KASIHANILAH
AKU DAN DENGARKANLAH DOAKU
MINGGU MISERICORDIAS DOMINI
Minggu, 19 April 2015
Khotbah : Mazmur 4:2-9
eorang pilot sedang berbicara kepada seorang temannya. Temannya ini
bertanya kepadanya : "Mengapa ketika pesawat saya terbang kemarin
mengalami getaran yang cukup kuat walaupun hanya sebentar, dan itu juga terjadi
pada setiap penerbangan saya sebelumnya?" Mendengar kisah temannya ini,
sang pilot tersenyum sepertinya ia memahami apa yang dimaksud oleh sahabatnya.
"Saat itu pesawat pasti sedang berada di dalam awan yang harus
dilewati. Setiap kami terbang, kami selalu mengikuti arahan dari menara
pengatur penerbangan kami. Kami tidak dapat meminta agar penerbangan dibelokkan
agar tidak menembus awan sebab akan terjadi getaran yang lebih hebat nantinya
bahkan berujung pada kematian. Oleh karenanya, setiap akan menghampiri awan
kami telah siap," jawab sang pilot.
Hal demikian pun sering terjadi dalam kehidupan manusia. Ada saat
berjalan pada pandangan mulus dan bersih, ada kalanya berjalan pada masa
kekelaman. Pemazmur dengan rendah hati menuliskan doanya kepada Sang Pencipta.
Ia merasa dituduh oleh tuduhan yang tidak beralasan hingga ia mengadu kepada
Tuhan yang diisyaratkan membenarkannya dalam perkara tersebut. Ia tidak hanya
memujiNya yang diyakininya memberikan kelegaan pada masa pemazmur mendapat
kesesakan, melainkan ia juga merendahkan dirinya di hadapan Tuhan untuk
dikasihani dan didengarkan doanya (2).
Dialog dua arah ini (antara pemazmur dengan Tuhan) berkembang menjadi
tiga arah. Ia sangat tegas di dalam pendirian kepercayaannya kepada Tuhan
dengan mengingatkan betapa mulianya Tuhan yang ia banggakan menjadi hina ketika
dinodai dengan tuduhan seperti demikian (3). Ia meyakini bahwa Tuhan berada di
pihaknya (4).
Penggambaran suasana pada saat itu begitu jelas, ada ketidaksenangan
dari orang ketiga atas sikap Tuhan kepadanya. Oleh karenanya pemazmur
mengingatkan mereka agar di dalam kegentaran dan kemarahan, tidak berbuat dosa
(5). Pengakuan dari mereka begitu penting akan kebesaran Tuhan, melalui korban
bakaran (6).
Suasananya pun menjadi berubah, dari tuduhan yang mengarah kepadanya
kemudian pembelaan darinya dengan mengandalkan Tuhan hingga pada pengadilan
yang menentukan keputusan melalui kehadiranNya. Pemazmur memohon kepada Tuhan
agar memberikan pencerahan kepada mereka (7). Permohonannya pun berlanjut
dengan nada pujian ucapan syukur atas pemeliharaan Tuhan dalam kehidupannya
(8). Pemazmur mengakhiri doanya ini dengan kepasrahan kepada pengarahan Tuhan
yang akan membawanya kepada kenyamanan (9).
Melalui situasi doa pemazmur ini kita mendapat beberapa penekanan. Pertama, ada ucapan syukur. Di dalam
kesesakan pemazmur tidak menodai kepercayaannya dengan ungkapan kekesalan, melainkan lebih kepada ucapan syukur. Kedua, meminta. Doa yang ia
panjatkan sarat dengan kerendahan dirinya di hadapan Tuhan. Ketiga, keyakinan yang menimbulkan
harapan. Keempat, harapan yang menghasilkan ketenangan atau kelegaan jiwa.
Kesemuanya ini dilakukannya pada koridor jalan yang telah ditentukan
oleh Tuhan. Pemazmur mengungkapkan bahwasanya dalam masa sesak pun sudah
sepatutnya manusia meminta pertolongan. Alamat pertolongan itu tetap diarahkan
kepada Tuhan, bukan kepada yang lain sebab ada begitu banyak kebaikan dan
kemurahanNya yang pernah terjadi dalam kehidupan kita secara pribadi.
Masa kekelaman bisa menjadi masa penguatan bagi kita dari Tuhan. Oleh
karenanya, hal itu menjadi salah satu bagian hidup yang harus kita jalani,
bukan dihindari. Pemazmur meyakinkan kita untuk meminta pengasihan dari Tuhan
pada masa-masa itu. Memang benar, Tuhan mengetahui orang percaya yang sedang
menjalani masa kelam. Namun, lebih terasa kehadiran Tuhan apabila kita
membenamkan diri pada pengasihanNya dan ucapan syukur sebab Tuhan mendengarkan
doa umatNya yang meminta pengasihanNya dan tidak berpura-pura. Mari kita sambut
pengasihan Tuhan yang memelihara kita sekalian. Tuhan, kasihanilah aku dan
dengarkanlah doaku, Amin.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar