Selasa, 02 Agustus 2011

Bacaan Minggu, 3 Juli 2011: Mazmur 107:1-14

widgeo.net
Minggu 2 Setelah Trinitatis, 3 Juli 2011                                                                             Mazmur 107:1-14

ALLAH YANG BAGAIMANA?




Pengantar

K
itab Mazmur merupakan kitab yang sangat indah. Banyak generasi yang sangat tua menyukai kitab Mazmur. Beberapa tahun yang lalu, saya mendapat kesempatan berkhotbah di atas kapal Kambuna, yaitu dalam pelayaran dari  Tanjung Priuk, Jakarta menuju Belawan, Medan. Setelah khotbah, seorang yang sudah lanjut usia mendatangi saya. Ompung yang sudah berusia 89 tahun itu, menyatakan kesaksiannya tentang pembinaan yang mereka alami tempo dulu. Ternyata, mereka sangat akrab dengan kitab Mazmur. Generasi kedua Kristen Batak, setelah Ompui Nommensen tersebut, rupanya sangat banyak diajarkan tentang Mazmur. Mereka bahkan didorong untuk menghafal banyak fasal dari Kitab Mazmur. Sebagai buktinya, ompung tersebut secara spontan menyebutkan isi semua Mazmur 121 dalam bahasa daerah Batak: “Sai mangaranapi do matangku dompak Dolok...”.  Kiranya, bukan hanya ompung tersebut di atas yang menikmati kitab Mazmur, tetapi kita juga. Karena itu, marilah kita amati pengajaran penting dari bacaan Mazmur tadi. Ada tiga hal yang akan kita soroti bersama-sama.

1.Panggilan untuk mengucap syukur (1-3)

Mazmur yang sangat panjang ini (43 ayat) dimulai dengan perintah untuk bersyukur, merupakan satu kebiasaan umat dalam Perjanjian Lama dalam ibadah/liturgi. Dari seruan tersebut dengan sangat jelas dapat ditemukan dasar untuk bersyukur tersebut: Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik!” (ay. 1). Jadi,  alasan untuk bersyukur adalah karena Allah itu, baik.
Seperti apakah kebaikan Allah itu? Pemazmur menggambarkan kebaikan Allah, yang bukan sesaat, spontan, sebentar baik, lalu kemudian jahat. Kebaikan seperti itulah yang kita temukan di sekitar kita. Karena itu, kadang kala hubungan kita dengan sesama berjalan baik, penuh ucapan terimakasih. Tetapi setelah itu, hubungan kita dapat berjalan sedemikian rupa. Mengapa? Alasannya, karena kebaikan yang kita rasakan sebelumnya ternyata tidak bertahan lama. Orang tersebut, berubah menjadi jahat, yang membuat kita kecewa kepadanya. Tetapi tidak demikian dengan Allah. Pemazmur menggambarkan kebaikan Allah dengan kalimat: “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (ay. 1).  Masalahnya sekarang adalah, apakah kesetiaan Allah itu dialami oleh umat-Nya? Jawabnya, belum tentu. Jika tidak, tentu saja tidak ada ucapan syukur yang dipanjatkan kepada Allah. Malahan sebaliknya, keluhan, atau bahkan kekecewaan dan kemarahan. Karena itu, dengan teliti pemazmur menyerukan: “Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan,  yang dikumpulkan-Nya dari negeri-negeri, dari timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan (2-3). Dengan perkataan lain, seruan untuk bersyukur tersebut, berlaku bagi saudara-saudara yang benar-benar sudah mengalami dan merasakan pekerjaan Tuhan dalam hidup saudara sehari-hari, khususnya karya penebusan Tuhan yang sangat ajaib tersebut.

2. Doa yang terjawab: dilepaskan dari kesesakan (4-9)

Bagian kedua yang mau kita lihat adalah pengalaman nyata yang dialami oleh umat Tuhan, yaitu disebutkan: “mengembara di padang belantara” (4). Pengalaman di “padang belantara”, tentu bukan hal yang asing bagi umat di Perjanjian Lama. Di dalam Kitab Keluargan dikisahkan bahwa umat Allah bahkan pernah mengembara selama empat puluh tahun melalui padang belantara. Menurut pemazmur, pengalaman tersebut membuat mereka secara phisik, “lapar, harus”, tetapi tidak hanya itu. Mereka juga mengalami kelelahan mental, “jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka” (4). Lalu apa yang mereka lakukan dalam kondisi tersebut? Pemazmur menuliskan tindakan mereka di ayat 6: “Mereka berseru-seru kepada Tuhan”. Mari kita perhatikan kata “berseru-seru” tersebut. Dengan perkataan lain, bukan hanya satu kali berseru, tetapi berulang-ulang. Lalu selanjutnya kita membaca: “Dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka” (6).
Hal seperti di ataslah yang seharusnya kita lakukan jika sedang mengalami masalah atau kesesakan dalam hidup. Kita tidak membiarkan diri terus dalam penderitaan. Kita tidak tersesat dalam kesesakan kita dengan pergi meminta pertolongan dukun. Hal itu pernah dilakukan oleh seorang ayah, di mana ketika putrinya sudah lama sakit, maka akhirnya dia pergi ke dukun. Bukan hanya satu dukun, tapi kepada beberapa dukun. Akibatnya, anaknya tidak semakin sembuh, tetapi semakin parah. Memang, anak itu sempat sembuh, tapi hanya sebentar. Setelah itu, kondisinya semakin parah. Akhirnya, dalam kesusahan jiwanya, ayah itu berserah kepada Tuhan. Dia memanggil seorang hamba Tuhan untuk datang ke rumahnya mendoakan anaknya. Ajaib sekali! Tidak lama setelah didoakan tersebut, sambil melakukan pengobatan sebagaimana mestinya, sang putri sembuh secara total. Jadi, Allah tidak hanya melepaskan umat-Nya di Perjanjian Lama, tetapi juga saat ini, yang benar-benar berseru, memohon kasih dan kuasa-Nya.
                     
3.Akibat pemberontakan, pertobatan dan kelepasan (10-14)

Bagian ketiga dari bacaan kita ini, pemazmur mengisahkan adanya orang-orang yang hidup “di dalam gelap dan kelam, terkurung dalam sengsara dan besi” (10) Nampaknya, pengalaman yang dikisahkan pemazmur tersebut mirip dengan pengalaman orang yang sedang di dalam penjara. Mengapa orang itu mengalami penderitaan tersebut? Dengan jelas kita baca bahwa hal itu terjadi karena pemberontakan mereka kepada Allah (11). Itulah sebabnya Allah menghukum mereka (12).
Lalu apa yang mereka lakukan dalam penderitaan tersebut?  Kembali kita membaca satu sikap yang benar: “Maka berseru-serulah mereka kepada Tuhan” (13). Sama seperti pada ayat 6 tersebut di atas, umat Allah yang menderita tersebut datang kepada Allah dan memohon kasih dan kuasa-Nya. Apa yang selanjutnya yang terjadi? Syukur, kembali kita membaca jawaban Allah terhadap doa-doa umat-Nya. “Allah melepaskan mereka dari kecemasan mereka, dibawa-Nya mereka keluar dari dalam gelap dan kelam” (13-14).

Penerapan

Apa yang dapat saudara pelajari dari bacaan kita tersebut di atas? Dengan jelas kita melihat pengalaman nyata umat Allah bersama Allah. Pemazmur memulai fasal tersebut dengan seruan untuk bersyukur. Alasannya karena Allah itu baik, dan kebaikan-Nya adalah untuk selama-lamanya. Hal itu terbukti dari  pengalaman umat Allah tersebut.
Di dalam kesulitan dan padang belantara mereka mengalami kelaparan, kehausan, jiwa mereka lemah. Lalu mereka berseru-seru kepada Tuhan, dan Tuhan menjawab mereka. Bahkan ketika ada umat yang menderita karena pemberontakan, ketika mereka berseru-seru, Allah juga segera menjawab mereka. Dengan demikian, jelaslah bahwa Allah adalah Allah yang baik dan setia.
Sebagaimana disebutkan di atas, Allah juga setia kepada seorang ayah yang mendoakan putrinya tersebut. Walaupun ayah tersebut sempat tersesat karena pergi kepada dukun, namun dia bertobat dan datang kepada Tuhan. Dalam penyerahannya, doanya terjawab, putrinya sembuh. Kiranya kesetiaan Allah yang sama dialami oleh saudara-saudara semua. Datanglah kepada-Nya dan alamilah kebaikan dan kesetiaan-Nya, dan tetaplah setia kepada-Nya serta hidup berbuah lebat bagi kemuliaan nama-Nya.-



Pdt. Dr. Ir. Mangapul Sagala
HP 0816 1647610



Tidak ada komentar:

Posting Komentar