Selasa, 09 November 2010

Bacaan Minggu, 14 Nopember 2010: Lukas 16:10-13

widgeo.net
Minggu 24 Setelah Trinitatis, 14 Nopember 2010                                                                                                                                              

BERLAKULAH SETIA DAN BENAR
MENGABDILAH KEPADA ALLAH
Lukas 16:10-13




Perumpamaan Yesus tentang bendahara yang tidak jujur yang terdapat dalam Lukas pasal 16 dipandang sebagai perumpamaan yang sulit dimengerti. Bagaimana tidak? Di dalam perumpamaan ini seakan-akan Yesus membela dan menyetujui tindakan korupsi dan penipuan yang dilakukan bendahara yang memboroskan harta tuannya dan melakukan tindakan penipuan dengan mengurangi hutang dari orang-orang yang berhutang kepada tuannya.  Benarkah Yesus membela perbuatan penipuan dan korupsi? Jawabnya: Tidak. Ay. 8b yang mengatakan: “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang”, merupakan inti dari perumpamaan Yesus ini. Perkataan Yesus dapat kita artikan:  “jika bendahara atau penata – usaha yang lalim itu berlaku sangat bijaksana dalam hal perkara-perkara duniawi, dan mengambil tindakan dengan mengingat masa depannya di dunia ini, teristimewa pula kita yang adalah anak-anak terang tentulah harus berikhtiar dalam perkara-perkara rohani, yang mempunyai arti yang menentukan untuk kehidupan dalam Kerajaan Allah yang menjadi soal sekarang ini dan di masa depan.” Apa yang dikatakan Yesus disini merupakan tantangan kepada anak-anak terang untuk lebih memikirkan hal-hal yang rohani melebihi dari anak-anak dunia memikirkan mengenai masa depannya. Ay.10-13 semakin menjelaskan bahwa perumpamaan Yesus ini tidaklah bertujuan untuk melegalkan perbuatan korupsi dan penipuan karena dalam soal harta milik duniawi pun kita dituntut dan harus berlaku setia dan benar.
Siapa setia dan benar dalam perkara-perkara kecil, ia setia dan benar juga dalam perkara-perkara besar. Di sini dipertentangkan “sedikit” dengan “banyak”: siapa yang dapat dipercaya/setia dalam perkara-perkara kecil, ia dapat dipercaya (ia setia) juga dalam perkara-perkara yang besar; tetapi siapa yang tidak setia (tidak benar) dalam perkara-perkara kecil, ia tidak setia (tidak benar) dalam perkara-perkara besar (bnd. Luk. 19:17 ; Mat. 25:21). Kalau kita membaca ay.11 yang dimaksud dengan “perkara-perkara kecil” itu adalah harta milik duniawi (=”mamon yang tidak baik”), sedangkan “perkara-perkara besar” itu disebutkan “harta yang sesungguhnya” yaitu keselamatan.
   Di sini Yesus mengajarkan kepada kita bahwa belajar menjadi setia dimulai dari perkara-perkara kecil. Seseorang yang tidak setia dalam mengelola pendapatan dan penggunaan harta duniawi akan sama saja saat mengendalikan perkara-perkara yang rohani. Jika seseorang sangat buruk dalam mengelola keuangan, sangat sukar untuk mempercayainya dengan kekayaan rohani. Itulah sebabnya kita semua perlu dibebaskan dari cinta uang (1Tim. 6:10). Kita sedikitpun tidak akan dipercaya memiliki perkara-perkara besar sampai kita setia dalam perkara-perkara kecil, khususnya setia dalam penggunaan uang. Masalah uang cukup pelik dan terkait dengan kehidupan kita. Saat kita berbicara tentang pekerjaan, pendidikan, pakaian, rumah, kebutuhan sehari-hari, pergi berlibur dan lain-lain, semuanya ini melibatkan uang. Padahal uang itu perkara kecil dalam panggilan kesetiaan kita. Jika kita tidak setia dan tidak benar dalam keuangan (dalam perkara-perkara kecil), siapa yang akan mempercayakan kita harta sesungguhnya? Dan siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?  Tuhan sudah mempercayakan banyak hal kepada kita anak-anakNya. Dia telah melimpahkan anugerah dan karunia ke atas kita. Dia memenuhi hati kita dengan kasih-Nya, Dia telah memberikan kita otoritas dan kuasa. Dia mengurapi kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Dia memberikan kita kemampuan untuk menghasilkan kekayaan yang sesungguhnya bukan milik kita; sesuatu yang tidak akan kita bawa ke liang kubur ketika ajal menjemput kita, sebaliknya semuanya itu akan kita tinggalkan. Benda-benda itu tidak dapat menjadi milik kita yang permanen. Sebaliknya di surga kita akan memperoleh apa yang sungguh-sungguh dan yang secara kekal menjadi milik kita. Dan apa yang akan kita peroleh di surga tergantung bagaimana kita menggunakan benda-benda di mana kita hanyalah bendaharanya.  Tuhan ingin agar kita setia dan benar  terhadap SEMUA yang telah Dia berikan kepada kita agar kita dapat menggenapi panggilanNya.
   Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan sebab seorang hamba tidak akan sungguh-sungguh setia kepada keduanya. Bagaimana kita mengelola keuangan sangat menentukan sikap kita terhadap uang. Sikap kita terhadap uang akan menyatakan penundukan diri kita terhadap Tuhan. Tentu saja, sikap tunduk atau pemberontakan kita terhadap Tuhan akan memberikan dampak terhadap bagaimana cara mengumpulkan kekayaan dan menggunakannya. Uang memiliki kekuatan yang menggoda. Semakin banyak yang kita dapatkan semakin kita menginginkannya. Siapakah tuan bagi kita, Tuhan atau uang? Saat menghadapi masalah, seberapa baikkah kita dapat dipercaya? Apakah kita menjadi tidak setia dan tidak benar kepada atasan atau kepada keluarga dengan menyalahgunakan waktu, uang atau bahkan jabatan? Apakah kita mau mengendalikan uang atau uang yang mengendalikan kita? Dengan bisa dipercaya dalam keuangan berarti membuka pintu untuk kekayaan rohani lebih lagi.
   Bagaimana kita mengelola keuangan hanyalah merupakan salah satu aspek yang dapat memperlihatkan apakah kita seorang penata layan yang baik atau tidak. Sudah jelas dikatakan bahwa tidak mungkin untuk mengabdi kepada dua tuan: Tuhan dan Mamon/kekayaan. Sebab jika kita mengabdi kepada dua tuan, bisa terjadi yang seorang dikasihi yang lainnya dibenci, kepada yang seorang  kita setia tetapi kepada yang lain kita tidak mengindahkannya. Pilihlah, mengabdi kepada Tuhan atau kepada uang. Jika kita mengabdi kepada Tuhan, kita menjadi bijaksana dalam menggunakan uang karena kita mengelola uang tersebut bagi kemuliaanNya. Di lain pihak, jika kita setia kepada kekayaan, pada akhirnya kita pasti akan melayani uang karena uang telah menjadi tuan kita.
   Tuhan menginginkan kita menjadi orang yang bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah Dia percayakan kepada kita. Untuk dapat bertanggungjawab kita harus mempunyai dasar yang teguh dalam berhubungan dan memperlakukan uang atau mammon yaitu hidup setia dan benar. Mamon itu dapat menjadi sahabat kita, tetapi ia juga dapat menjadi musuh yang hendak membinasakan iman kita. Setia kepada Allah dan benar dalam berbakti kepada Allah akan menyelamatkan kita dari cobaan Iblis yang memakai mammon untuk menjatuhkan kita. Boleh bersahabat dengan mammon namun tetap sadar bahwa kita adalah milik Allah. Mamon atau uang yang ada dalam penguasaan kita dimaksudkan agar kita dapat memakainya, namun dengan menyadari bahwa uang itu adalah milik Allah. Pada waktu kita berhasil mengumpulkan banyak uang, lalu berkata bahwa itu adalah hasil jerih payah kita, milik kita pribadi, maka kita sedang berada dalam keadaan yang berbahaya. Mamon atau uang akan merantaikan hati kita dan menjadi budaknya sehingga kita binasa dalam kuasanya. Yesus mengingatkan: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”.  Allah adalah tuan yang paling eksklusif. Kita menjadi miliknya seratus persen atau tidak sama sekali. Oleh sebab itu, berlakulah setia dan benar dengan apa yang ada pada kita (harta, kekayaan, uang, jabatan, dll) dengan memakainya untuk kemuliaan Tuhan. Setialah dalam perkara-perkara kecil maka kepada kita akan dipercayakan perkara-perkara besar. Mengabdilah kepada Tuhan maka harta yang sesungguhnya yaitu keselamatan dan kehidupan yang kekal akan dianugerahkan kepada kita. Amin.


Pdt. Agus Dasa Silitonga, STh
HKBP Kernolong - Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar