“TUHAN MENYENDENGKAN
TELINGA-NYA KEPADAKU”
Masmur 116 : 1 – 2 , 12 – 19
Minggu, 02 April 2015
“Kamis Putih”
I.
PENDAHULUAN
yanyian
syukur ini dari awal sampai akhir sangat bersifat pribadi. Pemakaiannya dalam kumpulan
Mazmur Haleluya dalam hubungan dengan berbagai hari raya utama barangkali
menunjukkan bahwa mazmur ini dikaitkan dengan pemenuhan nazar-nazar oleh
seseorang. LXX (Alkitab Berbahasa Latin) membagi mazmur ini menjadi dua syair
terpisah, dengan pembagian sesudah ayat 9. Sering munculnya ekspresi-ekspresi
Aram menunjuk pada keadaan pasca-pembuangan.
Puji-pujian
karena Diselamatkan. Aku mengasihi Tuhan, sebab … Sementara
menghadapi kesulitan besar serta sakit penyakit, pemazmur berseru dan Tuhan
menjawab. Melalui pengalaman doa yang terjawab ini, dia menjadi mengenal Allah
sebagai pengasih, adil, dan penyayang. Melalui pengalaman, kini dia mengetahui
bahwa Allah memelihara, menolong, memberi secara limpah, dan menyelamatkan. Di
tengah kegembiraannya yang meluap dia ingat bahwa sebelum itu dia berpegang
teguh pada imannya, bahkan ketika dia mengatakan, "Aku ini sangat
tertindas". Dalam ketakutannya atau kekhawatirannya dia telah mengatakan,
"Semua manusia pembohong," yakni suka dusta sebab tidak memenuhi
janji mereka untuk memberikan pertolongan. Ketika dia dalam Mzm 116:11 mengutip
Mzm 31:22, barangkali dia mau menunjukkan bahwa dia kini telah belajar,
bersandar kepada Allah di hadapan kelemahan moral manusia.
II. PENJELASAN
TEKS
Mazmur ini dibuka dengan ungkapan pemazmur, “Aku
mengasihi Tuhan.” Kasih pemazmur ini merupakan respons terhadap kasih Allah
yang telah menyendengkan telinga-Nya kepadanya (ayat 2). Ungkapan ini didasari
pada pengalamannya dibebaskan dari bahaya maut. Memang tidak disebutkan oleh apa
bahaya maut itu disebabkan, tetapi ia merasa sudah tertangkap oleh sang maut
(ayat 3). Pemazmur menuturkan bagaimana ia mengalami krisis iman ketika
tenggelam dalam penderitaannya. Tidak ada seorang pun yang menolong. Sendiri
dalam penderitaan melahirkan kekecewaan yang dalam (ayat 11). Namun, keadaan
itu tidak menggoyahkan kepercayaannya kepada Tuhan (ayat 10). Wajar bila
pemazmur rindu untuk membalas segala kebaikan Allah. Ia akan mengangkat piala
keselamatan, menyerukan nama-Nya (ayat 13), membayar nazarnya di depan umat
Allah (ayat 14,18); mempersembahkan kurban syukur kepada Allah. Artinya, ia
ingin hidupnya selalu memuliakan Allah.
Dari pengalaman iman pemazmur bersama Allah ini, kita
belajar tiga hal. Pertama, hakikat hidup kita adalah karunia Tuhan semata-mata,
dan bernilai kekal. Kedua, hidup kita berharga di mata-Nya. Hal ini makin membuat
kita menghayati kehadiran dan keberadaan Allah yang mempedulikan keberadaan
umat-Nya. Bahkan tidak akan dibiarkan-Nya kematian menjemput mereka sebelum waktunya
(ayat 15). Ketiga, kebaikan Allah yang juga bernilai kekal itu diresponi
dengan sikap paling mulia, yaitu mengabdi sebagai hamba-Nya, makin
mengasihi-Nya untuk selama-selamanya.
Ungkapan Syukur. Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan?
Kesadaran pembicara akan berkat-berkat Allah melahirkan hasratnya untuk
mewujudkan sikap bersyukur yang lebih kongkret. Dia berjanji akan memberikan
persembahan minuman (mengangkat piala keselamatan), beribadah (menyerukan nama Tuhan), membayar nazar, dan mempersembahkan kurban
syukur. Ini bukan tata cara kurban dan persembahan Yang biasa. Kerendahan hati
pemazmur dan kesadarannya akan dedikasi terlihat dalam ayat 16. Sebagai seorang
hamba yang dipercayai (anak dari hamba-Mu perempuan), dia mengekspresikan ketergantungannya kepada
Allah. Dorongan ingin membalas kasih Tuhan adalah dasar dari hasrat untuk hidup
dan berkarya bagi Tuhan. Tentu saja tak mungkin dapat membalas kebaikan Tuhan.
Akan tetapi, menyaksikan kebaikan Tuhan dan menghayati hidup sebagai ibadah
adalah bentuk syukur yang layak bagi Tuhan (bdk. Roma 12:1-2).
III. PENUTUP
Kristen hidup dalam tiga dimensi waktu
yaitu masa kini, masa lalu, dan masa depan, sesuai dengan ungkapan pemazmur di
pasal ini. Pada masa kini ia mengasihi Allah (1), pada masa lalu: "Ia
mendengarkan suaraku" (1), dan di masa depan "seumur hidupku aku akan
berseru kepada-Nya" (2). Pemazmur sendiri hidup dalam tiga dimensi:
setelah doanya terjawab (masa lalu), dia mengasihi Allah (masa kini), dan
dengan permohonan doa-doanya, ia melanjutkan hidup masa depannya.
Kasih karunia penggerak tindakan. Dalam
Mazmur ini, dimensi yang ke tiga merupakan tindakan konkrit, karena kasih
karunia Allah sudah dilimpahkan kepada manusia (ay. 2,13,17). Bahkan di ayat
13, bila dilihat berdasarkan perspektif Perjanjian Baru tentang cawan Yesus,
ini bermakna bagi setiap Kristen yang sudah menerima kasih karunia bahwa
"mengangkat cawan keselamatan" berarti (a) bukti ia berserah dan percaya
sepenuhnya kepada-Nya; (b) taat kepada-Nya dalam segala situasi;
(c) memelihara
persekutuan dengan-Nya; dan (d) tetap berpengharapan akan bersekutu
dengan-Nya. Empat hal itu adalah ungkapan "aku mengasihi
Tuhan" (ay. 1). Bila Mazmur ini ditempatkan dalam kehidupan Kristen, maka
tiga dimensi waktu yang berkesinambungan itu hanya akan berakhir ketika Bapa
memanggil kita pulang.
01 Maret 2015
Pdt. Sofian Mangaraja Pane, S.Th
Melayani di GKPA Resort Padangbolak
kabid_aspel06@yahoo.co.id
www.sofianpane.blogspot.com |
BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Kamis, 12 Maret 2015
Khotbah Kamis Putih, 02 April 2015: Masmur 116 : 1 – 2 , 12 – 19
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar