”rendahkanlah dirimu”
(Yehezkiel 17:22-24)
Inilah Minggu Adven yang terakhir bagi kita. Berarti persiapan kita untuk menyambut hari datangnya Kristus kali kedua sudah matang dan benar-benar siap. Seperti biasanya minggu-minggu Adven adalah suatu masa bagi setiaporang percaya untuk mengevaluasi dan merenung apa yang telah dilakukannya bagi dirinya, bagi keluarga, bagi masyarakat, bagi Gereja dan terlebih bagi Tuhan. Minggu ini sekaligus juga memurnikan kita dari segala apa yang telah kita lakukan selama ini. Juga minggu ini kita pakai untuk membangun komitmen baru bagi diri kita masing-masing untuk memulai pelayanan dan pekerjaan kita di hadapan Tuhan.
Firman Tuhan ini yang akan kita renungkan ini memuat tiga lambang yang dipakai Yehezkiel, pohon aras, pohon anggur dan burung rajawali. Pohon Ares (Ibrani: ‘Erez) banyak tumbuh di pegunungan Libanon. Pohon ini terkenal ke seluruh dunia karena batangnya besar, kokoh dan cantik. Pohon ini termasuk pohon yang dilindungi di Libanon. Pohon ini bisa tumbuh hingga 40 meter dan diameternya 3 meter dan bisa hidupp 1000 tahun. Pohon ini dipakai untuk membuat kapal, membangun istana raja dan Bait Allah. Dalam Yehz.31:3, pohon ini disamakan dengan manusia. “Lihat, Aku menyamakan engkau dengan pohon aras di Libanon, penuh dengan cabang yang elok dan daun yang rumpun sekali; tumbuhnya sangat tinggi, puncaknya sampai ke langit”. Karenanya pohon ini menjadi lambang keagungan dan kemuliaan bagi satu dinasti kerajaan di Libanon. Pohon ini menggambarkan ketinggian hati, tetapi pohon anggur melambangkan kerendahan hati. Di Palestina pohon anggur tidak diikat kepada peranca-peranca seperti di Eropa, melainkan menjalar di atas tanah. Anggur adalah minum raja, tapi kemuliaanya tersembunyi dalam kerendahan hatinya. Burung rajawali terkenal karena kekuatannya dan lebar sayapnya serta ketangkasannya.
Yehezkiel memakai lambang ini bagi kerajaan Juda. Pohon ares melambangkan kerajaan Daud yang agung itu, tetapi karena tinggi hati akhirnya datanglah burung rajawali memutuskan ranting-rantingnya yang tinggi itu (ay.3-4). Itulah hasil dari ketidaksetiaan, sudah tumbuh tapi tidak menghasilkan buah yang baik. Namun tumbuh lagi satu tunas dari pokok pohon ares yang tinggi itu dari keturunan Daud. Itulah cara kerja Allah. Kendatipun keturunan Daud telah dihancurkan-Nya, namun janji-Nya untuk menumbuhkan tunas baru dari keturunan Daud tidak pernah dilupakan-Nya. ” Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah” (Yes.11:1). Karena Allah melupakan perbuatan jahat manusia, dan selalu mengingat janji setia-Nya yakni menjadikan tunas Daud sebagai pohon kehidupan bagi umat manusia di dalam anak Daud, di dalam Yesus Kristus.
Jika Allah yang menumbuhkan tunas itu, maka sekecil apa pun tunas itu, tunas itu akan bertumbuh dan berkembang dan bahkan menghasilkan ranting-ranting yang banyak dan berbuah yang lebat-lebat. "Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya" (Mrk.4:30-32). Kerajaan Allah tidak bisa dipikirkan oleh otak manusia. Kecenderungan naluriah manusia ialah ingin semakin besar dan terkenal. Namun masa Adven ini kita diingatkan tentang agar kita mampu meninggalkan keinginan untuk semakin besar tetapi di dalamnya kita tertipu oleh kebesaran itu sendiri alias lupa diri. Sejak Hawa manusia ingin menikmati buah pohon yang terlarang itu agar bisa menyamai Allah tetapi ketika Hawa memakan buah pohon itu yang didapnya bukan kehebatan tetapi penderitaan selama-lamanya. Hati-hati dengan kebesaran yang sedang mau kita capai, jangan-jangan di balik kebesaran itu ada tipuan Iblis yang menyesatkan kita. Hal ini juga bisa kita lihat dari cara pelaksanaan kita dalam menyambut hari kelahiran bayi Kudus itu yang terlalu membesar-besarkan dan berlebih-lebihan. Padahal kita lupa kelahiran Yesus sendiri di kandang doma yang hina dengan kesederhanaan saja. Dengan kesederhanaan-Nya, Yesus mampu mengubah dunia ini. Namun manusia sekarang dengan segala kemewahan dan kehebatannya tidak mampu merubah dirinya sendiri jangankan mau merubah dunia ini.
Ramli SN Harahap fidei/gladys’07 121207
Tidak ada komentar:
Posting Komentar