Selasa, 02 Agustus 2011

Bacaan Minggu, 17 Juli 2011: Lukas 17:11-19

widgeo.net
Minggu 4 Setelah Trinitatis, 17 Juli 2011                                                                               Lukas 17:11-19

KEAJAIBAN PERASAAN SYUKUR
 


Pendahuluan
A
pa yang mudah namun juga susah diucapkan? Jawabnya: terima kasih. Mudah, karena kita semua dapat mengucapkannya. Namun juga susah, karena ternyata seringkali  kita tidak mengucapkannya. Bukankah sehari-hari ada begitu banyak jasa baik atau perbuatan baik yang diberikan kepada kita? Di rumah makanan disajikan, pakaian dicucikan dan kamar dirapikan, namun hampir tidak pernah kita mengucapkan terima kasih karena kita anggap semua itu toh sudah rutin. Di tempat kerja  telepon dihubungkan, naskah disiapkan dan surat dihantarkan, namun kita jarang mengucapkan terima kasih karena orang-orang itu memang dibayar untuk tugas tersebut. Di gereja kita pun jarang mengucapkan terima kasih kepada organis, paduan suara atau pengkhotbah. Juga di toko jarang terdengar ucapan terima kasih. Padahal sepatutnya baik pembeli maupun penjual merasa berterima kasih atas pelayanan pramuniaga, sebaliknya pramuniaga juga patut berterima kasih bahwa kita berbelanja di toko itu. Kalau tidak ada orang berbelanja,toko itu akan bangkrut dan pramuniaga itu akan kelhilangan mata pencaharian.

1.             Untuk dapat merasa berterima kasih diperlukan jiwa besar yang bersedia mengakui dan menghargai kekuatan dan kelebihan orang lain

Di situ letak sulitnya mengucapkan terima kasih. Tidak heran bahwa banyak orang begitu berat untuk mengucapkan terima kasih. Dari sepuluh orang kusta yang ditolong Tuhan  Yesus, hanya seorang yang mengucapkan terima kasih. Padahal mereka meminta pertolongan, namun ketika pertolongan itu sudah mereka terima, hanya seorang ingat untuk berterima kasih. Apakah yang lain lupa untuk berterima kasih? Yesus sampai merasa heran dan bertanya,”Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang Sembilan orang itu? (Luk.17:17-18).

2.        Kemalangan bersama telah meruntuhkan segala batas-batas rasial dan nasional

Yesus sedang diperbatasan antara Galilea dan Samaria dan ditemui oleh sepuluh orang kusta. Kita tahu bahwa orang Yahudi tidak bergaul dengan orang-orang Samaria. Di sini terdapat sebuah contoh hukum hidup yang besar. Kemalangan bersama telah meruntuhkan segala batas-batas rasial dan nasional. Dalam tragedi bersama karena menderita lepra mereka telah melupakan asal-usul mereka, entah mereka Yahudi atau Samaria. Jika air bah membanjiri sebuah negeri dan binatang-binatang liar mencari dataran yang tinggi demi keselamatan mereka, kita akan menemukan bahwa binatang-binatang yang tadinya adalah mangsa binatang-binatang liar itu justru berdiri bersama-sama di atas tanah yang kering itu. Si pemangsa telah lupa akan keganasannya. Inilah agaknya satu hal yang dapat membawa orang secara bersama di hadapi Allah. Orang-orang kusta itu berdiri dari jauh (bd. Im. 13:45; Bil. 5:2).
Tidak ada jarak spesifik yang ditetapkan di mana mereka seharusnya berdiri, tetapi kita mengatahui bahwa paling tidak seorang penguasa menetapkan, apabila seorang kusta berada dalam arah angin ke jurusan seorang sehat, maka ia harus berdiri minimal 45 meter dari orang yang sehat tadi. Tidak dapat dibayangkan betapa terisolisirnya seorang kusta sebenarnya.

3.        Kenapa lupa berterima kasih?

Tidak ada satu pun cerita di dalam injil-injil yang begitu perihnya memperlihatkan betapa tidak berterimaksihnya manusia. Orang-orang kusta itu datang kepada Yesus dengan kerinduan yang hampir-hampir putus-asa. Ia menyembuhkan mereka: dan Sembilan orang tidak pernah tidak pernah kembali untuk mengucapkan terima kasih. Demikianlah sering terjadi, seseorang telah memperoleh apa yang ia inginkan tetapi tidak pernah mengucapkan terimakasih.
Di antara sekian banyak kelupaan kita, agaknya lupa berterima kasih adalah yang paling parah. Kita lupa sehingga belum mengucapkan terima kasih. Kita belum mengucapkan terima kasih kepada ibu yang telah mengandung, melahirkan dan  membesarkan kita dengan susah payah. Kita belum mengucapkan terima kasih atas segala jerih juang ayah kita mencari nafkah. Kita belum berterima kasih kepada guru yang telah mengajar kita menulis dan membaca dan berhitung. Kita belum mengucapkan terima kasih kepada….,ah banyak orang yang kepadanya kita masih berhutang ucapan terima kasih.
Kalau begitu banyak jasa baik yang kita terima dari orang-orang, apalagi dari Tuhan. Coba kita hitung berapa banyak jasa baik Tuhan kepada kita dari pagi hingga petang: Ia membangunkan kita, ia memungkinkan kita bernafas, berdiri dan berjalan, ia memungkinkan kita makan, I member pekerjaan, Ia member kawan dan sanak keluarga, ia member penglihatan, Ia member pendengaran, dan banyak lagi lainnya. Coba kita hitung segala pemberian Tuhan: sianr terang matahari, awan, udara, bunga, hujan, pohon, burung, air, tanaman sayuran dan seribu satu macam lainnya.

4.             Renungan      

Jasa baik Tuhan kepada kita begitu banyak. Tetapi mungkin selama ini semua jasa baik itu kita anggap rutin. Sungguh menyedihkan bila kita kurang tahu berterima kasih kepada orang lain. Lebih menyedihkan lagi jika kita kurang tahu berterima kasih kepada Tuhan. Seolah-olah jasa baik Tuhan itu tidak ada. Sering kita tidak berterima kasih kepada Tuhan. Pada saat-saat kita berada dalam kesulitan yang pahit maka kita berdoa dengan sangat sungguh-sungguh; tetapi ketika masa itu telah lewat maka kita melupakan Tuhan.  Tuhan Allah mengaruniakan Anak-Nya dan sering kita tidak pernah mengucapkan terima kasih. Cara yang paling baik yang kita dapat berikan kepada-Nya sebagai ucapan terima kasih adalah dengan mengingat akan kebaikan dan anugrah-Nya . “Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebajikan-Nya”(Mzm.103:2), dan  kita nyanyikan Kidung Jemaat No. 439 yang mengajak kita menghitung (baca: mengakui, menghargai dan mensyukuri) berkat Tuhan satu persatu.


Pdt. Luhut P. Hutajulu,M.Th.,D.Min.
HKBP Kebayoran Baru
HP 0812 8529245

Tidak ada komentar:

Posting Komentar