? Segenap orang Kristen, para murid-murid Kristus dipanggil untuk mengikut Dia. Ikut Yesus berarti mengambil jalan yang berbeda dengan dunia. Itu berarti, ketika kita berada di pekerjaan, kita melaksanakannya dengan cara, tindakan, tujuan dan motivasi sesuai dengan nilai-nilai etika kerajaan Allah, bukan nilai kerajaan dunia. Itu berarti, ketika kita berada di lingkungan akademis –kampus mau pun sekolah, PMK atau pun PSK- kita menjalaninya juga dengan jalan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemuridan Kerajaan Allah. Nilai-nilai yang bersendikan kejujuran, kasih, keadilan, kemanusiaan, egaliterian, dan perdamaian. Kita berani memerjuangkan tindakan perlawanan terhadap sikap hidup yang menghasilkan ketidakadilan, intoleransi, korupsi dan kebobrokan moral. Kita berani menantang rezim-rezim korup yang tidak manusiawi, eksploitasi alam demi kepentingan politik dan ekonomis. Inti dari jalan penderitaan di masa kini adalah kita berani melangkah dalam jalan atau gaya hidup yang berbeda dengan dunia. Dan jika bagi dunia, nilai-nilai kerajaan Allah yang kita junjung itu adalah kebodohan, membuat kita terhina, menderita dan bahkan teraniaya secara fisik, mental dan psikologis, itu adalah layak untuk kita pikul dan alami. Salib adalah tanda, identitas pengikut Kristus yang mengambil bagian dalam jalan penderitaan-Nya, mengubahkan hidup dan mendobrak konteks dunia. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu. (Mat.5:10-12).



Yogyakarta, 31 Agustus 2014





                                                                                   
Ramli SN Harahap
Pendeta GKPA
Pascasarja S3 UKDW Yogyakarta
HP 0812 1998 0500
harahapramly@yahoo.com
                                                                                                                        fidei-gladys

Tidak ada komentar:

Posting Komentar