Kamis, 12 Maret 2015

Khotbah Minggu, 19 April 2015: Mazmur 4:2-9



KASIHANILAH AKU DAN DENGARKANLAH DOAKU

MINGGU MISERICORDIAS DOMINI
Minggu, 19 April 2015

Khotbah :  Mazmur 4:2-9





S
eorang pilot sedang berbicara kepada seorang temannya. Temannya ini bertanya kepadanya : "Mengapa ketika pesawat saya terbang kemarin mengalami getaran yang cukup kuat walaupun hanya sebentar, dan itu juga terjadi pada setiap penerbangan saya sebelumnya?" Mendengar kisah temannya ini, sang pilot tersenyum sepertinya ia memahami apa yang dimaksud oleh sahabatnya.

"Saat itu pesawat pasti sedang berada di dalam awan yang harus dilewati. Setiap kami terbang, kami selalu mengikuti arahan dari menara pengatur penerbangan kami. Kami tidak dapat meminta agar penerbangan dibelokkan agar tidak menembus awan sebab akan terjadi getaran yang lebih hebat nantinya bahkan berujung pada kematian. Oleh karenanya, setiap akan menghampiri awan kami telah siap," jawab sang pilot.
Hal demikian pun sering terjadi dalam kehidupan manusia. Ada saat berjalan pada pandangan mulus dan bersih, ada kalanya berjalan pada masa kekelaman. Pemazmur dengan rendah hati menuliskan doanya kepada Sang Pencipta. Ia merasa dituduh oleh tuduhan yang tidak beralasan hingga ia mengadu kepada Tuhan yang diisyaratkan membenarkannya dalam perkara tersebut. Ia tidak hanya memujiNya yang diyakininya memberikan kelegaan pada masa pemazmur mendapat kesesakan, melainkan ia juga merendahkan dirinya di hadapan Tuhan untuk dikasihani dan didengarkan doanya (2).

Dialog dua arah ini (antara pemazmur dengan Tuhan) berkembang menjadi tiga arah. Ia sangat tegas di dalam pendirian kepercayaannya kepada Tuhan dengan mengingatkan betapa mulianya Tuhan yang ia banggakan menjadi hina ketika dinodai dengan tuduhan seperti demikian (3). Ia meyakini bahwa Tuhan berada di pihaknya (4).

Penggambaran suasana pada saat itu begitu jelas, ada ketidaksenangan dari orang ketiga atas sikap Tuhan kepadanya. Oleh karenanya pemazmur mengingatkan mereka agar di dalam kegentaran dan kemarahan, tidak berbuat dosa (5). Pengakuan dari mereka begitu penting akan kebesaran Tuhan, melalui korban bakaran (6).

Suasananya pun menjadi berubah, dari tuduhan yang mengarah kepadanya kemudian pembelaan darinya dengan mengandalkan Tuhan hingga pada pengadilan yang menentukan keputusan melalui kehadiranNya. Pemazmur memohon kepada Tuhan agar memberikan pencerahan kepada mereka (7). Permohonannya pun berlanjut dengan nada pujian ucapan syukur atas pemeliharaan Tuhan dalam kehidupannya (8). Pemazmur mengakhiri doanya ini dengan kepasrahan kepada pengarahan Tuhan yang akan membawanya kepada kenyamanan (9).

Melalui situasi doa pemazmur ini kita mendapat beberapa penekanan. Pertama, ada ucapan syukur. Di dalam kesesakan pemazmur tidak menodai kepercayaannya dengan ungkapan kekesalan, melainkan lebih kepada ucapan syukur. Kedua, meminta. Doa yang ia panjatkan sarat dengan kerendahan dirinya di hadapan Tuhan. Ketiga, keyakinan yang menimbulkan harapan. Keempat, harapan yang menghasilkan ketenangan atau kelegaan jiwa.

Kesemuanya ini dilakukannya pada koridor jalan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Pemazmur mengungkapkan bahwasanya dalam masa sesak pun sudah sepatutnya manusia meminta pertolongan. Alamat pertolongan itu tetap diarahkan kepada Tuhan, bukan kepada yang lain sebab ada begitu banyak kebaikan dan kemurahanNya yang pernah terjadi dalam kehidupan kita secara pribadi.

Masa kekelaman bisa menjadi masa penguatan bagi kita dari Tuhan. Oleh karenanya, hal itu menjadi salah satu bagian hidup yang harus kita jalani, bukan dihindari. Pemazmur meyakinkan kita untuk meminta pengasihan dari Tuhan pada masa-masa itu. Memang benar, Tuhan mengetahui orang percaya yang sedang menjalani masa kelam. Namun, lebih terasa kehadiran Tuhan apabila kita membenamkan diri pada pengasihanNya dan ucapan syukur sebab Tuhan mendengarkan doa umatNya yang meminta pengasihanNya dan tidak berpura-pura. Mari kita sambut pengasihan Tuhan yang memelihara kita sekalian. Tuhan, kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku, Amin.
widgeo.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar