BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Jumat, 12 November 2010
Renungan: ”AKU TAHU: PENEBUSKU HIDUP, DAN AKHIRNYA IA AKAN BANGKIT DI ATAS DEBU”
”AKU TAHU: PENEBUSKU HIDUP, DAN AKHIRNYA IA AKAN BANGKIT DI ATAS DEBU”
( Ayub19 : 25 )
Diceritakan, bahwa Ayub adalah orang yang sangat saleh dan takut akan Tuhan. Kesalehan dan takut akan Allah menjadi pegangan hidupnya dan selalu dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari. Namun demikian, dengan berbuat saleh apakah orang dengan demikian terbebas dari penderitaan? Inilah yang menjadi pertanyaan yang sangat besar yang dipertanyakan dalam kitab Ayub. Diceritakan, bahwa penderitaan menimpa Ayub yang saleh dan takut akan Tuhan, dan bahkan penderitaan yang sangat berat. Dia semula adalah orang sangat kaya raya, namun seluruh ya seluruh harta bendanya habis. Namun tidak hanya harta bendanya saja yang habis; bahkan dia menderita sakit, yaitu sakit yang sangat menyedihkan. Oleh karena penderitaan itu dia meneriakkan ratapannya: “Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan. Biarlah hari itu menjadi kegelapan, janganlah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya, dan janganlah cahaya terang menyinarinya. ... Karena ganti rotiku adalah keluh kesahku, dan keluhanku tercurah seperti air. Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.” (Pasal 3). Oleh karena penderitaan yang sangat berat itulah dia meratap. “Ah, kiranya perkataanku ditulis, dicatat dalam kitab, terpahat dengan besi pengukir dan timah pada gunung batu untuk selama-lamanya!” (Ayb.19:23-24).
Ratapan Ayub ini dapat diterjemahkan bebas sebagai berikut: “Ah, kiranya penderitaan dan pengalaman pahitku yang tidak adil ini tercatat dalam kitab kehidupan manusia, dan terpahat dengan besi pengukir dan timah pada batu nisanku untuk selama-lamanya!”
Mengapa orang saleh tetap saja menderita? Demikian teriak Ayub. Dia membutuhkan teman-teman yang dapat menghiburnya. Teman-temannya datang menjenguknya, namun mereka malah memberi kuliah ajaran sebab-akibat, tabur-tuai. Menurut ajaran ini, orang akan menuai sesuai yang dia tabur. Jika dia menabur biji yang baik, dia akan menuai buah yang baik. Namun jika orang menabur biji yang jelek, biji kejahatan, maka dia akan menuai buah yang jelek, buah kejahatan. Dulu Ayub saleh, sehingga dia diberkati dan kaya raya. Namun Ayub yang kini mereka hadapi adalah Ayub yang miskin, yang sakit-sakitan, yang menderita. Jadi menurut ajaran ini, Ayub berarti adalah orang yang telah berbuat jahat di hadapan Tuhan. Apakah benar demikian? Tidak. Ayub yang kini menderita tetap Ayub yang saleh. Penderitaan Ayub bukanlah disebabkan karena kejahatan yang telah Ayub perbuat di hadapan Tuhan. Penderitaan Ayub merupakan sebuah pengalaman yang dihadapi setiap manusia yang masih hidup di dunia. Namun meskipun demikian, dia berkata: “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikanNya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana merana karena rindu (Ayb.19:25-27).
Ayub 19:25. LAI TB, Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. KJV, For I know that my redeemer liveth, and that he shall stand at the latter day upon the earth: Hebrew, וַאֲנִי יָדַעְתִּי גֹּאֲלִי חָי וְאַחֲרֹון עַל־עָפָר יָקוּם׃
Semua manusia, yang percaya dan yang tidak percaya, akan mati. Akan tetapi, kata mati di dalam Alkitab, memiliki lebih dari satu arti. Penting untuk mengerti hubungan orang percaya dengan berbagai arti kematian. Kejadian 2:1-3:24 mengajarkan bahwa kematian memasuki dunia karena dosa. Orang-tua pertama kita diciptakan dengan kemampuan untuk hidup selama-lamanya; ketika mereka tidak menaati perintah Allah, mereka dijatuhi hukuman atas dosa itu, yaitu kematian.
1) Adam dan Hawa tunduk kepada kematian jasmaniah. Allah telah menempatkan pohon kehidupan di tengah taman Eden agar dengan terus-menerus memakan buahnya umat manusia tidak akan pernah mati (Kej. 2:9). Tetapi setelah Adam dan Hawa memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, Allah mengatakan, "engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu" (Kej. 3:19). Sekalipun mereka tidak mati secara jasmaniah pada hari mereka memakan buah itu, mereka kini tunduk pada hukum kematian sebagai akibat dari kutukan Allah.
2) Adam dan Hawa juga mati secara moral. Allah mengingatkan Adam bahwa ketika ia makan buah yang terlarang itu, ia pasti akan mati (Kej. 2:17). Peringatan itu sangat serius. Sekalipun Adam dan Hawa tidak mati secara jasmaniah pada hari itu, mereka mati secara moral, yaitu tabiat mereka menjadi berdosa. Sejak Adam dan Hawa, semua orang dilahirkan dengan tabiat berdosa (Rm. 8:5-8), yaitu suatu keinginan bawaan untuk mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan Allah atau orang lain (Kej. 3:6; Rm. 3:10-18, Ef. 2:3; Kol. 2:13).
3) Adam dan Hawa juga mati secara rohani ketika mereka tidak taat kepada Allah, yaitu hubungan intim mereka yang dahulu dengan Allah menjadi rusak (Kej. 3:6). Mereka tidak lagi mengharapkan saat-saat berjalan dan berbincang-bincang dengan Allah di taman; sebaliknya mereka bersembunyi dari hadapan-Nya (Kej. 3:8). Di bagian lainnya, Alkitab mengajarkan bahwa terlepas dari Kristus, semua orang terasing dari Allah dan dari hidup di dalam-Nya (Ef. 4:17-18); mereka mati secara rohani.
4) Akhirnya, kematian sebagai akibat dosa mencakup kematian kekal. Hidup kekal seharusnya menjadi akibat ketaatan Adam dan Hawa (Kej. 3:22); sebaliknya, prinsip kematian kekal telah diberlakukan. Kematian kekal adalah hukuman dan pemisahan kekal dari Allah sebagai akibat ketidaktaatan (Kej. 3:4), yaitu "menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya" (2 Tes. 1:9; Rm. 6:16).
5) Satu-satunya cara untuk lolos dari semua aspek kematian ini ialah melalui Yesus Kristus yang "telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa" (2 Tim. 1:10). Dengan kematian-Nya Ia mendamaikan kita dengan Allah, sehingga memutarbalikkan pemisahan dan pengasingan rohani yang dihasilkan dosa (Kej. 3:24; 2 Kor. 5:18). Oleh kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan dan mematahkan kuasa Iblis, dosa, dan kematian jasmaniah (Kej. 3:15; Rm. 5:18-19, 6:10; 1 Kor. 15:12-28; 1 Yoh. 3:8). Umat Allah di Perjanjian Lama sudah bersaksi bahwa orang percaya tidak akan selamanya tinggal di dalam kubur. (Ayb. 19:25-26; Mzm. 16:9-11).
MAKNA KEMATIAN JASMANIAH BAGI ORANG PERCAYA
Sekalipun orang percaya di dalam Kristus memiliki jaminan hidup kebangkitan, mereka masih harus mengalami kematian jasmaniah. Tetapi orang percaya menghadapi kematian dengan sikap yang berbeda dari orang tidak percaya. Berikut adalah beberapa kebenaran yang dinyatakan Alkitab mengenai kematian seorang percaya.
1) Kematian bagi orang Kristen bukan merupakan akhir hidup, tetapi awal yang baru. Kematian bukan sesuatu untuk ditakuti (1 Kor. 15:55-57), melainkan saat perpindahan kepada hidup yang lebih sempurna. Kematian bagi orang percaya adalah kelepasan dari aneka kesulitan di dunia ini (2 Kor. 4:17) dan dari tubuh duniawi, supaya dikenakan hidup dan kemuliaan surgawi (2 Kor. 5:1-5). Paulus berbicara tentang kematian jasmaniah sebagai tidur (1 Kor. 15:6,18,20; 1 Tes. 4:13-15), dan secara tidak langsung menyatakan bahwa kematian adalah perhentian dari pekerjaan dan penderitaan dunia (Why. 14:13). Kematian berarti pergi untuk tinggal bersama dengan nenek moyang kita yang saleh yang telah mati sebelumnya (Kej. 25:8) dan menjadi pintu masuk ke hadapan Allah yang hidup (Flp. 1:23).
2) Alkitab juga membicarakan kematian orang percaya dengan istilah-istilah yang menghibur. Kematian seorang percaya "berharga di mata Tuhan" (Mzm. 116:15). Kematian adalah "masuk ke tempat damai" (Yes. 57:1-2) dan "ke dalam kemuliaan" (Mzm. 73:24); dibawa malaikat "ke pangkuan Abraham" (Luk. 16:22); masuk "Firdaus" (Luk. 23:43); pergi ke rumah Bapa di mana ada "banyak tempat" (Yoh. 14:2); keberangkatan berbahagia untuk "bersama dengan Kristus" (Flp. 1:23); keadaan "menetap pada Tuhan" (2 Kor. 5:8); "mati di dalam Kristus" (1 Kor. 15:18; Yoh. 11:11; 1 Tes. 4:13); suatu "keuntungan ... itu memang jauh lebih baik" (Flp. 1:21,23) dan saat untuk menerima "mahkota kebenaran" (2 Tim. 4:8").
3) Mengenai jangka waktu di antara kematian jasmaniah seorang percaya dengan kebangkitan tubuhnya, Alkitab mengajarkan yang berikut: (a) Pada saat kematian orang percaya dibawa ke hadapan Kristus (2 Kor. 5:8; Flp. 1:23). (b) Orang percaya berada dalam kesadaran penuh (Luk. 16:19-31) dan mengalami sukacita atas kebaikan dan kasih yang diperlihatkan oleh Allah (Ef. 2:7). (c) Surga itu bagaikan rumah, yaitu tempat beristirahat dan aman (Why. 6:11) dan tempat berkumpul dan bersekutu dengan sesama orang percaya (Yoh. 14:2"). (d) Kegiatan di surga meliputi penyembahan dan bernyanyi (Mzm. 87:1-7; Why. 14:2-3; 15:3), tugas-tugas yang sudah ditetapkan (Luk. 19:17), serta makan dan minum (Luk. 14:15; 22:14-18; Why. 22:2). (e) Selama menantikan kebangkitan tubuh, orang percaya bukan merupakan roh tanpa tubuh, tetapi berselimutkan tubuh surgawi yang sementara (Luk. 9:30-32; 2 Kor. 5:1-4). (f) Di surga orang percaya tetap memiliki jati-diri mereka (Mat. 8:11; Luk. 9:30-32). (g) Orang percaya yang sudah mati tetap akan memperhatikan maksud-maksud Allah di bumi (Why. 6:9-11).
4) Sekalipun banyak pengharapan dan sukacita menanti orang percaya pada saat kematiannya, orang percaya masih bersedih ketika seorang anggota keluarganya meninggal. Misalnya, setelah kematian Yakub, Yusuf sangat meratapi kematian ayahnya; tanggapannya atas kematian ayahnya adalah contoh bagi semua orang percaya yang mengalami kematian seorang anggota keluarga (Kej. 50:1).
Marta merupakan pengikut Yesus. Kita dapat melihat dengan jelas pengharapannya akan kehidupan di masa depan. Ketika kakaknya Lazarus meninggal, Yesus mengatakan kepadanya, “Saudaramu akan bangkit." Kata Marta kepada-Nya: "Aku tahu bahwa ia (Lazarus) akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman." Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yoh.11:23-25)
Alkitab mengatakan kepada kita bahwa, “Upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 6:23). Mereka yang tidak mencari Allah, atau tidak memiliki keinginan untuk melayani-Nya, atau mengerti akan rencana-rencana-Nya melalui Yesus Kristus, tidak akan menerima imbalan dari Allah. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa: “Orang yang menyimpang dari jalan akal budi akan berhenti di tempat arwah-arwah berkumpul” (Kid. 21:16).
Catatan: terjemahan bahasa Indonesia dari ayat ini kurang tepat. Dalam terjemahan bahasa Inggris, kata ‘arwah-arwah’ tidak pernah muncul, seperti yang dapat anda baca: “The man that wandereth out of the way of understanding shall remain in the congregation of the dead”. Terjemahan yang lebih tepat seharusnya: “Orang yang menyimpang dari jalan akal budi akan tetap berada di tempat orang-orang mati”.
Yesus adalah yang pertama dibangkitkan dari kematian untuk kehidupan kekal. “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.” (1 Kor. 15:20)
Sebagai yang sulung, dia merupakan hasil pertama dari panen, sebagai tanda baik akan hasil-hasil panen yang lain. Paulus menggunakan perumpamaan panen ini untuk menunjukkan urutan kebangkitan: “Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.” (1 Kor. 15:23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar