Kamis, 12 Maret 2015

Khotbah Kamis Putih, 02 April 2015: Masmur 116 : 1 – 2 , 12 – 19

widgeo.net
“TUHAN MENYENDENGKAN
TELINGA-NYA KEPADAKU”
Masmur 116 : 1 – 2 , 12 – 19
Minggu, 02 April 2015
“Kamis Putih”




I.       PENDAHULUAN
N
yanyian syukur ini dari awal sampai akhir sangat bersifat pribadi. Pemakaiannya dalam kumpulan Mazmur Haleluya dalam hubungan dengan berbagai hari raya utama barangkali menunjukkan bahwa mazmur ini dikaitkan dengan pemenuhan nazar-nazar oleh seseorang. LXX (Alkitab Berbahasa Latin) membagi mazmur ini menjadi dua syair terpisah, dengan pembagian sesudah ayat 9. Sering munculnya ekspresi-ekspresi Aram menunjuk pada keadaan pasca-pembuangan.

Puji-pujian karena Diselamatkan. Aku mengasihi Tuhan, sebab …  Sementara menghadapi kesulitan besar serta sakit penyakit, pemazmur berseru dan Tuhan menjawab. Melalui pengalaman doa yang terjawab ini, dia menjadi mengenal Allah sebagai pengasih, adil, dan penyayang. Melalui pengalaman, kini dia mengetahui bahwa Allah memelihara, menolong, memberi secara limpah, dan menyelamatkan. Di tengah kegembiraannya yang meluap dia ingat bahwa sebelum itu dia berpegang teguh pada imannya, bahkan ketika dia mengatakan, "Aku ini sangat tertindas". Dalam ketakutannya atau kekhawatirannya dia telah mengatakan, "Semua manusia pembohong," yakni suka dusta sebab tidak memenuhi janji mereka untuk memberikan pertolongan. Ketika dia dalam Mzm 116:11 mengutip Mzm 31:22, barangkali dia mau menunjukkan bahwa dia kini telah belajar, bersandar kepada Allah di hadapan kelemahan moral manusia.

II.    PENJELASAN TEKS
Mazmur ini dibuka dengan ungkapan pemazmur, “Aku mengasihi Tuhan.” Kasih pemazmur ini merupakan respons terhadap kasih Allah yang telah menyendengkan telinga-Nya kepadanya (ayat 2). Ungkapan ini didasari pada pengalamannya dibebaskan dari bahaya maut. Memang tidak disebutkan oleh apa bahaya maut itu disebabkan, tetapi ia merasa sudah tertangkap oleh sang maut (ayat 3). Pemazmur menuturkan bagaimana ia mengalami krisis iman ketika tenggelam dalam penderitaannya. Tidak ada seorang pun yang menolong. Sendiri dalam penderitaan melahirkan kekecewaan yang dalam (ayat 11). Namun, keadaan itu tidak menggoyahkan kepercayaannya kepada Tuhan (ayat 10). Wajar bila pemazmur rindu untuk membalas segala kebaikan Allah. Ia akan mengangkat piala keselamatan, menyerukan nama-Nya (ayat 13), membayar nazarnya di depan umat Allah (ayat 14,18); mempersembahkan kurban syukur kepada Allah. Artinya, ia ingin hidupnya selalu memuliakan Allah.

Dari pengalaman iman pemazmur bersama Allah ini, kita belajar tiga hal. Pertama, hakikat hidup kita adalah karunia Tuhan semata-mata, dan bernilai kekal. Kedua, hidup kita berharga di mata-Nya. Hal ini makin membuat kita menghayati kehadiran dan keberadaan Allah yang mempedulikan keberadaan umat-Nya. Bahkan tidak akan dibiarkan-Nya kematian menjemput mereka sebelum waktunya (ayat 15). Ketiga, kebaikan Allah yang juga bernilai kekal itu diresponi dengan sikap paling mulia, yaitu mengabdi sebagai hamba-Nya, makin mengasihi-Nya untuk selama-selamanya.

Ungkapan Syukur. Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan? Kesadaran pembicara akan berkat-berkat Allah melahirkan hasratnya untuk mewujudkan sikap bersyukur yang lebih kongkret. Dia berjanji akan memberikan persembahan minuman (mengangkat piala keselamatan),  beribadah (menyerukan nama Tuhan),  membayar nazar, dan mempersembahkan kurban syukur. Ini bukan tata cara kurban dan persembahan Yang biasa. Kerendahan hati pemazmur dan kesadarannya akan dedikasi terlihat dalam ayat 16. Sebagai seorang hamba yang dipercayai (anak dari hamba-Mu perempuan),  dia mengekspresikan ketergantungannya kepada Allah. Dorongan ingin membalas kasih Tuhan adalah dasar dari hasrat untuk hidup dan berkarya bagi Tuhan. Tentu saja tak mungkin dapat membalas kebaikan Tuhan. Akan tetapi, menyaksikan kebaikan Tuhan dan menghayati hidup sebagai ibadah adalah bentuk syukur yang layak bagi Tuhan (bdk. Roma 12:1-2).

III. PENUTUP
Kristen hidup dalam tiga dimensi waktu yaitu masa kini, masa lalu, dan masa depan, sesuai dengan ungkapan pemazmur di pasal ini. Pada masa kini ia mengasihi Allah (1), pada masa lalu: "Ia mendengarkan suaraku" (1), dan di masa depan "seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya" (2). Pemazmur sendiri hidup dalam tiga dimensi: setelah doanya terjawab (masa lalu), dia mengasihi Allah (masa kini), dan dengan permohonan doa-doanya, ia melanjutkan hidup masa depannya.

Kasih karunia penggerak tindakan. Dalam Mazmur ini, dimensi yang ke tiga merupakan tindakan konkrit, karena kasih karunia Allah sudah dilimpahkan kepada manusia (ay. 2,13,17). Bahkan di ayat 13, bila dilihat berdasarkan perspektif Perjanjian Baru tentang cawan Yesus, ini bermakna bagi setiap Kristen yang sudah menerima kasih karunia bahwa "mengangkat cawan keselamatan" berarti (a) bukti ia berserah dan percaya sepenuhnya kepada-Nya; (b) taat kepada-Nya dalam segala situasi; (c) memelihara persekutuan dengan-Nya; dan (d) tetap berpengharapan akan bersekutu dengan-Nya. Empat hal itu adalah ungkapan "aku mengasihi Tuhan" (ay. 1). Bila Mazmur ini ditempatkan dalam kehidupan Kristen, maka tiga dimensi waktu yang berkesinambungan itu hanya akan berakhir ketika Bapa memanggil kita pulang.




01 Maret 2015
Pdt. Sofian Mangaraja Pane, S.Th
Melayani di GKPA Resort Padangbolak
kabid_aspel06@yahoo.co.id
www.sofianpane.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar