Kamis, 12 Maret 2015

Khotbah Paskah, Minggu, 5 April 2015: Roma 6 : 3 – 11



“MAUT TIDAK BEKUASA LAGI ATAS DIA”

Roma 6 : 3 – 11
Minggu, 05 April 2015




I.       Pendahuluan
Sampai sejauh ini Paulus telah menekankan bahwa Allah adalah benar atau adil (bdg. Rm 3:26) dan bahwa Dia mencurahkan kebenaran tersebut kepada orang yang percaya. Untuk pertanyaan tentang bagaimana seseorang menjadi benar di hadapan Allah, sang rasul menjawab, "Bukan melalui perbuatan, tetapi melalui percaya kepada Allah" (bdg. Rm 4:1-8). Namun orang yang telah menerima kebenaran yang dicurahkan oleh Allah harus hidup dengan benar juga. Paulus sekarang menunjukkan apa artinya ini. Pertama, dia meniadakan beberapa pengertian yang salah tentang ajarannya mengenai kasih karunia. Selanjutnya, rasul menunjukkan bahwa di dalam pergumulan melawan dosa, orang percaya tidak boleh mengutuk hukum Taurat. kemudian dia melukiskan dosa sebagai seorang penguasa yang kuat yang tidak dapat dikalahkan oleh kekuatan manusia semata. Paulus mengakhiri bagian ini dengan menunjukkan bagaimana kemenangan dapat diperoleh.

II.    Penjelasan Teks
Kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Sering juga digunakan ungkapan dibaptis dalam nama seseorang (bdg. Kis 8:16; 19:5; 1Kor 1:13; 15; Mat 28:19). Ketetapan baptisan difokuskan pada kematian Kristus-makna dan hasilnya. Tetapi di sini Paulus menunjuk pada berbagai implikasi baptisan dalam kaitan dengan cara hidup orang Romawi. Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian. "Dikuburkan bersama-sama" menekankan realitas kematian Kristus. Kristus telah mati, dan orang percaya benar-benar telah mati bersama dengan Dia. Sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa. Kalimat ini merupakan sebuah kalimat perbandingan. Kebangkitan mengantar Tuhan Yesus pada suatu cara hidup yang baru. Demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Karena kita dipersatukan dengan Kristus dalam kematian-Nya, kita dipersatukan dengan Dia di dalam kebangkitan-Nya. Bagi sang Juruselamat, kebangkitan berarti cara hidup yang baru. Kita dikuburkan bersama-sama dengan Kristus agar kita, seperti halnya Dia, dapat hidup dalam hidup yang baru. Yang dimaksudkan di sini adalah kehidupan sehari-hari. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Kata sama dengan dipakai dengan dua kata lainnya-kematian dan kebangkitan. Sekalipun di dalam naskah asli kata sama dengan hanya terdapat satu kali, jelas bahwa Paulus bermaksud mengaitkannya dengan kematian dan juga kebangkitan. Beberapa orang ingin menambahkan "Dia" di dalam ayat ini-"sebab kita telah menjadi satu dengan Dia di dalam apa yang sama dengan kematian-Nya". Tetapi kematian dan kebangkitan-Nya menjelaskan bahwa inti dalam uraian ini adalah Kristus. Kata Dia tidak dijumpai di dalam naskah asli, dan ayat tersebut dapat dipahami dengan baik tanpa kata tersebut. Penekanan di dalam ayat ini terletak pada istilah sama dengan (homoioma). Berbuat dosa dengan cara yang sama dengan pelanggaran Adam (Rm 5:14) berarti berdosa dengan cara yang sama, yaitu melanggar suatu perintah tertentu. Itu tidak berarti melakukan pelanggaran yang sama. Dengan demikian kata ini bisa memiliki arti "gambaran," "contoh," "reproduksi." Karena orang-orang percaya sudah mengalami kematian yang sama dengan kematian Kristus, mereka pasti akan mengalami kebangkitan yang sama dengan kebangkitan Kristus. Ini tidak berarti bahwa cara kebangkitan yang dialami akan sama: dengan kebangkitan Kristus yang dimaksudkan ialah bahwa orang-orang percaya akan mengalami kebangkitan seperti Dia. Dalam baptisan orang percaya dipersatukan dengan gambaran kematian-Nya. Dipersatukan dengan apa yang sama dengan kebangkitan Kristus merupakan suatu pengharapan akan masa depan yang mereka yakini. Kedua kenyataan ini (baptisan dan kebangkitan) menunjuk kepada suatu cara hidup yang telah berubah di antara dua peristiwa tersebut-hidup dalam hidup yang baru.

Di dalam ayat 6-10 seperti halnya di dalam ayat 2, Paulus menunjuk kepada peristiwa bersejarah yakni kematian Kristus. Manusia lama kita. Manusia sebelumnya yang belum lahir baru. Manusia yang belum lahir baru ini disalibkan bersama dengan Kristus supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya. Tubuh ditekankan di sini karena peranan yang dimainkan tubuh dalam tindakan manusia melaksanakan keinginan berdosanya. Agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Di sini dosa dipersonifikasikan. Selaku penguasa kejam, dosa memperbudak manusia. Sebab siapa yang telah mati ia telah bebas dari dosa. Seseorang yang sudah mati tidak dapat melakukan apa-apa. Seseorang yang telah mati terhadap dosa tidak tanggap lagi terhadap pola hidup berdosa. Jadi jika kita telah mati dengan Kristus. Kematian kita bersama Kristus merupakan landasan dari keyakinan kita bahwa kita akan dibangkitkan bersama Dia. Kematian Kristus adalah dalam kaitan dengan dosa. Kemenangan-Nya atas maut bersifat permanen. Hal ini terjadi satu kali untuk selama-lamanya. Sejak kematian-Nya Kristus hidup sepenuhnya bagi Allah, yaitu hidup hanya demi keuntungan dan kemuliaan Allah. Dan Dia telah hidup sepenuhnya bagi Allah sebelum kematian-Nya. Tetapi setelah Yesus menyelesaikan karya penebusan yang berpusat pada kematian-Nya, hidup-Nya bagi Allah memperoleh wajah baru. Dia telah menangani masalah dosa untuk selama-lamanya. Dia telah mengalahkan maut. Dengan kalahnya dosa dan maut, Dia dapat hidup bagi Allah dengan pengalaman-pengalaman tersebut di belakang-Nya. Tentu semua ini mempunyai akibat tertentu bagi orang-orang percaya, sebagaimana disampaikan Paulus dengna menyatakan “demikianlah hendaknya kamu memandangnya (atau menganggapnya) bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” Kenyataan bahwa kita harus terus menganggap diri kita mati terhadap dosa menunjukkan bahwa kemungkinan untuk berbuat dosa selalu ada, tetapi cara pandang kita lebih daripada sekadar negatif. Kita menganggap diri kita hidup (senantiasa hidup) bagi Allah.

III. Penutup
Sebagai anak-anak Allah, kita memiliki Roh Allah yang memampukan kita hidup taat pada Dia dan tidak tunduk pada kedagingan kita. Namun selama kita masih hidup dalam tubuh yang fana, godaan itu akan terus hadir. Kalau kita tidak dekat dengan Allah dan tidak mau dengar-dengaran pimpinan Roh-Nya, kita bisa gagal. Kita bisa terjebak lagi pada kedagingan manusia lama kita. Lalu bagaimana cara agar kita tidak mudah jatuh, melainkan semakin lama semakin kokoh dalam iman dan kekudusan? Pertama-tama, ingatlah bahwa Yesus sudah mati bagi kita. Ia sudah mengalahkan kuasa dosa (ayat 10). Oleh karena itu manusia lama kita, yaitu tubuh dosa kita telah ikut pula disalibkan sehingga dosa tidak berkuasa lagi atas kita (ayat 6). Maka kita harus memandang diri kita telah mati bagi dosa (ayat 11). Artinya kita harus mematikan keinginan berdosa kita. Jangan biarkan anggota tubuh kita dipakai untuk berbuat dosa. Perlu ada langkah-langkah konkret untuk tidak menyerah pada godaan dosa. Kedua, Yesus sudah bangkit dari kematian. Kuasa maut sudah dikalahkan. Kuasa Yesus sekarang membangkitkan dalam diri kita hasrat baru untuk hidup kudus dan menyenangkan hati Tuhan. Kita harus memandang diri kita sekarang sebagai hidup bagi Allah. Oleh karena itu panggilan hidup anak-anak Tuhan adalah menyerahkan anggota-anggota tubuh untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik yang menjadi berkat buat orang lain dan yang memuliakan Tuhan. Pakailah mata kita untuk memandang keindahan ciptaan Tuhan dengan rasa takjub sehingga hati dan mulut kita tak putus-putus memuji kebesaran-Nya. Gunakan tangan kita untuk menopang orang yang jatuh tersandung, sebagai wujud kasih Allah dalam diri kita. Karyakan talenta yang kita miliki agar makin banyak orang yang merasakan pertolongan Allah lewat hidup dan karya kita.

Medio Pebruari 2015
Pdt. Sofian Mangaraja Pane, S.Th
Melayani di GKPA Resort Padangbolak
kabid_aspel06@yahoo.co.id



widgeo.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar