KEHARMONISAN KEHIDUPAN KELUARGA LANSIA
(Kolose 3 : 18 – 19)
Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.
Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia
Kehidupan keluarga yang selaras atau harmonis merupakan dambaan setiap orang. Kehidupan yang harmonis hanya dapat dicapai apabila individu yang bersangkutan dapat menciptakannya sendiri. Orang lain atau lingkungan sekitarnya sifatnya hanya mengiringi kehidupan orang tersebut. Orang yang kehidupannya harmonis berarti mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara normatif, selaras dan seimbang. Hal itu berarti bahwa individu tersebut tidak menunjukkan perilaku-perilaku yang berlebihan sehingga menimbulkan benturan terhadap sesama. Disamping itu ia juga tidak menunjukkan perilaku yang kurang sehingga merepotkan orang lain.
Keharmonisan kehidupan seseorang bersumber dari proses perkembangan dan pendidikan yang diperoleh dan dialami oleh setiap orang. Karena itu masa lalu seseorang akan mewarnai kehidupan masa tuanya, walaupun tidak mustahil jika ada seseorang yang di masa mudanya dikenal sebagai orang berhasil namun di masa tuanya justru menderita dan terlantar atau bahkan menjadi bahan pergunjingan di masyarakat. Itulah kehidupan manusia yang serba anomali dan tidak dapat digeneralisasikan satu sama lain.
Salah satu gambaran singkat tentang ketidakharmonisan kehidupan keluarga yang menimpa seorang lansia yang berhasil dalam karier namun mengalami penderitaan dalam mempertahankan kehidupan dengan keluarganya dapat terlihat dari cerita pengalaman seseorang yang bernama Pak Malang, seorang professional. Ceritanya adalah sebagai berikut:
Ceritanya dimulai dari keberhasilan Pak Malang dalam membesarkan dua orang anaknya. Keduanya telah berhasil menjadi dokter dengan karir yang bagus, hidup mapan dan bahagia dengan anak-anak mereka. Pak Malang sendiri memiliki Kantor konsultan dalam bidang bisnis yang berhasil di Ibu Kota Jakarta serta memiliki karyawan sekitar 20 orang. Namun sudah 20(dua puluh) tahun yang lalu hubungan dengan istrinya sangat tidak harmonis. Setiap kali pulang ke rumah dia tidak disambut dengan sapaan manis atau pun disediakan makanan maupun kebutuhan lainnya, sebaliknya ia lebih banyak mendapat omelan dan caci maki yang tidak ia tahu apa sebab dan ujung pangkalnya. Mula-mula cacian dan omelan istri seringkali ditanggapi olehnya yang berakibat bahwa istrinya justru lebih menjadi-jadi, bahkan akhirnya masuk kamarnya sendiripun Pak Malang tidak dibolehkan. Keadaan itu memaksa Pak Malang lebih banyak tinggal di kantornya sampai larut malam. Namun karena Pak Malang merasa sebagai kepala keluarga dan memiliki rumah, ia tetap pulang walaupun larut malam. Di samping itu ia juga berusaha menjaga wibawa dirinya di depan karyawan. Ia tidak mau ketahuan anak buahnya bahwa ia tidak pulang ke rumah dan tidur di kantornya. Karena keadaan di rumahnya yang semakin tidak mengenakkan tersebut, akhirnya Pak Malang membuat kamar sendiri di rumahnya dengan pintu gerbang sendiri agar tidak berkomunikasi dengan istri. Baginya hal terpenting adalah tetap tinggal di rumahnya dan pekerjaan berjalan dengan lancar. Satu hal yang lebih menyedihkan lagi adalah jika hari Natal tiba. Pada saat itu anak dan cucu-cucunya datang berkunjung. Permasalahannya adalah kalau ketemu Ayahnya duluan, maka Ibunya marah-marah, sebaliknya jika datang ke Ibunya duluan, maka semua anak dan cucunya cenderung menyalahkan sang ayah atas keadaan yang terjadi. Pak Malang sangat gundah dan selalu bertanya mengapa ini terjadi, pada hal diri Pak Malang sejak awal merasa sudah berusaha agar hal itu tidak terjadi, dan iapun membuktikannya dengan tetap tinggal di rumah, walaupun rumah bagaikan neraka bagi dirinya. Disamping itu ia juga tidak berusaha untuk menikah lagi demi menjaga kehormatan keluarga. Di masa tuanya, Pak Malang tidak pernah lagi dapat menikmati kehidupan suami istri sebagai sebuah keluarga. Segala kebutuhan hidup dipenuhi sendiri tanpa berkomunikasi dengan istri, bahkan kamar tidurpun tidak ada hubungan dengan rumah asli.
Keadaan yang menimpa Pak Malang dan istrinya sungguh merupakan suatu hal yang sangat tidak menyenangkan bahkan mungkin bisa disebut tragedi. Namun demikian situasi ini tidak bisa diingkari, karena memang benar-benar terjadi dan mungkin masih banyak pasangan lansia lainnya yang mengalami masalah yang kurang lebih sama seperti itu.
Perubahan Perilaku
Pengalaman Pak Malang di atas mungkin disebabkan oleh banyak hal dan tak tertutup kemungkinan bahwa masalah yang dihadapinya merupakan akibat dari perubahan perilaku ketika seseorang memasuki masa lansia. Perlu diingat bahwa ketika seseorang memasuki masa lansia maka banyak perilaku-perilaku yang berubah, perubahan itu ada yang positif namun ada yang negatif. Perubahan perilaku yang kearah positif, misalnya hidupnya lebih teratur, lebih rajin, tidak banyak menyulitkan orang lain termasuk suami/istri, lebih sabar, lebih arif dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan (rajin ibadah). Keadaan inilah yang akan mempererat hubungan dalam kehidupan suami-istri pada lansia. Sedangkan perilaku yang negatif, misalnya hidupnya makin tidak teratur, keinginannya berubah-ubah, lebih malas, tidak sabaran, emosional, kadang-kadang ada yang menjadi jorok baik dalam perilaku maupun dalam bicara dan ada yang nafsu makannya menjadi luar biasa, sehingga menjadi sangat serakah atau memalukan.
Perubahan perilaku kearah negatif justru akan mengancam keharmonisan dalam kehidupan lansia atau bahkan sering menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupan rumah tangga, misalnya suami-istri tidak akur lagi; istri masak sendiri, suami masak sendiri, mengurus hidup sendiri-sendiri meskipun masih tinggal dalam satu rumah. Jika terjadi kondisi semacam ini sebenarnya peran orang lain, misalnya salah satu anaknya atau sanak familinya yang dapat menyatukan kembali kehidupan lansia agar tidak menjadi pecah, sangat diperlukan. Dalam masyarakat kita peran anak sangatlah penting bagi lansia karena merupakan perekat dalam keluarga. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Rudi Salan Dkk (1995) bahwa kematian anak atau orang tua menjadi stressor (tekanan) psikososial rangking kedua dan stressor pertama adalah kehilangan pasangan hidup. Sayangnya di dalam kenyataan tidak semua anak atau sanak famili dapat memberikan perhatian yang cukup agar orang tuanya yang sudah lansia tetap hidup rukun. Hal ini bisa disebabkan karena kesibukan anak-anaknya dengan keluarga mereka masing-masing, karena jarak yang jauh atau masalah-masalah lain.
Bagaimana Menjaga Keharmonisan Kehidupan Keluarga Lansia
Untuk menjaga agar kehidupan lansia tetap harmonis perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
· Sebelum masuk usia lansia hubungan interpesonal suami istri tetap terjaga, sehingga keharmonisan dalam berkomunikasi tetap hangat dan dekat
· Hindarkan perpisahan-perpisahan fisik terlalu lama (misal nengok cucu atau cicit berbulan-bulan)
· Hindarkan salah komunikasi dan salah pengertian karena hal itu akan memancing emosi kedua belah pihak
· Binalah hubungan yang hangat dan dekat (bangun “holong” [cinta] = selalu memperbaharui rasa cinta), karena satu sama lain saling membutuhkan dan menguntungkan
· Memperhatikan tradisi dan budaya itu baik, namun jangan terpaku pada tradisi dan budaya yang kadang-kadang menimbulkan konflik yang sulit diatasi bagi seseorang
· Hindarkan hal-hal yang menimbulkan kemarahan istri atau suami, karena hal itu hanya akan memperburuk hubungan satu sama lain
· Biasakan hidup teratur dan tidak berlebihan, sehingga Kegiatan Hidup Sehari-hari (Activity of Daily Living - ADL) tetap berjalan dengan normal dan tetap memanfaatkan mass-media (TV, koran, majalah, internet) agar tetap memiliki wawasan baru dan luas
· Rajin beribadah (seperti ibadah Minggu, PA Lansia, Ibadah Wilayah, dll), serta hobby, dan kegiatan sosial jangan ditinggalkan tetapi bila mungkin justru perlu ditingkatkan
Sungguh masih banyak lagi cara agar keharmonisan kehidupan keluarga lansia ini dapat tercapai. Namun setidaknya apabila dari butir-butir penting di atas dapat dijalankan, walaupun tidak seluruhnya, keharmonisan kehidupan lansia kiranya dapat dipertahankan, sehingga suami-istri lansia yang sesungguhnya saling membutuhkan dapat tercapai. Semoga bermanfaat.
Jakarta, 22 Juni 2007
Ramli SN Harahap fidei’o7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar