I.
Pendahuluan
Sampai sejauh ini Paulus telah menekankan
bahwa Allah adalah benar atau adil (bdg. Rm 3:26) dan bahwa Dia mencurahkan kebenaran
tersebut kepada orang yang percaya. Untuk pertanyaan tentang bagaimana
seseorang menjadi benar di hadapan Allah, sang rasul menjawab, "Bukan
melalui perbuatan, tetapi melalui percaya kepada Allah" (bdg. Rm 4:1-8).
Namun orang yang telah menerima kebenaran yang dicurahkan oleh Allah harus
hidup dengan benar juga. Paulus sekarang menunjukkan apa artinya ini. Pertama,
dia meniadakan beberapa pengertian yang salah tentang ajarannya mengenai kasih
karunia. Selanjutnya, rasul menunjukkan bahwa di dalam pergumulan melawan dosa,
orang percaya tidak boleh mengutuk hukum Taurat. kemudian dia melukiskan dosa
sebagai seorang penguasa yang kuat yang tidak dapat dikalahkan oleh kekuatan
manusia semata. Paulus mengakhiri bagian ini dengan menunjukkan bagaimana kemenangan
dapat diperoleh.
II.
Penjelasan
Teks
Kita semua yang telah dibaptis dalam
Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Sering juga digunakan ungkapan
dibaptis dalam nama seseorang (bdg. Kis 8:16; 19:5; 1Kor 1:13; 15; Mat 28:19).
Ketetapan baptisan difokuskan pada kematian Kristus-makna dan hasilnya. Tetapi
di sini Paulus menunjuk pada berbagai implikasi baptisan dalam kaitan dengan
cara hidup orang Romawi. Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama
dengan Dia oleh baptisan dalam kematian. "Dikuburkan bersama-sama"
menekankan realitas kematian Kristus. Kristus telah mati, dan orang percaya
benar-benar telah mati bersama dengan Dia. Sama seperti Kristus telah
dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa. Kalimat ini merupakan
sebuah kalimat perbandingan. Kebangkitan mengantar Tuhan Yesus pada suatu cara
hidup yang baru. Demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Karena
kita dipersatukan dengan Kristus dalam kematian-Nya, kita dipersatukan dengan
Dia di dalam kebangkitan-Nya. Bagi sang Juruselamat, kebangkitan berarti cara
hidup yang baru. Kita dikuburkan bersama-sama dengan Kristus agar kita, seperti
halnya Dia, dapat hidup dalam hidup yang baru. Yang dimaksudkan di sini adalah
kehidupan sehari-hari. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama
dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan
kebangkitan-Nya. Kata sama dengan dipakai dengan dua kata lainnya-kematian dan
kebangkitan. Sekalipun di dalam naskah asli kata sama dengan hanya terdapat
satu kali, jelas bahwa Paulus bermaksud mengaitkannya dengan kematian dan juga
kebangkitan. Beberapa orang ingin menambahkan "Dia" di dalam ayat
ini-"sebab kita telah menjadi satu dengan Dia di dalam apa yang sama
dengan kematian-Nya". Tetapi kematian dan kebangkitan-Nya menjelaskan
bahwa inti dalam uraian ini adalah Kristus. Kata Dia tidak dijumpai di dalam
naskah asli, dan ayat tersebut dapat dipahami dengan baik tanpa kata tersebut.
Penekanan di dalam ayat ini terletak pada istilah sama dengan (homoioma).
Berbuat dosa dengan cara yang sama dengan pelanggaran Adam (Rm 5:14) berarti
berdosa dengan cara yang sama, yaitu melanggar suatu perintah tertentu. Itu
tidak berarti melakukan pelanggaran yang sama. Dengan demikian kata ini bisa
memiliki arti "gambaran," "contoh," "reproduksi."
Karena orang-orang percaya sudah mengalami kematian yang sama dengan kematian
Kristus, mereka pasti akan mengalami kebangkitan yang sama dengan kebangkitan
Kristus. Ini tidak berarti bahwa cara kebangkitan yang dialami akan sama:
dengan kebangkitan Kristus yang dimaksudkan ialah bahwa orang-orang percaya
akan mengalami kebangkitan seperti Dia. Dalam baptisan orang percaya
dipersatukan dengan gambaran kematian-Nya. Dipersatukan dengan apa yang sama
dengan kebangkitan Kristus merupakan suatu pengharapan akan masa depan yang
mereka yakini. Kedua kenyataan ini (baptisan dan kebangkitan) menunjuk kepada
suatu cara hidup yang telah berubah di antara dua peristiwa tersebut-hidup
dalam hidup yang baru.
Di dalam ayat 6-10 seperti halnya di dalam
ayat 2, Paulus menunjuk kepada peristiwa bersejarah yakni kematian Kristus.
Manusia lama kita. Manusia sebelumnya yang belum lahir baru. Manusia yang belum
lahir baru ini disalibkan bersama dengan Kristus supaya tubuh dosa kita hilang
kuasanya. Tubuh ditekankan di sini karena peranan yang dimainkan tubuh dalam
tindakan manusia melaksanakan keinginan berdosanya. Agar jangan kita
menghambakan diri lagi kepada dosa. Di sini dosa dipersonifikasikan. Selaku
penguasa kejam, dosa memperbudak manusia. Sebab siapa yang telah mati ia telah
bebas dari dosa. Seseorang yang sudah mati tidak dapat melakukan apa-apa.
Seseorang yang telah mati terhadap dosa tidak tanggap lagi terhadap pola hidup
berdosa. Jadi jika kita telah mati dengan Kristus. Kematian kita bersama
Kristus merupakan landasan dari keyakinan kita bahwa kita akan dibangkitkan
bersama Dia. Kematian Kristus adalah dalam kaitan dengan dosa. Kemenangan-Nya
atas maut bersifat permanen. Hal ini terjadi satu kali untuk selama-lamanya.
Sejak kematian-Nya Kristus hidup sepenuhnya bagi Allah, yaitu hidup hanya demi
keuntungan dan kemuliaan Allah. Dan Dia telah hidup sepenuhnya bagi Allah
sebelum kematian-Nya. Tetapi setelah Yesus menyelesaikan karya penebusan yang
berpusat pada kematian-Nya, hidup-Nya bagi Allah memperoleh wajah baru. Dia
telah menangani masalah dosa untuk selama-lamanya. Dia telah mengalahkan maut.
Dengan kalahnya dosa dan maut, Dia dapat hidup bagi Allah dengan
pengalaman-pengalaman tersebut di belakang-Nya. Tentu semua ini mempunyai
akibat tertentu bagi orang-orang percaya, sebagaimana disampaikan Paulus dengna
menyatakan “demikianlah hendaknya kamu memandangnya (atau menganggapnya) bahwa
kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.”
Kenyataan bahwa kita harus terus menganggap diri kita mati terhadap dosa
menunjukkan bahwa kemungkinan untuk berbuat dosa selalu ada, tetapi cara
pandang kita lebih daripada sekadar negatif. Kita menganggap diri kita hidup
(senantiasa hidup) bagi Allah.
III. Penutup
Sebagai anak-anak Allah, kita memiliki Roh
Allah yang memampukan kita hidup taat pada Dia dan tidak tunduk pada kedagingan
kita. Namun selama kita masih hidup dalam tubuh yang fana, godaan itu akan
terus hadir. Kalau kita tidak dekat dengan Allah dan tidak mau dengar-dengaran
pimpinan Roh-Nya, kita bisa gagal. Kita bisa terjebak lagi pada kedagingan
manusia lama kita. Lalu bagaimana cara agar kita tidak mudah jatuh, melainkan
semakin lama semakin kokoh dalam iman dan kekudusan? Pertama-tama, ingatlah
bahwa Yesus sudah mati bagi kita. Ia sudah mengalahkan kuasa dosa (ayat 10).
Oleh karena itu manusia lama kita, yaitu tubuh dosa kita telah ikut pula
disalibkan sehingga dosa tidak berkuasa lagi atas kita (ayat 6). Maka kita
harus memandang diri kita telah mati bagi dosa (ayat 11). Artinya kita harus
mematikan keinginan berdosa kita. Jangan biarkan anggota tubuh kita dipakai
untuk berbuat dosa. Perlu ada langkah-langkah konkret untuk tidak menyerah pada
godaan dosa. Kedua, Yesus sudah bangkit dari kematian. Kuasa maut sudah
dikalahkan. Kuasa Yesus sekarang membangkitkan dalam diri kita hasrat baru
untuk hidup kudus dan menyenangkan hati Tuhan. Kita harus memandang diri kita
sekarang sebagai hidup bagi Allah. Oleh karena itu panggilan hidup anak-anak
Tuhan adalah menyerahkan anggota-anggota tubuh untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik yang menjadi berkat buat orang lain dan yang
memuliakan Tuhan. Pakailah mata kita untuk memandang keindahan ciptaan Tuhan
dengan rasa takjub sehingga hati dan mulut kita tak putus-putus memuji kebesaran-Nya.
Gunakan tangan kita untuk menopang orang yang jatuh tersandung, sebagai wujud
kasih Allah dalam diri kita. Karyakan talenta yang kita miliki agar makin
banyak orang yang merasakan pertolongan Allah lewat hidup dan karya kita.
Medio
Pebruari 2015
Pdt.
Sofian Mangaraja Pane, S.Th
Melayani di GKPA Resort
Padangbolak
kabid_aspel06@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar