Selasa, 02 Agustus 2011

Jamita Minggu, 3 Juli 2011: Mateus 22:1-4

widgeo.net
PERJAMUAN KAWIN


HATORANGAN NI JAMITA

MINGGU 2 DUNG TRINITATIS 
MINGGU, 3 JULI 2011

Jamita : Mateus 22:1-4
Sibasaon : Masmur 106 :24-26

             
Sama seperti perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih yang secara khusus ada di dalam Injil Lukas, perumpamaan tentang perjamuan kawin ini hanya ada di dalam Injil Matius. Kedua perumpamaan ini mempunyai beberapa kemiripan dan mempunyai tema yang umum, tetapi perbedaannya sedemikian fundamental sehingga dua perumpamaan yang berbeda ini perlu dibicarakan.


Isi Perumpamaan

Yesus menceritakan kisah seorang raja yang menyiapkan pesta pernikahan bagi anaknya. Rajalah - bukan istrinya, bukan anaknya, tetapi raja -- yang mengatur semuanya. Untuk kesempatan yang penuh sukacita ini yaitu pernikahan anaknya, raja merencanakan sebuah pesta yang besar. Dia mengharapkan semua orang yang mempunyai kedudukan tinggi dan penting di istananya menghadiri pesta pernikahan tersebut. Dia mengirimkan berita pernikahan.

Sebagaimana kebiasaan pada waktu itu, undangan diberikan langsung dan tamu-tamu diingatkan akan hari pernikahan. Tetapi pada waktu hamba-hamba raja menyampaikan pemberitahuan, mereka mengalami sakit hati. Orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dan anggota para bangsawan memberitahu hamba-hamba tersebut bahwa mereka tidak akan melakukan apapun juga di dalam pesta pernikahan yang akan diadakan. Mereka mengungkapkan kepahitan dan perlawanan. Meskipun mereka mengetahui bahwa undangan kerajaan sama dengan perintah kerajaan, mereka menolak untuk menjawab undangan raja.
Bayang-bayang kelam menyinari istana kerajaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dengan terus terang menghina raja. Mereka menolak menghormati raja dengan tidak mau menghadiri pernikahan putra mahkota. Meskipun demikian, raja tersebut tetap membuat persiapan untuk pesta pernikahan. Ketika hari pernikahan anaknya tiba, dia mengutus hamba-hambanya untuk mengingatkan orang-orang penting di seluruh negeri bahwa mereka diundang ke pesta. Segala sesuatu telah siap.

Sayangnya, perbuatan raja tersebut mendapatkan reaksi. Mestinya raja telah mengetahui tanggapan-tanggapan macam apa yang akan diterima oleh hamba-hambanya ketika mereka diutus untuk yang kedua kalinya. Mereka telah menerima jawaban negatif yang nadanya memusuhi. Mereka pasti akan mengalami kepahitan dan kemarahan yang sarna, bahkan mungkin lebih buruk lagi. Hamba-hamba tersebut pergi dengan membawa pesan raja: "Lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini". Tetapi tamu-tamu yang diundang tidak memberikan perhatian kepada undangan kerajaan. Secara terbuka mereka bersikap menantang: ada yang pergi ke ladang, yang lain pergi mengurus usahanya. Dan ketika hamba-hamba raja tinggal lebih lama di kelompok ketiga, mereka dianiaya. Bahkan beberapa dari mereka dibunuh.

Dengan murka Raja mengirim pasukannya untuk menghukum pembunuh-pembunuh tersebut dan membakar kota mereka. Dia melepaskan kemarahannya dengan mengambil tindakan menghukum; tetapi pada saat yang sama dia juga ingin ada orang datang dan merayakan pesta pernikahan anaknya bersama-sama dengan dia. Jadi dia menyuruh hamba-hambanya untuk pergi keluar, ke persimpangan-persimpangan jalan untuk mengundang mereka yang mau datang ke pesta tersebut. Baik orang baik maupun orang jahat datang dalam jumlah yang besar, sehingga ruangan itu dipenuhi oleh tamu-tamu.

Tetapi salah satu dari para tamu menolak mengenakan pakaian pesta yang diberikan padanya ketika dia memasuki ruangan pesta. Karena pakaiannya itu, keberadaan dia sangat mencolok. Saat kedatangan raja ke pesta tersebut telah tiba. Raja memperhatikan dandanan para tamu, mengangguk tanda setuju, sampai akhirnya dia menandai satu orang yang menolak mengenakan pakaian yang sesuai. Dalam keheranan, raja berseru, "Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?" Orang itu diam saja. Dia tidak dapat mengatakan kepada raja secara baik-baik di depan semua tamu bahwa dia telah menolak mengenakan pakaian yang diberikan kepadanya ketika dia masuk ke ruangan pesta. Dia tetap diam. Raja memerintahkan hambanya untuk mengambil tamu yang keras kepala ini, mengikatnya, dan melemparkannya ke dalam kegelapan.


Penjelasan Perumpamaan


Perumpamaan tentang perjamuan kawin ini merupakan perumpamaan yang ketiga dari rangkaian tiga perumpamaan, dan membentuk klimaks ke perumpamaan tentang dua orang anak dan penggarap-penggarap kebun anggur. Ketiga perumpamaan tentang Kerajaan Surga ini diucapkan Yesus selama minggu terakhir keberadaan-Nya di dunia, ketika Dia mengalami peperangan tersembunyi dari orang-orang Farisi, imam-imam kepala, dan pemimpin-pemimpin, di mana mereka memasang perangkap untuk menangkap Dia melalui pengajaran-Nya. Yesus mengajarkan dengan berani perumpamaan tentang perjamuan kawin ini yang jelas ditujukan melawan penentang-penentang-Nya. Karena itu, perumpamaan ini harus dibaca dan dimengerti berdasarkan latar belakang sejarah dari peristiwa-peristiwa terakhir dalam pelayanan Yesus.

Tema pendahuluan dari perumpamaan ini menandakan kebahagiaan dan sukacita. Raja mempersiapkan pesta yang besar untuk merayakan pernikahan anaknya. Dia mengundang tamu-tamu terhormat untuk merayakan pesta tersebut. Sebenarnya makanan dan minuman yang mengambil bagian dalam kebahagiaan ini mengungkapkan ikatan perdamaian dan kesatuan antara tuan rumah dan tamu. Jelas sekali bahwa sebuah pesta bukan semata-mata bertujuan untuk memuaskan nafsu makan seseorang. Ketika tuan rumah dan tamu makan bersama-sama, mereka terlibat dalam pembicaraan di sekitar meja makan dan dapat men genal dengan lebih baik. Kekhawatiran hilang, timbul semangat pengertian dan persamaan. Di perjamuan, kedamaian dan kerukunan ada.

Tamu-tamu yang diundang oleh raja menolak datang. Di dunia Timur, sebagaimana di tempat lain, tamu-tamu undangan diharapkan menerima undangan kerajaan sebagai suatu kewajiban. Para tamu juga diharapkan hadir dengan membawa hadiah yang pantas. Dan karena tamu-tamu di dalam perumpamaan ini tidak bisa membalas dengan mengundang raja dan keluarganya dalam sebuah pesta yang serupa, maka hadiahnya harus mahal - khususnya karena pesta itu adalah pesta pernikahan anak raja. Menolak untuk menghadiri pesta pernikahan tersebut mempunyai implikasi yang luas yang menimbulkan kesulitan dan permusuhan. Penolakan memberi pesan bahwa anak raja itu tidak layak untuk menerima pemberian, bahwa tamu-tamu tidak menyetujui pernikahan itu, dan bahwa mereka tidak lagi setia kepada rajanya. Raja wajib menyatakan otoritasnya dengan menetapkan ukuran. Dia menyatakan otoritasnya dengan mengirim hamba-hambanya untuk kedua kalinya, tetapi sekarang dengan seruan penting supaya datang dengan segera. Dia tidak mengambil tindakan lain pada waktu itu. Raja berharap para tamu akan berubah pikiran dan menerima undangannya.

Tetapi tamu-tamu yang diundang tidak mengubah pendiriannya. Mereka mengurus usaha mereka sendiri dan mengabaikan para utusan raja. Ketika para utusan itu menekankan pentingnya undangan kerajaan, mereka mengejek dan mencela bahkan tanpa ragu-ragu membunuh mereka.

Yesus menghubungkan dengan sejarah Israel, dan pendengarnya mengerti bahwa Dia menunjuk kepada nabi-nabi yang diutus oleh Allah yang membawa pesan pertobatan yang sangat penting. Tetapi bangsa Israel mempermalukan nabi-nabi itu dan membunuh beberapa dari mereka daripada menerima panggilan pertobatan dari Allah (Mat
. 23:35). Kepada pendengarnya, Yesus mengingatkan akan halaman hitam dalam buku sejarah mereka. Orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, imam-imam, dan pemimpin-pemimpin mengakui bahwa referensi tidak langsung ke dalam halaman sejarah ini melibatkan mereka.

Yesus melanjutkan cerita dan menggambarkan seorang raja yang marah, yang mengirimkan pasukannya untuk membinasakan para pembunuh dan membakar kota mereka. Dengan mengingatkan tamu-tamunya untuk kedua kalinya melalui hamba-hambanya, dan melihat bahwa para utusannya dicaci maki dan bahkan beberapa dari mereka dibunuh, raja menyadari konsekuensi politik dari perbuatan mereka yang menjijikkan. Sangat penting bagi raja untuk memperkenalkan lawan-lawan yang memberontak dengan peraturannya. Dia memerintahkan pasukannya untuk membinasakan pernbunuh-pembunuh dan membakar kota mereka. Tidak menjadi masalah apakah kejadian ini terjadi tepat pada hari pemikahan atau sesudahnya; yang penting adalah bahwa raja telah menggunakan otoritasnya; dia memerintah dan menuntut ketaatan.
Meskipun referensi tentang pembakaran kota mungkin merupakan suatu kiasan untuk kehancuran Yerusalem pada tahun 70, tetapi adalah lebih realistik untuk berpendapat bahwa orang yang mendengarkan Yesus kenal baik dengan catatan sejarah tentang raja-raja yang mengirim pasukannya untuk membinasakan lawan-lawan dan untuk membakar kota mereka. Pendengar Yesus mungkin telah melihat figur dari raja yang marah sebagai personifikasi dari Allah. Mereka mengetahui bahwa "TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu" (Ul
. 4:24). Kesabaran Allah tidak untuk selamanya, dan ketika belas kasihannya tidak menghasilkan pertobatan, akibatnya adalah penghakiman.

Kemudian raja itu mengundang orang-orang yang berada di kota kerajaan dan di sekitar pinggiran kota untuk datang ke ruangan pesta pemikahan. Mereka datang dari jauh dan dekat, orang baik dan orang jahat, dan mengisi tempat-tempat yang masih kosong dengan tamu-tamu tidak penting. Raja merupakan gambaran kebajikan, dan dengan demikian menggambarkan belas kasihan dan kasih Allah yang meluas sampai kepada orang-orang berdosa. Orang dari semua jabatan menerima undangan dan memberi respons setuju.

Hamba-hamba raja menyambut mereka yang masuk ke dalam istana dan mengatakan kepada tiap-tiap tamu untuk mengenakan pakaian pesta yang dibuat untuk acara tersebut. Raja mengundang orang-orang dan mengharapkan mereka untuk mengenakan pakaian yang telah disediakan. Dengan mengenakan pakaian pesta yang disediakan oleh raja, tidak ada orang yang terlihat miskin atau menderita. Setiap tamu dapat menyembunyikan status sosial dan ekonominya di balik pakaian yang diterimanya dari raja. Pakaian pesta itu bersih dan putih, yang menurut kebudayaan timur melambangkan sukacita dan kebahagiaan. Di dalam kebudayaan ini seorang tuan rumah tidak akan makan bersama dengan tamu-tamunya di pesta resmi; tetapi ia akan tampil selama acara makan.

Bolehkah setiap orang datang ke pesta pernikahan anak raja? Jawabnya adalah bahwa setiap orang disambut asalkan mereka memakai pakaian pesta. Ketika raja memasuki ruang pesta dan memperhatikan bahwa salah satu tamu tidak berpakaian sebagaimana mestinya, raja menganggapnya sebagai penghinaan yang disengaja. Dia tidak dapat mentolerir hal-hal yang menjijikkan, keras kepala atau penolakan. Dia ingin tamu-tamunya menerima apapun yang dia berikan. Barangsiapa memilih untuk menolak akan membangkitkan murkanya dan harus menanggung akibatnya. Dengan segera salah satu tamu yang datang ke pesta dengan mengenakan pakaiannya sendiri disingkirkan dan dilemparkan keluar ke dalam kegelapan malam. Dipenuhi dengan penyesalan yang dalam, dia meratap dan menahan kertak gigi. Tidak setiap orang boleh tinggal di dalam ruang pesta. Hanya mereka yang menerima undangan raja dan memenuhi persyaratan yang boleh tinggal.

Kitab Wahyu khususnya berbicara tentang orang-orang benar yang mengenakan pakaian putih dan lenan halus yang cemerlang dan bersih. Allah menyediakan dan memberikan pakaian kepada umat-Nya yang melambangkan kebenaran-Nya. Allah memberi mereka pakaian kebenaran yang melambangkan bahwa si pemakai telah diampuni, dosa-dosanya telah ditutupi, dan dia adalah anggota rumah Allah melalui Kristus. Ketika Bapa menyambut pulang anaknya yang telah hilang, dia mengenakan jubah yang terbaik bagi anaknya, dengan berbuat demikian ia menyatakan bahwa anaknya telah diampuni (Luk
. 15:22). Sama seperti raja di dalam perumpamaan ini menginginkan semua tamunya untuk mengenakan pakaian pesta yang telah tersedia, demikian juga Allah menginginkan orang-orang berdosa untuk datang ke pesta Anak-Nya dan mengenakan pakaian putih yang melambangkan pertobatan, pengampunan, dan kebenaran.

Tamu yang tidak memakai pakaian pesta di pesta kerajaan itu jelas melambangkan orang berdosa yang membenarkan diri sendiri. Dia ingin menyatakan bahwa dia tidak membutuhkan kematian yang berkorban dan darah yang menebuskan dari Yesus untuk dapat masuk ke dalam surga. Dia tidak mendengarkan perkataan Yesus, "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh
. 14:6), sehingga ketika datang ke hadapan Allah, dia dilemparkan. Sungguh mustahil berada di hadapan Allah tanpa pakaian pelindung yang ditawarkan oleh Yesus Kristus.

Paragrap ini diakhiri dengan kata-kata, "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." Baik klausa pertama maupun terakhir dari perumpamaan ini menunjuk kepada orang yang telah dipanggil. Mereka yang menolak datang, juga tamu yang tidak mengenakan pakaian pesta, tidak termasuk ke dalam orang-orang yang dipilih. "
Banyak yang dipanggil sedikit yang dipilih". Terdapat panggilan Allah yang umum kepada orang berdosa dan mengundang mereka menikmati sukacita keselamatan (bnd. Mat. 11:28), tetapi undangan ini dapat ditolak. Dan ada bagian orang-orang yang tidak memenuhi standard masuk kedalamruangan pesta (karena mereka tidak mengenakan pakaian pesta). Maka terhitung hanya sedikit yang sungguh-sungguh dipilih untuk menikmati kehormatan ini. Alkitab dengan jelas menunjukkan adanya pemilihan ilahi yang membawa orang berdosa kepada Allah. Sekalipun demikian, Alkitab juga menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas sikapnya yang tidak mengindahkan (ay. 5), pemberontakan (ay. 6), dan keangkuhan (ay. 12). Maka, meskipun undangan itu bersifat universal dan meliputi semua orang, hanya beberapa orang yang menerimanya dalarn iman dan pertobatan yang ditentukan untuk kehidupan kekal (Kisah 13:48).

Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik; Dia ingin mereka hidup (Yeh
z. 18:23; 33:11). Allah tidak ingin "ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat" (2 Ptr.3:9). Tetapi jika manusia menyatakan bahwa dia tidak rnerasa mernbutuhkan Yesus, dengan demikian dia menolak kebenaran yang Yesus berikan. Dia harus datang untuk bertobat dan menyadari bahwa di dalam kondisinya sendiri dia tidak berharga sama sekali untuk memasuki hadirat Allah, dan bahwa dia memerlukan pakaian kebenaran yang disediakan Yesus. Untuk menerirna pakaian itu diperlukan "jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk" dengan sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hati (Mzm. 51:19).

Undangan Injil diberitakan ke seluruh dunia, tetapi hanya beberapa orang saja yang meresponi tawaran keselamatan. Dan bahkan di antara mereka yang menerima undangan itu, banyak yang puas hanya dengan pengakuan iman semata-mata. Pengakuan iman harus memperlihatkan kehidupan baru. Orang percaya harus mewujudkan kata-katanya di dalarn perbuatan. Dan meskipun Allah memilih seseorang tidak berdasarkan perbuatan, tetapi pilihan tersebut sampai kepada ungkapan yang penuh ketika orang yang telah dipilih itu hidup di dalam ketaatan kepada Allah.

Pemilihan melibatkan Allah Tritunggal. Orang tersebut "dipilih sesuai dengan rencana Allah Bapa." Mereka dipilih "dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya" (1 P
tr. 1:2). Allah memilih dan manusia menjawab. Pemilihan Allah menggambarkan satu sisi dari lukisan; tanggung jawab manusia untuk menerima undangan Allah dalam iman yang benar merupakan sisi yang lain. Kata-kata, "Sebab banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih," membentuk ayat imbangan dari, "Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya" (Mat. 7:14).


Ramli SN Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar